1. Buka konten
  2. Buka menu utama
  3. Buka situs DW lainnya

Mantan PM Inggris Tony Blair Beri Kesaksian mengenai Perang Irak

29 Januari 2010

Dalam masa jabatannya, Inggris bersama Amerika Serikat menginvasi Irak untuk mencari senjata pemusnah massal. Ini tidak pernah ditemukan. Apakah Blair membesar-besarkan situasi saat itu?

https://p.dw.com/p/Lmzx
Tony Blair di hadapan komisi penyelidik IrakFoto: picture-alliance/dpa

Tony Blair, di awal tahun 2003 berkata, “Malam ini tentara Inggris akan ditempatkan di udara, di daratan dan di lautan. Misi mereka adalah untuk menggulingkan Saddam Hussein dari kekuasaannya dan merebut senjata pemusnah massalnya di Irak.”

Waktu itu perdebatan tentang ada atau tidaknya senjata pemusnah massal di Irak memecah belah Eropa dan PBB. Namun para inspektur PBB tidak dapat menemukan senjata tersebut, baik di masa perang maupun sesudahnya. Dengan keputusan tersebut Tony Blair kehilangan popularitas di masa kejayaannya. Sekarang mantan perdana menteri Inggris ini harus memberikan pernyataan di hadapan komisi penyelidik, yang terutama ingin mencari kejelasan, apakah invasi Inggris dan Amerika Serikat di Irak tahun 2003 yang tanpa mandat PBB itu melanggar hak asasi manusia atau tidak.

Kemunculan Tony Blair hari Jum'at (29/01) sudah ditunggu-tunggu rakyat Inggris. Ia dijadwalkan untuk menjawab pertanyaan selama enam jam. Di luar gedung, ratusan orang berdemonstrasi dan beberapa menyebut Blair sebagai penjahat perang dan pembohong. Sejumlah besar polisi dapat mencegah mereka masuk ke gedung.

Di hadapan komisi penyelidik, Tony Blair membela keputusannya untuk mengirim tentara Inggris ke Irak tahun 2003 lalu. Ketika ketua komisi John Chilot bertanya, kenapa Inggris menginvasi Irak, Tony Blair menjawab, alasan penting yang mendasari keputusan itu adalah serangan teror 11 September 2001 di Amerika Serikat.

“Serangan teror di New York ini menunjukkan, bahwa mereka mampu membunuh lebih banyak orang, dari jumlah korban di New York, yaitu 3000 orang.. Jadi setelah itu, pandangan saya adalah, kita tidak bisa mengambil resiko dalam hal ini. Dan kami juga diberi tahu, bahwa orang-orang ini mungkin menggunakan senjata kimia atau biologis yang mereka bisa dapatkan. Ini mengubah pandangan kita mengenai hal-hal yang riskan bagi keamanan.”

Sejak itu, Inggris tidak saja harus bertindak di Afghanistan, tetapi juga harus berhadapan dengan negara-negara lain yang kemungkinan bisa menyediakan senjata bagi Al-Qaida, antara lain Korea Utara, Iran dan Irak.

Sebelum serangan teror 11 September, Saddam Hussein hanya sebuah ancaman, tetapi setelah itu jelas sudah bahwa strategi lama tidak akan berhasil. Demikian dikatan Blair di depan 80 orang yang dipilih secara acak, antara lain beberapa saudara dari prajurit Inggris yang tewas di perang Irak.

“Kenyataannya adalah, ini sebuah rezim yang brutal dan menindas, serta telah membunuh puluhan ribu rakyatnya sendiri dengan senjata kimia. Rezim seperti ini merupakan ancaman yang lebih besar lagi jika mempunyai senjata pemusnah massal.”

Tahun 2002 ia berbicara dengan George W. Bush di Texas tentang bagaimana Saddam Hussein dapat digulingkan. Namun Blair menepis tudingan, bahwa dalam kesempatan itu sudah dibicarakan tentang invasi ke Irak. Tetapi Blair berkata, pengiriman pasukan ke Irak tidak mungkin ia lakukan jika ia tidak menganggap, itu sebuah keputusan yang benar.

Inggris menempatkan sekitar 46 ribu prajurit di Irak dan 179 tewas dalam perang disana. Penempatan pasukan berakhir Juli tahun lalu dan akhir November 2009 dimulai proses penyelidikan terkait keterlibatan Inggris dalam perang Irak.

AFDP/AG/YF