1. Buka konten
  2. Buka menu utama
  3. Buka situs DW lainnya

Laporan Terbaru Program Pembangunan PBB

9 November 2006

"Sudah saatnya membicarakan "hajat" secara terbuka", demikian ditutur seoarng pejabat Program Pembangunan PBB saat mempublikasikan laporan mengenai krisis air dunia.

https://p.dw.com/p/CJZJ
Foto: bmu

Air menjadi tema pokok dalam laporan setebal hampir 500 halaman yang dikeluarkan Perserikatan Bangsa-Bangsa. Antara lain membahas perempuan Afrika yang harus berjalan jauh untuk mencapai sumur air dan usia anak-anak yang tidak mencapai satu tahun karena tidak mendapatkan air bersih. Namun, bukan angka dan tabel semata yang hendak menjelaskan terjadinya krisis air yang melanda dunia. Saat presentasi laporan itu dipertunjukkan pula film pendek tentang satu perkampungan kumuh di Nairobi:

Film tersebut memperlihatkan sebuah bukit raksasa yang ternyata berfungsi sebagai WC umum bagi 71.000 warga. Mereka mengumpulkan hajat dalam kantong plastik kemudian membuangnya ke bukit tersebut. Setiap kali turun hujan deras, kotoran-kotoran itu terbawa arus, sehingga mengotori air minum. Ini hanya satu contoh dampak dari krisis air global, yang dipresentasikan Ad Melkert dari Program Pembangunan Perserikatan Bangsa-Bangsa:

“Sepuluh tahun yang lalu diskusi mengenai HIV-AIDS masih dirasakan sebagai tabu, kini masalah akses pada air bersih dan sanitasi yang menjadi tema. Dan masalah ini harus dituntaskan segera. Bapak-bapak, ibu-ibu hadirin sekalian, kini sudah saatnya untuk berani membicarakan “hajat” secara terbuka.”

Kurangnya sarana sanitasi air sering menjadi penyebab utama air kotor. Setiap warga keenam di dunia tidak mempunyai akses pada air bersih. Demikian disebutkan dalam laporan terbaru Program Pembangunan PBB. Juga disinggung, bahwa ini bukan merupakan masalah keterbatasan air saja. Namun, terletak pada kurangnya kemauan politik untuk lebih serius menangani masalah ini. Penyediaan air bersih bagi setiap warga dunia seharusnya menjadi tugas publik, demikian dikatakan Ad Melkert:

“Targetnya, setiap warga tersedia air sedikitnya 20 liter per harinya– dan itu cuma-cuma bagi yang tidak mampu membayarnya.”

20 liter per hari – itu tidak banyak. Warga Eropa rata-rata membutuhkan 400 liter setiap hari, sementara di Amerika Serikat bahkan sampai 1.000 liter. Di sinilah dituntut, agar air tidak dihambur-hamburkan. Namun, negara-negara berkembang pun tidak luput dari teguran. Pemerintahnya diminta untuk menyisihkan sedikitnya satu persen dari pendapatan kotor nasional untuk penyediaan air dan sanitasi. Namun, peraturan ini seharusnya juga berlaku bagi negara industri, jika mereka memberikan bantuan dana pembangunan bagi negara berkembang, demikian Ad Melkert menuturkan:

“Laporan tersebut hanya menjelaskan, pembangunan manusiawi bukan hak istimewa orang sedikit, akan tetapi hak segala warga. Maka dari itu, kami serukan kepada PBB untuk bersatu – agar air bisa tersedia untuk semua.”

Ad Melkert memuji politik pembangunan Jerman, yang secara khusus mempedulikan sektor air. Pemerintahannya telah menginvestasikan dana sebesar 300 juta Euro di proyek-proyek air serta pembuangan air kotor.