1. Buka konten
  2. Buka menu utama
  3. Buka situs DW lainnya

Makin Banyak Serangan Terhadap Oposisi

Matthias Sailer23 April 2013

Sejak beberapa minggu, para pengritik rejim di Mesir mengalami kekerasan dan digugat ke pengadilan. Kebebasan berpendapat dan kebebasan pers makin dibatasi.

https://p.dw.com/p/18KiL
Anti-Mursi demonstrators in Cairo April 6, 2013. REUTERS/Mohamed Abd El Ghany (EGYPT - Tags: POLITICS CIVIL UNREST ANNIVERSARY)
Demonstrasi di MesirFoto: Reuters

Sangat riskan mengajukan kritik secara terbuka terhadap pemimpin Mesir saat ini. Sebuah kata yang salah terhadap Presiden Morsi atau kelompok Islam yang mendukungnya, bisa jadi alasan digugat ke pengadilan. Menurut Egyptian Organisation for Human Rights, EOHR, sejak Morsi menjabat sebagai Presiden, ada sekitar 600 gugatan yang diajukan terhadap media.

Presiden Mesir dan pendukungnya dari Ikhwanul Muslimin menuduh para pengritik menyulut kebencian terhadap pemerintah. ”Jika pemerintah setiap hari menceritakan, bahwa media yang kritis telah menghasut rakyat agar melakukan kekerasan, maka mungkin saja 52 persen warga yang memilih Morsi percaya hal itu”, kata Nihad Aboud dari Association for Freedom of Thought and Expression, organisasi yang berjuang untuk kebebasan pers.

Media-media pro pemerintah menuduh para pengritik menghina pemerintah. Jadi banyak warga yang menyerang para jurnalis. ”Bulan lalu banyak jurnalis yang diserang. Kami mencatat lebih dari 20 kasus pemukulan dan penganiayaan”, kata Nihad Aboud.

Serangan Brutal Terhadap Aktivis Oposisi

Juga para aktivis oposisi sekarang menghadapi banyak gugatan. Seorang pengacara terkenal dari Ikhwanul Muslimin, Abdel Maksud, baru-baru ini mengajukan gugatan terhadap 169 orang. Selain itu, para aktivis oposisi yang mengeritik Ikhwanul Muslimin juga mengalami penculikan dan serangan brutal.

Misalnya kasus yang menimpa Mohammed El Gindi, yang membuat situs internet kritis di Facebook. El Gindi tiba-tiba saja menghilang. Ia ditemukan setelah beberapa hari di sebuah rumah sakit dalam keadaan tidak sadar. Ia akhirnya meninggal. Tareq Zaghloul Asran dari EOHR menceritakan: "Dia diculik, lalu setelah dua hari, polisi mengatakan, dia mengalami kecelakaan ditabrak sebuah mobil. Tidak lama kemudian dia dinyatakan telah meninggal”.

Tarek Zaghloul Asran, Kairo 16.4.13; Foto: Matthias Sailer
Tareq Zaghloul Asran dari EOHRFoto: DW/M. Sailer

Sebelumnya, majalah berita Newsweek sempat memberitakan, seorang bekas pendukung Ikhwanul Muslimin mengaku melihat El Gindi di markas polisi di luar kota Kairo. Di sana dia juga melihat anggota Ikhwanul Muslimin menginterogasi dan memukuli ”pelaku kriminal”.

Represi yang Sistematis

Pendukung Ikhwanul Muslimin baru-baru ini juga mencoba menyerang Ketua EOHR di kawasan Media Production City. Di sini ada banyak studio televisi, yang membuat siaran-siaran bernada kritis terhadap pemerintah. Kelompok Islamis berulangkali memblokir jalan masuk ke kompleks ini.

Bagi Tareq Zaghloul Asran, meningkatnya kekerasan dan gugatan terhadap oposisi bukan suatu kebetulan. Kelompok Islamis memang saat ini mendominasi parlemen, dan mereka membuat banyak undang-undang baru yang represif.

”Apa yang terjadi di Kairo akhir-akhir ini, terjadi secara sistematis”, kata Tareq Zaghloul Asran. ”Pemerintah Mesir sedang terburu-buru. Mereka ingin memutuskan undang-undang demonstrasi yang baru. Aksi-aksi kelompok oposisi akan dilarang turun ke jalan.”

Aturan yang baru akan menyulitkan pemberian ijin demonstrasi. Masih ada undang-undang represif yang lain. Menurut Tareq Zaghloul Asran, pemerintah berusaha meloloskan semua undang-undang ini sebelum pemilihan parlemen baru.