1. Buka konten
  2. Buka menu utama
  3. Buka situs DW lainnya

Lagu tentang Integrasi

8 Februari 2011

Benturan budaya adalah masalah yang hampir selalu menyebabkan integrasi tidak berhasil. Tema integrasi adalah tema yang juga menjadi sumber inspirasi bagi banyak pemusik.

https://p.dw.com/p/10Cbg
Seorang murid di Jerman menulis kata Integration (integrasi) di papan tulis.Foto: picture-alliance/dpa


“I'm an alien, I'm a legal alien, I'm an Englishman in New York.” Itulah sebagian syair lagu yang ditulis penyanyi kenamaan asal Inggris, Sting, Englishman in New York. Yang diceritakan dalam lagu itu adalah kesulitan yang dihadapi seorang pria Inggris yang tinggal di New York, di Amerika Serikat. Masalah yang dihadapinya terutama karena benturan budaya, dan itu jugalah yang hampir selalu menyebabkan integrasi tidak berhasil.

"I'm an alien"

Sting
Pemusik asal Inggris StingFoto: Deutsche Grammophon

Lagu ciptaan Sting ini menggambarkan integrasi yang tidak berfungsi. Si pendatang tidak dapat menerima kebudayaan negara yang didatanginya. Bukan itu saja, ia menganggap dirinya lebih berbudaya daripada orang-orang di negara itu.

Ironisnya, ia menyebut dirinya sendiri “alien”, yang artinya mahluk asing. Dengan demikian ia menunjukkan juga, bahwa ia memang tidak ingin berintegrasi. Itu diperkuat dengan sebuah seruan yang diulang berkali-kali di bagian akhir. “Be yourself no matter what they say”, atau jadilah dirimu sendiri, apapun yang dikatakan orang lain. Pertanyaan yang timbul sekarang, apakah orang kehilangan identitas diri jika berintegrasi?

Orang Afrika di Paris

Lagu karya Sting tersebut diadaptasi banyak seniman lain. Di antaranya, Tiken Jah Fakoly, seorang penyanyi jenis musik Reggae yang berasal dari Pantai Gading. Lagunya berjudul Africain a Paris, atau orang Afrika di Paris. Lagunya menampilkan sudut pandang serupa seperti dalam lagu asli karya Sting, tetapi si pendatang terutama lebih merasakan kesedihan karena berada jauh dari negara asalnya.

Tiken Jah Fakoly Konzert in Hamburg
Pemusik Reggae asal Pantai Gading, Tiken Jah FakolyFoto: picture-alliance / Jazz Archiv

Lagu itu dibuka dengan surat yang ditulis kepada ibunya. Ia menggambarkan hidupnya sebagai orang Afrika di Paris, yang disebutnya tidak seperti di neraka dan tidak seperti di surga. Yang jelas ia merasa seperti di pengasingan, menjadi orang asing di Paris.

Harus Berintegrasi

Pendatang yang digambarkan di dua lagu tadi tidak menghadapi kesulitan yang paling sering dihadapi orang asing, yaitu masalah bahasa. Masalah itu mendapat sorotan di lagu berikut ini, yang dinyanyikan seorang penyanyi Rap Jerman bernama Oliver Harris, yang lebih dikenal sebagai Harris. Ia keturunan Afrika dan besar di kota Berlin.

“Kau muda, berdambut hitam, berkulit gelap. Percaya padaku, aku tahu cara orang menatap yang seolah mengatakan ‘kau orang asing tai'. Tetapi itu bukan Jerman. Itu hanya bagian yang sangat kecil, hanya seperti sekejap mata. Mengapa kamu tinggal di sini 10 tahun atau lebih tetapi tidak dapat berbahasa Jerman? Kamu mengatakan orang Jerman tai. Tolong, pergilah dari sini. Banyak orang yang tidak tahu harus berada di mana. Kamu beruntung ada di sini. Jadi bersikaplah yang baik, lakukan pekerjaanmu, jadilah dewasa, tidak peduli orang Turki, Afrika, Arab atau India.“

Superteaser NO FLASH Deutschland Integration in Berlin
Dua perempuan yang mengenakan cadar dan penutup kepala di daerah Neukölln, BerlinFoto: picture alliance/dpa

Itu sebagian syair lagu yang dibawakan Harris. Judulnya Nur ein Augenblick, atau hanya sekejap mata. Ia adalah contoh orang asing yang berbaur dan berintegrasi sepenuhnya di masyarakat Jerman. Ketika baru dipublikasikan September 2010, lagu ini mendapat kritik, karena Harris mempermasalahkan tidak adanya keinginan berintegrasi pada sebagian imigran. Ia mempertahankan diri dan menampik tuduhan bahwa ia terlalu nasionalis. Ia menekankan bahwa ia menulis lagu ini untuk Jerman.

Untuk Mempermudah Integrasi

Dalam lagunya Harris memberikan alasan mengapa orang asing harus berintegrasi, yaitu karena Jerman sudah menerima dan memperlakukan mereka dengan baik. Jalan menuju integrasi di negara manapun tidak mudah. 44 tahun yang lalu, kelompok musik asal Inggris, The Beatles, memberikan usul, apa yang diperlukan agar integrasi berjalan baik. Usulnya diberikan lewat lagu berjudul All You Need is Love.

NO FLASH Symbolbild Beatles Hamburg
The Beatles ketika berbincang-bincang dengan reporter di Kennedy Airport, New York (07/02/1964)Foto: AP

Karya John Lennon itu dibuat untuk acara televisi internasional pertama, yang disiarkan live lewat satelit tanggal 25 Juni 1967, bernama Our World. Acara itu ditonton 400 juta pemirsa di 26 negara. Seniman dari 19 negara berpartisipasi dalam acara itu. The Beatles diminta menulis lagu yang berisi pesan sederhana tetapi dapat dimengerti di semua negara. Dan hasilnya menggerakkan hati semua orang yang mendengarnya.

“Semua yang dapat kau lakukan, pasti bisa dilakukan. Lagu yang kamu bisa nyanyikan, pasti dapat dinyayikan. Kalau kamu tidak bisa berkata apapun, kamu dapat mempelajari permainan itu. Caranya mudah. Semua yang dapat kau ketahui, memang bisa diketahui. Kamu tidak mungkin berada di tempat, di mana kamu tidak benar-benar ingin berada. Caranya mudah. Yang kamu perlukan hanya kasih.“ Demikian sebagian lirik lagu karya The Beatles tersebut.

Marjory Linardy

Editor: Christa Saloh