1. Buka konten
  2. Buka menu utama
  3. Buka situs DW lainnya
SosialJerman

Lewat Panggung Teater Melawan Xenophobia

Gaby Reucher26 Desember 2013

Aktor dengan dan tanpa latar belakang migran, mahasiswa dan profesional, tua-muda, selama lebih dari 20 tahun membawakan pentas teater Turki-Jerman di Hildesheim.

https://p.dw.com/p/1Agfe
Foto: DW/M. Witt

"Kita harus menampilkan peran-peran berbeda. Keluarga bahagia di satu sisi, manajer yang sukses di sisi lain," ujar seorang mahasiswa berusia 23 tahun, Arzu. Bersama dengan kelompoknya, dia mengembangkan adegan-adegan baru, menata panggung, membangun dan menyortir dialog. Tahun ini teater Turki-Jerman memainkan pentas “Pemenang dan Pecundang Masyarakat.“

Simon Niemann, Denise Biermann dan Isabel Schwenk
Foto: DW/M. Witt

Apakah peran manajer selalu sebagai pemenang, sementara penerima Hartz IV atau bantuan sosial selalu sebagai pecundang? Siapa yang kerap mengalami pembatasan atau pengecualian dan mengapa? Suatu hal yang penting adalah bagi Arzu --yang keturunan Turki-- pengecualian bisa menimpa siapa saja. Baik karena latar belakang budaya atau bahkan hanya karena warna rambut. "Berambut pirang pun tidak selalu mudah."

Teater melawan xenophobia

Teater Turki-Jerman di Hildesheim, Niedersachsen, telah sering mengangkat masalah-masalah politik dan sosial dalam sejarahnya yang panjang. Sekitar 20 tahun yang lalu mahasiswa Hildesheim memainkan drama Romeo dan Juliet di atas panggung - sebagai bentuk reaksi terhadap xenophobia yang berkembang di negara ini.

Neclâ Eberle-Erdoğan
Foto: DW/M. Witt

Pada tahun-tahun awal, masalah integrasi menjadi titik perhatian. Seiring perkembangan zaman, kemudian mulai melebar. Proyek teater amatir Turki-Jerman ini terbuka bagi siapa saja. "Beragam orang datang pada kami," jelas Simon Niemann. Siswa berusia 23 tahun ini menjalankan teater bersama dengan dua rekan mahasiswanya. "Mahasiswa dan profesional, orang-orang dengan akar Portugis, Spanyol, Turki atau Jerman, tua dan muda - mereka semua berbagi berkontribusi bersama lewat drama."

Simon menjelaskan: "Kami bekerja dengan unsur-unsur biografi. Pemain dapat membawa pengalaman mereka sendiri dan juga sering menceritakan kisah mereka sendiri." Jadi masalah integrasi bukan hanya di permukaan panggung, tetapi kebanyakan berangkat dari semua yang terjadi di belakang panggung, papar Necla Eberle Erdogan yang berusia 65 tahun: "Banyak orang muda yang tidak pernah berhubungan dengan imigran. Di sini kita bisa mengetahui dan melakukan sesuatu dari contoh kehidupan bersama-sama. Oleh karena itu, kita harus tidak lagi berbicara begitu banyak tentang integrasi, hal itu terjadi begitu saja."

Perubahan mulai dari yang kecil

Untuk dapat menyelaraskan perbedaan juga bukan hal yang mustahil, demikian diyakini Mathias Wieprecht. Pada awalnya, pemain berusia 44 tahun tersebut mengakui bahwa ia memiliki prasangka. Namun hal itu begitu cepat terdegradasi dengan sendirinya dan baginya, menarik untuk belajar tentang budaya lain.

Theater Hildesheim membangun integrasi
Foto: DW/M. Witt

Mahasiswa psikologi Arzu sengaja memilih bermain untuk teater Turki-Jerman, bukan hanya karena ia memiliki akar Turki. "Saya merasa diterima di sini, karena dari awal teater ini sangat terbuka," ucapnya. "Saya selalu berpikir teater itu hanya dimainkan oleh orang-orang yang mengecap sekolah tinggi di sebuah klub drama atau yang orangtuanya selalu pergi ke teater. Tapi di sini semua orang dapat berpartisipasi."

Berkumpul di Theater Hildesheim
Foto: DW/M. Witt

Dan ia meyakinkan temannya Olga untuk bermain bersama. "Karena nama saya Olga, saya sering ditanya-tanya tentang asal saya, Rusia," katanya. Tetapi dalam kelompok teater, itu tidak penting. Yang penting adalah bahwa integrasi dan kerjasama dimulai dari hal kecil. "Karena kita berada dalam kelompok teater, masing-masing latar belakang kami begitu berbeda dan kami menerima itu juga, maka kami bisa melakukan lebih banyak hal lagi."