1. Buka konten
  2. Buka menu utama
  3. Buka situs DW lainnya
Sosial

Lulusan yang Menganggur Takut Jadi Generasi Hilang di Eropa

Marie Sina
2 April 2021

Pandemi COVID-19 memaksa lulusan universitas di Eropa menganggur karena menghadapi penolakan dari banyak perusahaan. Namun, generasi korban krisis ekonomi 2008-2009 berbagi pengalaman mengatasi kesulitan.

https://p.dw.com/p/3rO1d
Esther Jardim
Esther Jardim yang berasal dari London, Inggris mencari pekerjaan dengan papan yang terikat di dadanyaFoto: Nareas Sae-Khow/Norwegian broadcasting corporation (NRK)

Seorang pemuda dari Barcelona, Jordi Battlo telah mengirimkan ratusan surat lamaran kerja ke sejumlah perusahaan dalam beberapa bulan terakhir. "Saya sudah tidak bisa menghitung (lamaran)," katanya.

Penolakan menjadi rutinitas yang mengerikan bagi alumni bisnis dan teknik tersebut. "Kurangnya balasan dari perusahaan membuat saya merasa semua yang telah saya lakukan tidak berarti apa-apa," kata Battlo. Setelah menyelesaikan studi magister di IESE Business School Madrid pada Juli 2020, satu-satunya pilihannya adalah magang jangka pendek dan sekarang dia menganggur.

Berdasarkan data Eurostat, pengangguran kaum muda di Uni Eropa (UE) sekitar 17% - angka ini lebih dari dua kali lipat tingkat pengangguran umum.

Jordi Battlo
Jordi Battlo telah mengirimkan banyaknya lamaran pekerjaanFoto: Privat

Pada Oktober 2020, Organisasi untuk Kerja Sama dan Pembangunan Ekonomi (OECD) memperingatkan bahwa seluruh generasi muda di Eropa berisiko tertinggal, karena banyak perusahaan menghentikan rencana perekrutan selama pandemi.

Persaingan membunuh harapan lulusan yang menganggur

Tidak berbeda jauh dari Battlo, lulusan magister bidang manajemen dari University College London, Georgia Burns di Dublin mengalami hal yang sama. "Ketika saya memulai S2, saya berpikir: Oke, saya akan mendapatkan pekerjaan ketika saya lulus. Kemudian pandemi melanda dan sekarang saya melakukan magang paruh waktu dengan upah minimum. Ini tidak seperti yang saya kira."

Jumlah orang berusia 15-24 tahun di UE yang sedang mencari pekerjaan atau setengah menganggur naik 5% dalam satu tahun terakhir, menurut Eurostat. Lebih dari setengah anak muda di Spanyol dan Italia tidak mempunyai pekerjaan.

Pengusaha juga mengenali tren ini. "Jumlah lamaran telah meningkat pesat," kata Oliver Zischek, Kepala Organisasi Rakyat di Deloitte Jerman, mengatakan kepada DW.

Selama musim gugur tahun 2020, perusahaan jasa profesional menerima 42% lebih banyak lamaran daripada musim gugur sebelumnya. Menurut Zischek, kantor Deloitte di seluruh Eropa mengalami banjir aplikasi yang serupa.

Kesehatan mental yang memburuk

Setiap penguncian baru yang diumumkan, Burns merasa lebih sulit untuk tetap berharap. Sekitar 50% anak muda di seluruh dunia menunjukkan tanda-tanda kecemasan dan depresi, menurut survei tahun 2020 yang dilakukan oleh Organisasi Perburuhan Internasional dan Forum Pemuda Eropa.

'Generasi yang hilang di Eropa tidak bersifat sementara'

"Pesan yang kami terima adalah bahwa kami harus terus berusaha dan semuanya akan kembali normal. Tetapi risiko kehilangan generasi tidak hanya sementara," Silja Markkula, Presiden Forum Pemuda Eropa, sebuah LSM yang berkantor pusat di Brussel, mengatakan kepada DW.

Markkula merasa bahwa pembuat kebijakan Eropa melupakan anak muda. Skema perlindungan sosial tidak mencakup jenis pekerjaan yang dilakukan oleh kaum muda Eropa, seperti kontrak jangka pendek dan magang tanpa bayaran, sementara masalah seperti kesehatan mental tidak mendapat perhatian yang cukup dari Brussel, kata Markkula.

Terlepas dari implikasi yang serius, Presiden Komisi Eropa Ursula von der Leyen gagal menyebut pengangguran kaum muda sebagai masalah kebijakan utama dalam pidato kenegaraannya pada September 2020.

Papan pengumuman untuk mencari pekerjaan

Esther Jardim dari London yang lulus pada tahun 2009 bersimpati terhadap lulusan pandemi. Pascakrisis finansial global, Jardim mendapat penolakan pekerjaan pada malam Natal 2010 dan ia memutuskan untuk melakukan sesuatu yang radikal.

Dia menggunakan sebuah papan sandwich yang diikat ke dadanya dan berjalan di distrik High Holborn di London. Aksi tersebut membuatnya mendapatkan sekitar 30 wawancara dan mendapatkan pekerjaan impian di sebuah agensi PR besar di Inggris.

"Lulusan dapat memanfaatkan kemampuan untuk terhubung dan menjangkau orang-orang. Media sosial benar-benar menghilangkan hambatan. Anda dapat mengirim pesan kepada orang-orang senior di perusahaan. Mereka akan membalas," katanya kepada DW. (ha/vlz)