1. Buka konten
  2. Buka menu utama
  3. Buka situs DW lainnya

Kunjungan Raja Salman Bawa Berkah Ekonomi

2 Maret 2017

Kunjungan Raja Salman dari Arab Saudi ke negara-negara Asia jadi tema menarik terkait tatanan geo-politik di kawasan. Bagaimana negara-negara Asia Tenggara menanggapinya? Wawancara DW dengan pakar politik Saleena Saleem:

https://p.dw.com/p/2YT9J
Indonesien Saudi Arabien König Salman bin Abdul Aziz bei Joko Widodo
Foto: Reuters/Presidential Palace Photographer/A. Suparto

Kunjungan Raja Salman dari Arab Saudi ke sejumlah negara Asia menjadi tema menarik terkait tatanan geo-politik dan sosio-religius di kawasan. Bagaimana negara-negara Asia Tenggara menanggapinya? Wawancara DW dengan Saleena Saleem periset di Nanyang Technological University Singapore.

DW: Seberapa penting kunjungan Raja Salman dari Arab Saudi ke negara-negara Asia Tenggara seperti Indonesia dan Brunei dalam rangka mendorong hubungan antara Riyadh dengan kawasan. Apa yang diharapkan Raja Salman dari kunjungannya ke negara-negara ini?

Saleena Saleem: Konteks geo-politik aktual menjadikan kunjungan ini penting bagi Arab Saudi. Terus turunnya harga minyak beberapa tahun terakhir dan perkembangan konflik sektarian Syiah-Sunni di Suriah dan Yaman memberikan impak pada kemampuan Arab saudi untuk membiayai pengaruh "soft powernya." Tapi perlu diperhatikan, tujuan utama tur Raja Salman ke Asia ini adalah untuk mendorong kerjasama ekonomi dengan Cina dan Jepang. Arab Saudi merencanakan swastanisasi perusahaan minyak nasional Aramco, dan ingin menarik investor dari Cina serta Jepang.

Juga harus dicatat, bahwa Malaysia menjadi negara singgahan pertama Raja Salman. Perkembangan ekonomi Malaysia serta statusnya sebagai negara Muslim yang moderat dan terbuka dipandang sebagai sejarah sukses di Timur Tengah. Arab Saudi juga selalu memandang penting hubungannya dengan Malaysia. Malaysia termasuk mitra ekonomi penting bagi Arab Saudi. Malaysia membeli minyak mentah untuk diolah dari Arab Saudi. Demonstrasi dukungan dengan kunjungan resmi ini amat menguntungkan dalam memelihara hubungan diantara kedua negara.

Terlepas dari kepentingan Arab Saudi mendorong hubungan ekonomi di kawasan, Arab Saudi juga ingin memelihara hubungan sosio-politik dengan Indonesia, negara dengan mayoritas penduduk Muslim Sunni. Indonesia menjadi penting karena memiliki populasi Muslim terbesar di Asia. Terkait rivalitas politik dominasi kawasan antara Riyadh dan Teheran, kunjungan ini menjadi sinyal komitmen Riyadh bagi pimpinan politik Sunni di Asia Tenggara. Delegasi Arab Saudi juga mengikutsertakan pimpinan religius, yang ingin menjalin kontak dengan pimpinan religius di negara-negara Asia Tenggara. Ini akan memperdalam koneksi Muslim Sunni antara Arab Saudi dengan negara berpenduduk mayoritas Muslim di Asia Tenggara. Gagasan Arab Saudi adalah memperdalam dukungan sosio-politik bagi negara Muslim di Asia Tenggara, yang akan memperkuat posisinya sebagai pimpinan blok Sunni Muslim.

Apa yang diharapkan negara-negara ini dengan memperdalam hubungan dengan Riyadh.

Keuntungan ekonomi, itu jelas. Arab Saudi telah menandatangani kesepakatan investasi kilang minyak di Malaysia, yang akan membantu menciptakan lapangan kerja baru di Malaysia. Berita ini disambut gembira, karena bulan Januari lalu, Arab Saudi mengindikasikan akan mundur dari proyek investasi itu. Kunjungan Raja Salman dan penandatanganan kesepakatan investasi, memilki dampak bagus bagi pemimpin Malaysia, Najib Razak yang menghadapi tuntutan dugaan korupsi dan mismanajemen pada yayasan investasi negara 1MDB. Inilah salah satu cara Riyadh menunjukkan dukungannya kepada pimpinan negara Asia Tenggara.

Bagaimana tanggapan atas kunjungan ini di kawasan, karena dilaksanakan berbarengan dengan kekhawatiran meningkatnya fundamentalisme bergaya Wahabi serta ekstremisme keagamaan di kawasan?

Para pimpinan politik memandang kunjungan ini secara positif, karena mereka melihat keuntungan bagi sektor ekonomi dan citra politik bagi mereka sendiri. Warga masyarakat secara umum juga memandang kunjungan Raja Salman ini menguntungkan, karena menjadi sinyal bahwa negara dengan umat Muslim mayoritas di Asia Tenggara memiliki keterikatan dengan dunia Muslim Sunni. Arab Saudi juga ingin menjalin kontak dengan pimpinan sosial dan religius di Asia Tenggara, dan siap memberikan sumbangan dalam jumlah besar bagi proyek-proyek sosial dan religius, dan ini dinilai menguntungkan.

 Ada tudingan bahwa sumbangan Arab Saudi kepada pimpinan keagamaan dan sekolah memberikan kontribusi bagi meningkatnya radikalisme di kalangan tersebut. Bagaimana pandangan Anda? Apa yang bisa dilakukan negara tersebut, untuk melindungi diri dari tren tersebut?

Tren ini sudah dimulai sejak tahun 1980-an. Generasi pemuka agama dari Asia Tenggara yang dilatih pada periode tersebut di sekolah Arab Saudi atau pesantren yang dibiayai Arab Saudi kini masih terus aktif pada kisaran umur 50-an, dan kini merekalah yang mengajar generasi muda di negaranya masing-masing.

Penting untuk dipahami, bahwa pelatihan religius di era itu, dimanfaatkan untuk tujuan politik. Misalnya merekrut orang untuk berperang melawan Uni Soviet di Afghanistan. Dalam konteks saat ini, pelatihan semacam itu, justru akan mengancam posisi para pimpinan Arab Saudi. Hal ini terlihat sejak tahun 1990-an. Karena itu, Arab Saudi menerapkan pendekatan baru, dengan tekanan menolak pemikiran ekstrimisme yang dianjurkan oleh kelompok semacam Al Qaida atau ISIS. Akan tetapi ini merupakan langkah terbaru dan hasilnya tidak akan segera kelihatan. Sementara itu, negara-negara Asia Tenggara juga perlu pro-aktif dalam memonitor jenis pendidikan Islam yang diberikan di sekolah-sekolah mereka.

 

Pewawancara: Srinivas Mazumdaru

Saleena Saleem Associate Research Fellow, Institute of Defence and Strategic Studies S. Rajaratnam School of International Studies. Nanyang Technological University Singapore.