1. Buka konten
  2. Buka menu utama
  3. Buka situs DW lainnya

Beli Buku Bela Diri!

Manasi Gopalakrishnan9 Juni 2014

Dunia tercengang akibat kekerasan brutal terhadap perempuan di India. Warga negara itu sendiri, tidak hanya perempuan, sudah melancarkan protes. Tetapi apa yang bisa dilakukan perempuan? Belajar bela diri?

https://p.dw.com/p/1CEsr
Indien Sicherheit indischer Frauen Selbstverteidigungskurse
Foto: SAM PANTHAKY/AFP/Getty Images

Di lapangan udara New Delhi, Indira Gandhi International Airport, ada beberapa toko penjual cendera mata. Di toko-toko itu wisatawan bisa membeli buku, miniatur Taj Mahal atau bajaj, sebagi kenang-kenangan dari negara itu. Kamasutra, panduan perlilaku seksual dari jaman Sansekerta, kerap menjadi salah satu buku yang dibeli wisatawan dari India. Sekarang, setelah sejumlah pemerkosaan brutal disaksikan negara itu, semua orang nampaknya mengajukan pertanyaan sama: Bagaimana tindakan mengerikan berupa kekerasan seksual terjadi di negara, yang menjadi asal Kamasutra?

Mengapa pria menyiksa dan menganiaya tubuh perempuan? Ini pertanyaan yang sulit dijawab. Pemerkosaan baru-baru ini dan pembunuhan dua perempuan muda di Badaun di Uttar Pradesh, India utara adalah contoh, bagaimana pemerkosaan bisa digunakan untuk memamerkan kekuasaan. Kedua remaja perempuan itu berasal dari kasta Dalit atau Paria, yang juga dikenal sebagai 'haram untuk disentuh'. Mereka mengalami tekanan selama berabad-abad dan bahkan tidak dianggap termasuk dalam sistem kasta. Para pembunuh kedua remaja putri itu adalah pria dari kasta Yadawa, yang juga menjadi kasta perdana menteri negara bagian itu, Akhilesh Yadav.

Para pria itu mungkin berusaha membuktikan dominasi mereka, sehingga mereka tidak hanya memperkosa kedua perempuan muda itu berkali-kali, tetapi juga menggantung mereka pada sebuah pohon, untuk menunjukkan kepada kaum Dalit bahwa status mereka dalam masyarakat hampir di bawah manusia. Sejak masa beradab dimulai, pemerkosaan sudah jadi metode biasa untuk mendirikan hegemoni atas orang lain dan menunjukkan bahwa penakluk sekarang juga punya hak atas tubuh para perempuannya.

Flash-Galerie Frauen im Iran
Foto: Mehr

Dalam bukunya, Der Ursprung der Familie, des Privateigenthums und des Staats (Asal Mula Keluarga, Kepemilikan Pribadi dan Negara), Friedrich Engels mengemukakan bahwa untuk dapat memastikan hak atas milik pribadi, perempuan harus ditaklukkan, agar pria bisa yakin bahwa keturunannya akan mewarisi hak-hak atas kekayaannya. Jika logika ini digunakan, salah satu cara untuk sepenuhnya mematahkan semangat, dan merampas rasa hormat bagi diri sendiri dari sebuah komunitas adalah dengan merampas kaum perempuannya. Dengan kata lain, dengan memperkosa mereka.

Para pemerkosa dari Badaun kemungkinan ingin menunjukkan dominasi dan demonstrasi kekuasaan. Mungkin semua pelaku pemerkosaan punya keinginan itu, walau dalam taraf berbeda. Dalam kasus kedua anak perempuan di Badaun, mereka dipilih sebagai korban karena jenis kelamin mereka, dan karena mereka berasal dari komunitas yang dianggap rendah di masyarakat.

Pemerintah India juga bertanggungjawab secara tidak langsung atas pemerkosaan tersebut. Mungkin program pengembangan tidak dilaksanakan di daerah tempat tinggal kaum Dalit, dan itu karena mereka berstatus rendah. Birokrat yang mengambil keputusan juga manusia biasa dan termasuk dalam masyarakat sama. Mungkin karena itu, kaum Dalit tidak punya toilet, dan kedua anak perempuan itu harus pergi ke ladang untuk buang hajat. Dan pertimbangkan ini juga: bagaimana sakitnya seseorang yang hasrat seksualnya timbul ketika melihat seorang perempuan membuang hajat? Jika melihat kekejaman barbar ini, Kamasutra, yang ditulis untuk memperkaya cinta secara fisik, sebaiknya disingkirkan dari rak buku dan diganti dengan panduan bela diri bagi perempuan.

Penulis blog, Manasi Gopalakrishnan adalah wartawan dan editor Deutsche Welle, redaksi Hindi.