1. Buka konten
  2. Buka menu utama
  3. Buka situs DW lainnya

KTT Iklim Kopenhagen - Satu Kesuksesan bagi Cina

22 Desember 2009

Berbeda dengan para pakar dan poltikus di seluruh dunia yang mengkritik tajam hasil KTT, Cina justru melihat pertemuan puncak di ibukota Denmark itu sebagai sebuah kesuksesan, setidaknya untuk diri sendiri.

https://p.dw.com/p/LAlX
Perdana Menteri Cina Wen Jiabao berjalan kembali ke tempatnya setelah menyampaikan pidatonya dalam KTT Iklim KopenhagenFoto: AP

Cina sebagai salah satu negara penghasil emisi gas karbon terbesar di dunia memainkan peran penting selama KTT Iklim di Kopenhagen. Perdana Menteri Wen Jiabano menggunakan Kopenhagen untuk menampilkan Cina yang penuh percaya diri.

Selama hampir dua pekan, Konferensi Iklim di Kopenhagen mendominasi pemberitaan media-media Cina. Hanya pada hari terakhir saja, ketika sidang memulai pembacaan dokumen penutup, stasiun televisi Cina menggeser laporan Kopenhagen ke belakang. Hal yang sama juga terjadi saat Perdana Menteri Wen Jiabao menyampaikan pidato sasaran Iklim Cina.

Cina akan tetap berupaya menciptakan kemakmuran melalui pertumbuhan ekonomi, namun setidaknya lebih ramah lingkungan dan hemat energi. Namun hal tersebut juga berarti bahwa emisi gas karbon akan terus meningkat hingga tahun 2030.

Reaksi resmi Beijing terhadap hasil di Kopenhagen baru diumumkan pada Senin pagi (21/12). KTT Iklim merupakan awal yang baru, begitu tulis juru bicara pemerintah Qing Gang di situs internet Kementrian Luar Negeri. Prinsip kolektif namun dengan tanggungjawab yang berbeda-beda antar negara tetap terjaga, begitu tambah Qing. Ia juga menegaskan, kedaulatan dan kepentingan nasional Cina harus dihormati.

Namun Yang Ailun dari Greenpeace Cina yang juga menghadiri konferensi di Kopenhagen, melihat dengan sudut pandang yang berbeda. "Kita harus menyadari bahwa delegasi Cina datang ke Kopenhagen dengan niat baik. Secara pribadi saya anggap kurang adil jika media menampilkan Cina sebagai penghambat. Tapi Cina tidak diragukan lagi ikut bertanggungjawab atas gagalnya KTT Iklim. Karena Cina salah satu negara penghasil emisi gas terbesar di dunia. Selama ini Cina tidak mengakui betapa pentingnya perannya di dunia internasional. Ini bukan soal kepentingan nasional. Cina telah menolak sebuah peluang besejarah. Dan itu saya anggap sebagai kegagalan terbesar."

Sebaliknya pemerintah Beijing memandang Kopenhagen sebagai langkah pertama menuju ikatan bagi negara industri maju untuk menetapkan sasaran penurunan kadar emisi gas rumah kaca lebih tinggi ketimbang sebelumnya. Dalam dokumen penutup disebutkan, saran jangka panjang adalah membatasi kenaikan suhu rata-rata bumi menjadi maksimal dua derajat Celcius. Selain itu juga disepakati komitmen bantuan keuangan bagi negara miskin dan evaluasi menyeluruh terhadap program perlindungan iklim masing-masing negara. Pemerintah Cina mengumumkan akan mendorong investasi untuk energi terbarukan di dalam negeri.

Eberhard Sandschneider, pakar Cina di Pusat Kajian Politik Luar Negeri di Jerman meyakini, bahwa Beijing akan benar-benar bertindak memerangi perubahan iklim. "Tampaknya pemimpin politik Cina telah memahami, bahwa kebijakan iklim lebih dari sekedar retorika atau istilah biasa. Siapa pun yang memahami masalah lingkungan di Cina, pasti tahu bahwa ia tidak perlu menjelaskannya lagi kepada Menteri Lingkungan Cina, kebijakan iklim memiliki prioritas tertinggi."

Sebaliknya di antara warga Cina muncul keraguan terhadap keseriusan dunia Barat dalam memerangi pemanasan global. Seperti yang diutarakan oleh seorang warga Shanghai, "Saya kecewa, saya tadinya berharap, negara-negara industri akan mengambil tanggung-jawab utama. Mereka negara kaya namun enggan mengambil bagiannya pada tanggungjawab bersama. Saya pribadi melakukan banyak hal untuk melindungi lingkungan. Saya tidak mengendarai mobil untuk jarak dekat. Saya juga berhati-hati dalam menggunakan air, pemanas dan listrik."

Astrid Freyeisen/Rizki Nugraha

Editor: Christa Saloh