1. Buka konten
  2. Buka menu utama
  3. Buka situs DW lainnya
KonflikPakistan

Mampukah Pakistan Redam Pemberontakan Taliban?

Haroon Janjua
1 Februari 2023

Aksi bom bunuh diri di sebuah masjid di Peshawar dianggap sebagai kampanye militer terbaru Taliban untuk merongrong Pakistan.

https://p.dw.com/p/4Mwa5
Polisi Pakistan di Peshawar
Polisi Pakistan di PeshawarFoto: Faridullah Khan/DW

Setelah membatalkan gencatan senjata secara sepihak pada November silam dan memerintahkan gerilayawannya untuk menyerang aparat keamanan "di manapun kalian berada di seluruh negeri,” Tehrik-e Taliban Pakistan (TTP) pekan ini melancarkan salah satu serangan paling mematikan terhadap pemerintah Pakistan.

Setidaknya 100 orang meninggal dunia ketika bom meledak di sebuah masjid di Peshawar, Senin (30/1) silam. Kebanyakan korban adalah aparat kepolisian yang sedang bersiap menunaikan ibadah.

TTP awalnya sempat mengklaim diri bertanggungjawab atas insiden tersebut. Salah seorang komandan Taliban, Sarbakaf Mohamand, mengatakan serangan diniatkan sebagai "balas dendam” atas kematian gerilyawan TTP tahun lalu.

Namun keterlibatan TTP dibantah oleh seorang juru bicaranya, yang malah mengatakan bom bunuh diri di masjid "bertentangan” dengan prinsip Taliban. Serangan itu akhirnya diklaim oleh Jamaat-ul- Ahrar, salah satu faksi bersenjata paling kuat di tubuh Taliban Pakistan.

Mereka mengatakan, bom bunuh diri dilancarkan untuk membalas kematian pemimpinnya, Omar Khalid Khurasani, pada 2022 lalu, lapor AP.

Police targeted in Pakistan mosque attack

Siapa Taliban Pakistan?

TTP dibentuk oleh beberapa kelompok pemberontak Sunni yang mulai mengobarkan perang melawan Pakistan pada tahun 2007. Meski tidak berkaitan langsung dengan Taliban di Afganistan, TTP tetap berbaiat kepada penguasa Kabul.

Pakistan menyatakan TTP sebagai organisasi terlarang pada 2008. Kebijakan ini kemudian diadopsi oleh PBB dan Amerika Serikat. Salah satu serangan paling mematikan TTP adalah bom sekolah di Peshawar yang menewaskan 150 orang pada 2014, kebanyakan anak-anak.

Analis sejak lama sudah memperingatkan Pakistan agar berhenti bersikap lunak kepada TTP, termasuk mengundang mereka untuk merundingkan damai. 

"Operasi militer besar-besaran diperlukan untuk menghalau pemberontakan di Pakistan, ketimbang kebijakan lunak,” kata Afrasiab Khattak, bekas senator Provinsi Khyber Pakhtunkhwa kepada DW. Menurutnya, pemerintah di Islamabad tidak seharusnya bernegosiasi dengan "teroris.”

Will Pakistan regret its tacit support for the Taliban?

Perang di tengah krisis ekonomi

Menteri Luar Negeri Pakistan, Bilawal Bhutto-Zardari, sebaliknya menuduh pemerintahan Perdana Menteri Imran Khan bertanggungjawab atas geliat TTP. Kepada stasiun televisi Qatar, al-Jazeera, dia mengatakan Khan melunak kepada Taliban demi menyenangkan pendukungnya di provinsi Khyber Pakhtunkhwa.

"Ancaman TTP terhadap Pakistan sangat lah siginifikan,” kata Madiha Afzal, peneliti Pakistan di Brookings Institution. "Satu-satunya opsi adalah melancarkan operasi militer secara masif. Tapi hal ini tidak mudah karena TTP bisa menyebrang perbatasan dan berlindung di Afganistan.”

Terlebih, kemampuan pemerintah melancarkan perang terkendala krisis ekonomi. Saat ini, pemerintah hanya punya cadangan uang tunai senilai USD 3,7 miliar yang cukup untuk membiayai impor bahan pokok selama tiga bulan ke depan.

"Serangan TTP datang ketika negara sedang di ambang kebangkrutan,” kata Maleeha Lodhi, bekas duta besar Pakistan untuk Amerika Serikat.

"Pakistan mengalami lonjakan serangan militan. Fenomena ini mewabah sejak Taliban kembali berkuasa di jiran Afganistan,” imbuhnya. "Ancaman keamanan, terutama setelah serangan Peshawar, mendiktekan respons yang lebih tegas dari aparat keamanan.”

rzn/hp