1. Buka konten
  2. Buka menu utama
  3. Buka situs DW lainnya

Laporan Akhir Tahun Wartawan Lintas Batas

Edith Koesoemawiria2 Februari 2007

Sejak 1 Januari 2007 sudah 6 orang wartawan dan 4 orang asisten media yang tewas. Demikian tercatat dalam laporan akhir tahun organisasi "Wartawan Lintas Batas" yang dipublikasi Kamis (01.02), laporan itu juga menyebutkan, Indonesia tidak mengambil langkah signifikan untuk memperbaiki kebebasan pers. Lalu bagaimana dengan negara lain?

https://p.dw.com/p/CP9C

Berita yang disensor, penangkapan, bahkan penyiksaan atau pembunuhan pekerja media. Bagi jurnalis atau wartawan yang bekerja di wilayah krisis atau di negara-negara berpemerintahan otoriter, situasi semakin buruk.

Sampai kini di seluruh dunia ada 142 orang wartawan, 4 orang asisten media serta 59 blogger atau penulis internet yang ditahan. Dalam laporan akhir tahun itu, Wartawan Lintas Batas menyatakan kekhawatiran atas meningkatnya pembatasan terhadap kebebasan pers di seluruh dunia. Pemasungan tidak saja berlaku bagi media tradisional, tetapi juga pada media eletronik yang kini juga disorot oleh rejim-rejim represif. Direktur Wartawan Lintas Batas seksi Jerman, Elke Schäfter menjelaskan.

"Pemberitaan, yang tidak diinginkan juga disensor dari internet. Tahun ini saja sudah 30 orang blogger yang dibui, karena mereka mengungkapkan pendapatnya di Internet."

Cina merupakan negara yang paling garang menghadapi penulis internet. Saat ini, 50 orang blogger mendekam di penjara Cina. Juga pemerintahan transisi Thailand menyensor halaman internet setelah kudeta militer tahun lalu. Selain itu, negara-negara seperti Vietnam, Suriah, Tunisia dan Libia menangkap sejumlah wartawan online.

Sementara di Meksiko konflik antara pemerintahan dengan masyarakat adat beberapa tahun ini telah menyebabkan 900 orang wartawan ditangkap dan 81 orang tewas. Namun situasi pers bukan saja memburuk di Meksiko. Menurut laporan Wartawan Lintas Batas, kebebasan pers di Amerika Serikat, Perancis dan Jepang kian mengkhawatirkan. Situasi sulit juga terlihat pada tiga negara di urutan paling bawah daftar kebebasan pers dunia, yakni Eritrea di peringkat ke 166, Turkmenistan di peringkat 167 dan Korea Utara di urutan terakhir, 168.

Di Asia, Singapura terjerembab ke peringkat 146 karena tindak hukum yang digunakan pemerintahan itu untuk membungkam media asing. Juga posisi Filipina merosot karena maraknya pembunuhan wartawan dan ancaman hukum yang dihadapi wartawan. Ancaman dan serangan fisik terhadap wartawan juga berdampak pada peringkat negara demokratis baru seperti Timor Leste dan Mongolia.

Kembali ke Indonesia, disebutkan, walaupun presiden Susilo Bambang Yudhoyono sejumlah kali mengutarakan dukungannya kepada pers, tekanan terhadap pers melalui tindak-tindak hukum di luar undang-undang pers, maupun tindak di luar hukum masih terjadi.

Pada laporan Wartawan Lintas Batas itu tertera, Herliyanto seorang jurnalis independen dibunuh di Jawa TimurMei tahun lalu,, karena pemberitaannya mengenai korupsi di tingkat lokal. Sementara organisasi Aliansi Jurnalis Independen, AJI, mencatat ada 20 kasus serangan dan ancaman fisik terhadap kawula pers Indonesia. Sejumlah film mengenai kegiatan militer di berbagai wilayah Indonesia sampai sekarang masih dilarang diputar secara terbuka. Dalam laporan itu, Aceh disebutkan secara khusus, dimana kesepakatan damai 2005 berdampak positif pada media di wilayah itu. Indonesia kini berada di urutan 103, naik dari peringkat 117 di 2005.