1. Buka konten
  2. Buka menu utama
  3. Buka situs DW lainnya

MA Bebaskan eks Pemred Majalah Playboy

24 Juni 2011

Mahkamah Agung mengabulkan Peninjauan Kembali yang diajukan mantan Pemimpin Redaksi Majalah Playboy Indonesia Erwin Arnada. Dengan keputusan ini, maka mulai hari Jumat (24/06) Erwin Arnada dibebaskan dari tahanan.

https://p.dw.com/p/11iu1
A vendor shows Indonesian version of Playboy magazine to passing motorists as a Muslim woman walks past by on a street in Jakarta, Friday, April 7, 2006. The toned-down edition of Playboy went on sale Friday in the world's most populous Muslim nation, defying demands from Islamic leaders that the publication be banned. (AP Photo/Irwin Fedriansyah)
Demo anti majalah Playboy IndonesiaFoto: AP

Setelah mendekam di penjara lebih dari setengah tahun, Jum’at ini mantan Pemimpin Redaksi Majalah Playboy edisi Indonesia, Erwin Arnada, akhirnya menghirup udara bebas. Dia dibebaskan dari LP Cipinang setelah Mahkamah Agung mengabulkan permohonan peninjauan kembali atau PK atas kasus yang menimpa dirinya. Kepala Kejaksaan Negeri Jakarta Selatan Mashyudi yang membacakan putusan MA atas Erwin mengatakan "Kita melaksanakan putusan PK. Kita keluarkan dari Lembaga Pemasyarakatan Cipinang. Intinya mengabulkan permohonan PK Erwin Arnada. Terus yang kedua, surat dakwaan Jaksa Penuntut Umum tidak dapat diterima. Tadi sudah ditandatangani surat perintah untuk mengeluarkan dari LP, kini tinggal pelaksanaanya".

Kuasa hukum Erwin Arnada, Todung Mulya Lubis memuji putusan Mahkamah Agung yang disebutnya, mengukuhkan semangat kebebasan pers. Todung mengatakan, "Saya tetap menganggap MA melihat UU Pers, sebagai UU yang harus diperlakukan dalam setiap kasus yang menyangkut Pers. Jadi tidak bisa misalnya terhadap Erwin Arnada diperlakukan KUHP dengan pasal susila itu. Dengan keputusan ini, Mahkamah Agung menegaskan bahwa ini Lex spesialis. Jadi komitment MA terhadap kebebasan pers sangat kuat".

Komunitas pers Indonesia memberikan respon positif atas keputusan MA, membebaskan Pemred Playboy Erwin Arnada. Ketua Umum Aliansi Jurnalis Independen-AJI Indonesia, Nezar Patria memuji hakim MA yang mempergunakan Undang-Undang Pokok Pers dalam memutus perkara ini. Dalam amar putusannya, MA mengatakan bahwa Jaksa Penuntut dalam kasus ini keliru karena tidak memasukkan UU Pokok Pers dalam dakwaan. Atas keputusan itu, Nezar mengatakan, "Bagi komunitas pers nasional, ini satu hadiah yang menggembirakan dan menambah keyakinan kita bahwa setiap kali ada sengketa antara pers dengan masyarakat ataupun pers dengan negara, seyogyanya ukuran yang dipakai itu adalah mengembalikan kepada Undang Undang Pokok Pers".

Erwin Arnada sebelumnya divonis bersalah melanggar susila karena menerbitkan majalah Playboy edisi Indonesia. Dia dibebaskan dalam sidang tingkat pertama di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan pada tahun 2007, dia juga bebas dari dakwaan di tingkat banding karena hakim menilai isi Playboy tidak tergolong pornografi. Namun Mahkamah Agung membalikkan putusan itu pada tingkat kasasi dan mengganjar Erwin Arnada dengan penjara dua tahun. Keputusan MA, menimbulkan kecaman dari para aktivis kebebasan pers. Meski sejak awal menegaskan tidak mengandung pornografi, namun penerbitan majalah ini tetap saja memicu gelombang protes dari kelompok Islam. Sejumlah kelompok Islam garis keras bahkan bertindak lebih jauh dengan merusak kantor majalah ini di Jakarta hingga kemudian dipindahkan ke Bali.

Penulis: Zaki Amrullah

Editor : Andy Budiman