Lunturnya Solidaritas Pekerja Jerman
6 November 2014Reputasi Jerman di seluruh dunia amat bagus. Terutama terkait efisiensi dan kehandalan produk "Made in Germany". Juga di seluruh dunia sudah terkenal, kereta di Jerman sangat handal dan selalu tepat waktu.
Reputasi ini diraih lewat kerja keras semua pekerja dan inovasi teknologi dalam beberapa dekade terakhir. Standar kehidupan dan kualitas infrastruktur di Jerman, membuat iri banyak negara maju lainnya di dunia. Juga hubungan kerja antara pekerja dan majikan di Jerman terkenal yang paling adil dan bagus di seluruh dunia.
Jadi, jika di Jerman tiba-tiba mencuat masalah besar antara pihak majikan dengan serikat buruh, warga dunia akan bertanya, apa yang sebetulnya terjadi? Tema ini bukan khas Jerman. Mungkin di negara Eropa lainnya memang begitu, jika ada konflik dengan majikan, buruh akan mogok atau turun ke jalan, tapi hal ini tidak berlaku di Jerman.
Tapi nyatanya, Jerman saat ini sedang menghadapi sengketa dengan dua serikat buruh profesional di bidang transportasi, yakni masinis kereta dan pilot pesawat, yang membuat masalah makin kompleks. Pemogokan serikat buruh masinis kereta, menyebabkan nyaris lumpuhnya transportasi rel baja, yang setiap harinya melayani jutaan pekerja penglaju, pelajar, mahasiswa serta wisatawan.
Bagi serikat buruh masinis, yang tergolong kecil dengan hanya 34.000 anggota, aksi mogok empat hari itu bukan hanya sekedar menuntut kenaikan gaji dan perbaikan kondisi kerja. Tapi juga menyangkut perluasan kekuatan, dengan niat menyatukan dan menjadi wakil bagi serikat buruh kereta api yang lainnya.
Di sisi lainnya, pilot pesawat maskapai penerbangan Lufthansa memiliki sasaran, mempertahankan hak pensiun dini di usia 55 tahun dan gaji yang tinggi, tanpa mempedulikan makin ketatnya persaingan. Maskapai penerbangan lain justru menurunkan gaji atau melakukan PHK agar tetap bisa bertahan.
Yang sudah jelas, dampak kerugian ekonomi dan bisnis serta tingkat produktifitas kerja, dari rangkaian pemogokan itu ditaksir akan mencapai ratusan juta Euro.
Jika melihat dari luar Jerman, kita akan bertanya, apakah tuntutan para masinis dan pilot itu cukup realistis? Apakah mereka kehilangan akal sehat? Sebab masalahnya bukan lagi sengketa perburuhan. Karena relasi kerja dalam kerangka "Made in Germany" adalah konsensus antara buruh dan majikan, terkait kontribusi masing-masing bagi produksi dan imbalannya berupa peringkat besarnya upah dan gaji.
Melihat aksi pemogokan maraton itu, wajar jika muncul impresi, bahwa para masinis dan pilot di Jerman lupa, bahwa mereka juga tergantung dari sukses "Made in Germany". Juga lupa, bahwa mereka tetap harus menunjukkan solidaritas, kepada jutaan pekerja warga Jerman lainnya, yang tidak punya hak istimewa seperti serikat buruh tersebut.