1. Buka konten
  2. Buka menu utama
  3. Buka situs DW lainnya

Kunjungan Presiden Pakistan di Afghanistan

7 September 2006

Sementara Operasi Medusa dari NATO melawan Taliban masih berjalan, Presiden Pakistan Pervez Musharraf mengadakan kunjungan kenegaraan ke Kabul selama dua hari sejak hari Rabu (06/09) kemarin.

https://p.dw.com/p/CJbG
Seorang tentara Pakistan sedang mengawasi perbatasan Pakistan-Afghanistan di Waziristan Utara
Seorang tentara Pakistan sedang mengawasi perbatasan Pakistan-Afghanistan di Waziristan UtaraFoto: AP

Tema utama pada dialog dalam kunjungan Musharraf ini adalah situasi di daerah perbatasan antara Pakistan dan Afghanistan. Daerah yang selalu dipakai oleh tentara pertahanan Taliban. Menurut utusan khusus PBB untuk Afghanistan, Tom Koenigs, mereka lah yang bertanggung jawab atas kerusuhan yang sekarang ini terjadi di bagian Selatan negara ini.

"Di seperempat bagian dari negara ini ada pemberontakan yang sangat didukung kuat oleh negara tetangga. Saya tidak akan mengatakan didukung oleh pemerintah Pakistan melainkan oleh daerah utara Pakistan yang tidak dapat dikendalikan oleh pemerintah.“

Daerah yang dimaksud Koenig adalah salah satu propinsi Afghanistan, Waziristan. Daerah yang berbatasan langsung dengan Afganistan ini merupakan sebagian dari beberapa kawasan suku dibawah pemerintahan federal. Kawasan ini juga termasuk kawasan pengungsian suku Pashtun, suku mayoritas di Afghanistan yang juga merupakan kekuatan pro-Taliban terbesar.

Semasa pendudukan Uni Soviet di Afghanistan, Waziristan sudah menjadi ruang gerak mundur untuk pejuang perlawanan. Dan ketika Taliban harus meninggalkan Kabul pada tahun 2001, kebanyakan mengungsi ke Waziristan. Disana mereka dapat hidup tanpa gangguan dari pemerintah Pakistan. Beberapa petinggi Al Qaida, salah satunya Osama Bin Ladin, dikabarkan juga mengungsi kesana.

Dibawah tekanan internasional, Pakistan harus menindak kelompok radikal Islam. Beberapa tahun lalu Pakistan menempatkan sekitar 80.000 tentara dan kekuatan para-militer di daerah perbatasan. Mereka juga melancarkan serangan militer terhadap tempat-tempat yang diduga sebagai kamp-kamp Al Qaida dan persembunyian Taliban. Tetapi usaha ini tidak terlalu sukses. Walaupun banyak pejuang Al Qaida yang tertangkap dan terbunuh, banyaknya korban diantara rakyat sipil membangkitkan kemarahan suku Pashtun. Sampai sekarang pemerintah Pakistan masih belum berhasil memegang kendali militer di Waziristan.

Dengan latar belakang ini, perjanjian perdamaian antara pemerintah Pakistan dan suku-suku pemberontak yang diputuskan pada 5 september tahun ini dapat dilihat sebagai kekalahan Musharraf. Memang tentara pertahanan rakyat Pashtun telah menyatakan, mereka akan memberhentikan aksi militer di Pakistan dan Afghanistan. Mereka juga bersedia untuk berhenti mengirmkan pejuang Al Qaida ke luar negeri. Syaratnya, Pakistan harus menarik pasukan dari wilayah mereka.

Sekarang ada kebimbangan besar, apakah perjanjian perdamaian itu akan bisa menenangkan daerah ini. Namun, tindakan militer tidak akan cukup, aku para politisi. Menteri Ekonomi Afganistan, Amin Farhang, menambahkan:

"... pembangunan kembali di bidang ekonomi harus dilakukan secara besar-besaran dan kuat. Hal ini berlaku di kawasan perbatasan, dimana warga mengungsi ke Pakistan karena situasi darurat. Setelah beberapa tahun mereka kembali ke Afganistan sebagai teroris. Di kawasan perbatasan, pertolongan harus ditawarkan kepada orang-orang seperti ini. Baik dibidang ekonomi juga pendidikan.“

Situasi kritis di perbatasan antara Afganistan dan Pakistan menjadi topik utama pertemuan kedua pemimpin negara. Kedua pihak mencoba mengembangkan strategi bersama untuk mencegah kebangkitan Taliban. Dengan optimisme yang luas, Menteri Luar Negeri Afganistan Rangin Dadfar Spanta, bekata:

"Kami mengharapkan bahwa dialog ini akan membuahkan hasil nyata untuk perdamaian dan keamanan di Afganistan. Kami bersedia untuk mebicarakan semua masalah secara terbuka dengan Pakistan. Kami juga mengharapkan pihak Pakistan untuk bersama-sama berjuang melawan terorisme."

Menjelang lima tahun peringatan serangan 11 September, tuntutan tersebut mendapatkan bobot istimewa di kawasan ini.