1. Buka konten
  2. Buka menu utama
  3. Buka situs DW lainnya

Lima Tahun Penjara bagi Pembakar Gereja di Malaysia

13 Agustus 2010

Dua warga negara Malaysia dihukum lima tahun penjara, atas kasus pembakaran gereja yang terjadi pada awal tahun ini, menyusul kontroversi penyebutan kata „Allah“ di Malaysia.

https://p.dw.com/p/Omqq
Presiden Gereja Engangelis Borneo Daniel Raut bicara soal penggunaan kata Allah juga umum digunakan kaum Nasrani berbahasa MelayuFoto: AP

Pengadilan Malaysia memvonis dua bersaudara dengan hukuman lima tahun tahun penjara, atas kasus pembakaran sebuah gereja di pinggiran kota Kuala Lumpur, 7 Januari silam. Serangan dilakukan setelah munculnya provokasi-provokasi yang berkenaan dengan isu rasial dan agama di negeri jiran tersebut. Kedua bersaudara yang divonis itu bernama Raja Mohamad Faizal Raja Ibrahim dan Raja Mohamad Idzham Raja Ibrahim. Sementara seorang terdakwa lain dalam kasus yang sama dibebaskan dari dakwaan.

Hakim pengadilan Malaysia, Komathy Suppiah mengatakan tindakan pembakaran Geraja Metro Tabernacle itu sebagai tindakan mengerikan dan tercela. Ancaman hukuman sebelumnya bagi kedua bersaudara tersebut adalah maksimal hukuman penjara 20 tahun ditambah denda.

Menurut cendikiawan Muslim Indonesia, yang merupakan Dewan Penasihat International Religions and Peace ICRP Djohan Effendi, sikap pemerintah Malaysia yang tegas terhadap aksi kekerasan, termasuk yang berkaitan dengan isu agama, seharusnya dapat ditiru oleh Pemerintah Indonesia: „Di Malaysia terjadi perusakan gereja, tapi pemerintahnya tegas, sehingga tidak terjadi lagi, masalahnya tidak berlarut-larut.“

Serangan terhadap Gereja Metro Tabernacle pada tanggal 7 Januari 2010, hanyalah salah satu dari serangkaian aksi vandalisme terhadap belasan gereja, sebuah sekolah Katolik dan pura, serta mesjid dan musholla, menyusul kontroversi sebutan „Allah“ oleh umat Kristen.

Pada tahun lalu, Pengadilan Malaysia mengizinkan surat kabar Katolik menggunakan kata „Allah“ dalam terbitan edisi bahasa Melayu-nya. Hal tersebut memicu kemarahan beberapa kalangan Muslim di Malaysia. Namun penggunakan kata „Allah“ yang berarti Tuhan itu merupakan hal umum di antara kaum Nasrani yang berbahasa Melayu. Di Malaysia terdapat sekitar sembilan persen umat Kristen dari total sekitar 28 juta penduduk negeri tetangga Indonesia itu. Kebanyakan dari umat Kristen bermukim di Sabah dan Serawak, Borneo.

Pemerintah Malaysia mengajukan banding atas keputusan pengadilan yang memperbolehkan penyebutan „Allah“ bagi kalangan Nasrani tersebut. Sementara pihak oposisi bersikap sebaliknya. Mereka mendukung diperbolehkannya umat Kristen menggunakan kata „Allah.“

Ayu Purwaningsih/afp/rtr

Editor: Marjory Linardy