1. Buka konten
  2. Buka menu utama
  3. Buka situs DW lainnya

Malaysia di Persimpangan Reformasi

3 April 2013

Perdana Menteri Najib Razak, Rabu (3/4) secara resmi membubarkan parlemen sebagai persiapan menuju pemilihan umum. Malaysia kini ada di persimpangan jalan menuju reformasi.

https://p.dw.com/p/188ZS
Foto: AP

Pemilu diperkirakan bakal berakhir dengan hasil paling ketat sepanjang sejarah, didorong oleh keprihatinan atas masalah korupsi, naiknya biaya hidup dan tingginya angka kejahatan di bawah kekuasaan koalisi Barisan Nasional yang telah berkuasa di Malaysia sejak tahun 1957.

Di ujung lainnya, partai oposisi bangkit, di bawah bekas wakil Perdana Menteri kharismatik Anwar Ibrahim yang memimpin koalisi tiga partai Pakatan Rakyat yang mendapat dukungan karena berjanji akan menggusur otoritarianisme dan mengatasi korupsi.

Namun dengan meluasnya tuduhan kecurangan, ada kekhawatiran bahwa pemilu, yang harus digelar dalam waktu 60 hari tapi kelihatannya akan digelar April ini, tidak akan berlangsung dengan bebas dan adil.

Janjikan transisi kekuasaan yang mulus

Ketika membacakan pengumuman mengenai pembubaran parlemen, Najib yang juga merupakan anak bekas Perdana Menteri, menekankan kepada partai politik untuk mempelajari aturan hukum, dia juga berjanji akan melakukan transisi kekuasaan secara mulus jika oposisi menang.

“Jika ada perubahan kekuasaan, maka itu akan dan harus terjadi dengan damai. Ini adalah komitmen kami,“ kata dia.

Najib kini menghadapi ujian pertama di kotak suara sejak ia meraih kekuasaan tahun 2009, lewat hasil pemilu yang mengejutkan, di mana Barisan Nasional saat itu harus kehilangan dukungan tradisional dua pertiga kursi di parlemen.

Dalam pidato di televisi, Najib menekankan kepada para pemilih agar tidak “mempertaruhkan“ suara mereka dengan mendukung kelompok oposisi yang belum teruji.

Namun, pernyataan itu dibalas oleh pimpinan oposisi yang mengatakan kepemimpinan Najib memperlihatkan “tanda-tanda keputusasaan”.

Era baru

“Bagi Pakatan Rakyat ini adalah kesempatan terbaik untuk menawarkan alternatif bagi demokrasi dan pemerintahan yang lebih bertanggung jawab. Saya pikir ini adalah peluang yang sangat baik untuk menang,” kata Anwar Ibrahim.

“Kekhawatiran terbesar saya adalah kemungkinan terjadinya kecurangan selama pemilu dan kekerasan sebelum pemilihan,” kata Anwar yang sempat dipenjara karena tuduhan sodomi yang dilihat luas lebih bermotif politik.

Kekuasaan UMNO selama beberapa dekade ditopang oleh keberhasilan ekonomi yang tahun lalu pertumbuhannya mencapai 5,6 persen, yang lebih banyak didorong oleh belanja sektor domestik, antara lain karena adanya bantuan tunai sebelum pemilu serta berbagai insentif lainnya. Kebijakan itu dikritik oposisi sebagai cara penguasa “membeli suara”.

Kelompok oposisi menjanjikan sebuah era baru politik bebas dan pemberantasan korupsi. Mereka berjanji akan menyalurkan dana yang selama ini dikorupsi dan diberikan kepada kroni pemerintah untuk disalurkan kepada rakyat dalam bentuk pendidikan gratis, pemotongan pajak dan peningkatan subsidi. Oposisi juga berjanji akan menyelesaikan problem diskriminasi yang selama ini banyak dialami kelompok minoritas Cina dan India.

AB/ HP (afp/dpa/ap)