1. Buka konten
  2. Buka menu utama
  3. Buka situs DW lainnya

Laporan HRW: Konflik, Perburuk Pelanggaran HAM di Kawasan Asia

Kusrini dan Ayu Purwaningsih12 Januari 2007

Konflik yang terjadi di beberapa negara di Asia, telah memperburuk posisi kawasan tersebut dalam catatan pelanggaran terhadap hak-hak asasi manusia. Dalam laporan tahunan Human Rights Watch (HRW) baru-baru ini mencatat pelanggaran HAM serius banyak terjadi di tengah negara-negara konflik dengan situasi politik yang tidak stabil. Diantaranya adalah Afganistan, Bangladesh, Myanmar, Sri Lanka, dan Thailand. Sementara negara-negara dengan populasi sangat tinggi seperti China dan India juga mengalami hal serupa.

https://p.dw.com/p/CP9j

Afghanistan dianggap sebagai tempat berlindung yang aman untuk para pelanggar hak asasi, kriminal dan para anggota kelompok militan ekstrimis. Human Right Watch HRW mencatat terjadi 80 kali aksi bom bunuh diri yang dilakukan oleh para ekstrimis. Ratusan serangan terbuka ditujukan kepada para siswa, guru, dan sekolah-sekolah umum sepanjang tahun 2006. Catatan ini menunjukkan peningkatan yang cukup tajam dibandingkan tahun sebelumnya. Di antara kekacauan itu, kelompok Taliban memanfaatkan situasi untuk mencari keuntungan dengan melakukan transaksi obat-obat terlarang, seperti heroin dan opium.

Pelanggaran HAM diperburuk oleh kondisi pemerintahan Presiden Hamid Karzai. yang korup. Peneliti HRW di Afganistan : Sam Zia Zarifi

“Selatan Afghanistan menderita dengan adanya perang terbuka dengan Taliban yang mengambil keuntungan dari perdagangan obat-obat terlarang yang akhirnya setelah 5 tahun meluaskan aksinya bagian selatan negara tersebut.

Penelitian HRW menunjukkan lebih dari 1000 masyarakat sipil terbunuh ditengah-tengah pertempuran antara Taliban dan komunitas internasional. Dan menurut Perserikatan Bangsa-bangsa PBB, sekitar 1500 keluarga terpaksa terusir dari wilayahnya, hal ini berakibat pada kurangnya akses terhadap pendidikan dan pekerjaan mereka.”

Sementara itu di Sri Lanka, tingkat bentrokan antara tentara pemerintah dan pemberontak Macan Tamil menyebabkan kenaikan dramatis angka pelanggaran serius terhadap hak asasi dan kemanusiaan internasional. Militer yang berkuasa di Burma juga mendapat kritikan tajam terhadap penahanan tokoh demokrasi Aung San Suu Kyi. Pelanggaran hak asasi seperti kerja paksa yang dilakukan oleh militer Myanmar, perkosaan terhadap wanita dan gadis-gadis, dan sejumlah pelanggaran lainnya terus dilakukan. Sementara itu, kup militer di negara tetangga, Thailand berusaha menghindari aksi kekerasan. Tapi menurut HRW, sejak pemecatan Perdana Menteri Thaksin Shinawatra, masyarakat semakin terkekang. HRW juga menuding pemerintah dan separatis Islam di selatan Thailand, melakukan pembunuhan dan aksi kekerasan yang menyebabkan lebih dari 1800 orang tewas dalam jangka waktu 3 tahun terakhir.

Lalu di Bangladesh, ketidakstabilan politik menyebabkan pelanggaran hak asasi justru dilakukan oleh pasukan keamanan. Pelanggaran ini termasuk pembunuhan, pemberlakuan aksi kekerasan dan penyiksaan. Peneliti HRW di Bangladesh, Fred Abraham mengungkapkan:

“Pelanggaran HAM di Bangladesh tahun ini memburuk, kekerasan dilakukan aparat keamanan, korupsi di pemerintahan, diskriminasi terhadap perempuan dan kelompok minoritas. Pelanggaran terhadap hak pekerja.”

India yang terkenal sebagai negara demokrasi dengan media yang terus-terusan mendukung proses demokrasi juga tak luput dari kritik. Staf pemerintah dan pasukan keamanan banyak menyalahgunakan kekuasaan mereka khususnya di daerah konflik seperti di Kashmir.

Pelanggaran terhadap hak asasi di Cina memburuk sangat signifikan tahun lalu saat pemerintah bereaksi terhadap meningkatnya ketidakpuasan masyarakat dengan adanya pengetatan pengawasan. Misalnya pembungkaman terhadap kelompok pengacara yang sangat vokal, wartawan, dan aktivis yang bersemangat mencari kebenaran terhadap korban pelanggaran HAM.

Berita cukup baik datang dari Nepal, dimana kelompok pemberontak Maois mendeklarasikan berakhirnya kekacauan panjang dan menandatangani perjanjian damai dengan pemerintah. Namun, oleh HRW, kedua belah pihak masih dianggap gagal belajar dari pengalaman masa lalu.