1. Buka konten
  2. Buka menu utama
  3. Buka situs DW lainnya

Mahathir: Singapura dan Kepri Wilayah Historis Malaysia

Rahka Susanto
22 Juni 2022

Mantan PM Malaysia, Mahathir Mohamad ungkapkan, seharusnya Malaysia klaim Singapura dan Kepri sebagai wilayah berdaulatnya. Dapatkah argumentasi historis menjadi landasan klaim suatu wilayah?

https://p.dw.com/p/4D2oY
Perbatasan Singapura dan Malaysia
Singapura hingga Kepulauan Riau diklaim mantan Perdana Menteri Malaysia, Mahathir Mohamad sebagai wilayah historis Johor yang merupakan bagian dari Malaysia.Foto: Johor Bahru/AP/picture alliance

Mantan Perdana Menteri Malaysia, Mahathir Mohamad, melontarkan pernyataan kontroversial yang menyebut Malaysia seharusnya mengklaim wilayah Singapura dan Kepulauan Riau. Pernyataan Mahathir itu merujuk pada klaim historis dari wilayah Johor.

"Namun, tidak ada tuntutan apapun kepada Singapura. Sebaliknya, kami menunjukkan apresiasi kepada kepemimpinan negara baru ini yang disebut Singapura," ucap Mahathir dalam pidatonya pada Minggu (19/6) waktu setempat.

Mahathir Mohamad
Mahathir serukan pemerintah Malaysia seharusnya memegang kendali pada wilayah Pedra Branca yang disengketakan dengan Singapura.Foto: AP

Mantan PM berusia 96 tahun ini, berbicara dalam sebuah acara yang digelar sejumlah organisasi non-pemerintah di bawah bendera Kongres Survival Melayu di Selangor, Malaysia, pada Minggu (19/6) waktu setempat. Acara itu diberi judul 'Aku Melayu: Survival Bermula'.

Dalam pidatonya, Mahathir juga menyatakan bahwa pemerintah Malaysia menganggap lebih memilih memenangkan kendali atas Pulau Sipadan dan Ligitan di Borneo saat melawan Indonesia di Mahkamah Internasional (ICJ), sembari menyerahkan Pedra Branca ke Singapura.

"Kita seharusnya menuntut tidak hanya Pedra Branca, atau Pulau Batu Puteh, untuk dikembalikan kepada kita, kita seharusnya juga menuntut Singapura juga Kepulauan Riau, karena itu Tanah Melayu," cetusnya yang disambut tepuk tangan hadirin.

Respon dari Indonesia

Menanggapi pernyataan Mahathir tersebut, Kementerian Luar Negeri masih berkoordinasi dengan dengan KBRI di Kuala Lumpur. Juru Bicara Kementerian Luar Negeri, Teuku Faizasyah kepada DW Indonesia mengatakan; "masih menunggu masukan yang komperhensif" terkait pernyataan Mahathir.

Sementara, Anggota Komisi I DPR Dave Laksono meminta pemerintah bijak merespons pernyataan dari Mahathir Mohamad. "Kita tanggapi dengan tenang dan bijak. Pak Mahathir adalah figur internasional yang juga adalah sahabat Indonesia," papar Dave.

Dave menyebut Mahathir bukan lagi sebagai Perdana Menteri (PM) Malaysia. Sehingga pernyataannya bukanlah sikap resmi dari pemerintah Malaysia. Politisi asal Golkar itu pun menyebut wilayah Kepulauan Riau "merupakan bagian dari NKRI yang sudah menyatakan sebagai satu bangsa, satu bahasa, dan satu tanah air.”

Argumentasi tanpa bukti

Klaim yang disebutkan Mahathir menimbulkan polemik di tengah masyarakat. Namun Professor Hukum Internasional dari Universitas Indonesia, Hikmahanto Juwana, mempertanyakan dasar dari klaim tersebut. "Boleh saja kalau klaim tapi punya basis tidak? Alias argumentasi bukti dan dasar hukum?,” ungkap Hikmahanto kepada DW Indonesia.

Sejauh ini klaim pada wilayah secara historis, dapat dijadikan acuan bagi suatu negara dalam mengakui kedaulatan wilayahnya. Hal ini juga yang terjadi saat klaim wilayah yang dilakukan Indonesia dan Malaysia dalam sengketa pulau Sipadan dan Lingitan.

Lebih lanjut Professor Hukum Internasional dari Universitas Indonesia itu menilai, klaim yang disampaikan Mahathir tidak memiliki konteks yang dapat mengancam hubungan bilateral kedua negara. "Ini tidak berbahaya, kan Mahathir tidak menyampaikannya sebagai pejabat. Lain halnya kalau pejabat yang menyampaikan,” pungkas Hikmahanto.

rs/as (detik)