1. Buka konten
  2. Buka menu utama
  3. Buka situs DW lainnya

Makanan Selandia Baru Murni 100%?

7 Agustus 2013

Bagi Negara yang menjual dirinya di pasar dengan slogan ”100% Murni”, kepercayaan atas kualitas lingkungan Selandia Baru tidak sesempurna yang dipikirkan oleh banyak orang.

https://p.dw.com/p/19KXw
Foto: picture-alliance/AP

Mayoritas sungai-sungainya terlalu terpolusi untuk dipakai berenang. Catatan mereka atas pelestarian lingkungan alam adalah yang terburuk di dunia jika dihitung per kapita. Dan Selandia Baru adalah satu-satunya negara OECD yang tidak mengeluarkan laporan rutin mengenai lingkungan mereka.

Penemuan di perusahaan raksasa produk susu Fonterra, berupa bakteri yang yang bisa menyebabkan keracunan makanan yang berpotensi fatal dalam bahan yang dijual ke delapan negara, menunjukkan kerentanan Selandia Baru dalam soal keamanan pangan, citra hijau yang mendasari pertanian dan turisme, yang merupakan tulang punggung ekonomi mereka.

Ekspor produk pertanian, termasuk susu, daging, buah dan anggur, merupakan produk premium negara itu di dunia dan membangun reputasinya sebagai produsen makanan aman, alami dan berkualitas tinggi.

“Itu cuma soal waktu sebelum rahasia kotor kami terungkap,” kata Jill Brinsdon, ahli strategi merek di Radiation, sebuah agen periklanan di Auckland.

„Fonterra adalah eksportir terbesar kami dan mereka benar-benar terkait dengan citra Selandia Baru dan mereka betul-betul penyumbang terbesar merek “100% Murni“. Jika anda ke luar dengan sesuatu yang menampilkan diri sebagai murni 100%, maka anda harus 100% dan kami terbukti tidak…“

Murni?

Sektor utama Selandia Baru, termasuk pemancingan dan kehutanan, menyumbang 60% ekspor dan terhitung 18% dari total GDP negara yang besarnya 160 milyar dollar Amerika, termasuk diantara proporsi tertinggi di negara maju dunia. Turisme menyumbang sekitar 10 persen kepada GDP.

Negara itu sejak lama telah memasarkan dirinya di dunia dengan slogan ”100% Murni” melalui berbagai iklan di media cetak maupun televisi, menarik jutaan pengunjung setiap tahun untuk menikmati taman nasional, pantai dan danau. Dengan populasi hampir 4,5 juta jiwa yang tersebar di wilayah pegunungan yang luasnya lebih dari Inggris atau Kalifornia, dan lebih dari seperempatnya adalah wilayah pelestarian dan taman nasional -- menjadi latar trilogi film terkenal Lord of the Ring -- Selandia Baru tidak kekurangan wisata alam murni.

Tapi pemasaran menghadapi sisi gelap kepercayaan atas lingkungan negara itu.

Lebih dari 60 persen sungai di Selandia Baru yang dimonitor oleh Kementerian Lingkungan tercatat memiliki kualitas air yang “buruk“ atau “sangat buruk“ dan dimasukkan ke dalam kategori tidak aman untuk berenang akibat polusi.

Peternakan yang menghasilkan susu, yang menaikkan reputasi lilngkungan bagi Selandia Baru, telah menjadi penyebab utama buruknya kualitas sungai akibat pupuk dan limbah. Tidak seperti banyak negara lain, sapi Selandia Baru terus merumput sepanjang tahun, titik jual utama mereka dalam meraih 9 milyar dollar per tahun dalam perdagangan produk susu global.

“Karena kami kurang punya peraturan tentang limbah pertanian selama dua puluh tahun terakhir itu membuat semua bebas, jadi para peternak melakukan apa yang mereka bisa lakukan untuk memproduksi lebih banyak susu -- dengan menempatkan lebih banyak sapi di padang rumput,” kata Mike Joy, seorang ahli ekologi dan ilmuwan lingkungan berkelanjutan di Universitas Massey.

Perdana Menteri John Key, mendapat kritik terkait masalah ini mengatakan: ”Jawaban yang benar bagi Selandia Baru bukan dengan mengurangi penjualan susu. Jawaban yang benar bagi Selandia Baru adalah untuk betul-betul memastikan bahwa standar keselamatan terpenuhi,” kata dia.

Keamanan makanan

Selandia Baru memang bukan tanpa noda.

Sampai akhir tahun 2000an, Selandia Baru memiliki tingkat tertinggi diantara negara maju terkait produk makanan mengandung campylobacteriosis, penyakit serius dan terkadang mematikan yang disebabkan oleh bakteri yang sering ditemukan di ayam mentah.

Pada tahun 2011, bahkan setelah inisiatif besar pemerintah untuk mengontrol epidemik, di Selandia Baru masih ada laporan insiden penyakit lebih dua kali lipat dari rata-rata Negara tetangganya Australia dan 12 kali rata-rata lebih tinggi dari Amerika Serikat, demikian menurut Universitas Otago.

Kasus Fonterra adalah isu kontaminasi kedua tahun ini yang menyangkut perusahaan tersebut, setelah sebelumnya ditemukan jejak dicyandiamde, bahan kimia yang punya potensi beracun, dalam beberapa produk mereka.

Meski demikian, Selandia Baru mempunyai rezim keamanan makanan yang merupaklan salah satu yang paling ketat di dunia dan kasus terakhir ini diperkirakan bakal memicu sistem pengujian yang lebih canggih. Kasus Fonterra diharapkan bakal selesai dalam beberapa hari ke depan.

ab/hp (rtr,ap,afp)