1. Buka konten
  2. Buka menu utama
  3. Buka situs DW lainnya

Krisis politik di Bangladesh

Edith Koesoemawiria6 Februari 2007

Organisasi anti korupsi, Transparency Internasional mencatat Bangladesh termasuk sepuluh negara paling korup di dunia. Selasa (06/02), ketua komisi anti korupsi Bangladesh, Hossain Khan menyatakan akan mengundurkan diri. Padahal awal pekan ini, pemerintahan transisi Bangladesh menangkap sembilan belas petinggi dari dua partai terbesar di negara itu. Lalu mengapa tindakan yang disambut rakyat Bangladesh dianggap bisa menimbulkan krisis?

https://p.dw.com/p/CP98

Rakyat Bangladesh berbicara mengenai halaman baru dalam sejarah, menyampaikan pujian atas tindakan Perdana Menteri Pemerintahan Transisi, Fakhruddin Ahmed. Pengadilan Bangladesh menetapkan masa tahanan 30 hari di penjara pusat ibukota Dhaka bagi sembilan belas tertuduh koruptor itu.

Isyarat bahwa akan berlangsung aksi sapu bersih koruptor sudah terdengar dalam ceramah Perdana Menteri Fakhruddin Ahmed sebelumnya.

„Pengorbanan semasa perjuangan kemerdekaan Bangladesh, bukannya bertujuan agar negara ini dipimpin penguasa-penguasa jahat. Sudah waktunya kita membangun tata negara yang adil bagi masyarakat.“

Dalam kurun waktu 24 jam setelah pernyataan itu, 15 tokoh politik dibui. Diantaranya, politisi-politisi dari Liga Awami seperti bekas Menteri Dalam Negeri Nasim dan mantan Menteri Perencanaan Mahiuddin Khan Alamgir.

Sementara dari partai Nationalis Bangladesh, BNP, termasuk mantan menteri Nazmul Huda dan Salahudin Kader Chowdurry, yang dulu menjadi penasehat mantan Perdana Menteri Khaleda Zia. Juga bankir dan pengusaha media televisi swasta Bangladesh, Mosaddak Ali Falu, diciduk, walaupun bukan langsung di awal operasi. Ia dituduh memperkaya diri melalui bisnisnya dengan pengusaha korup semasa masa jabatan Khaleda Zia. Sementara putera Khaleda Zia, Tareq Rahman berada dalam pengawasan.

Saat ini ada 36 tokoh politik dalam daftar koruptor yang dikeluarkan Kementerian Dalam Negeri Bangladesh. Namun tampaknya daftar ini bakal lebih panjang, diperkirakan nama petinggi yang tercatat akan melampaui jumlah 300 orang.

Meski hembusan angin perubahan disambut lega oleh kebanyakan rakyat Bangladesh, kekhawatiran juga tidak sedikit. Pemerintahan transisi Bangladesh dibentuk pertengahan Januari guna mempersiapkan pemilu berikut. Hal ini menyusul keputusan mantan presiden Iajuddin Ahmed untuk mengundurkan diri dan memberlakukan situasi darurat akibat sengketa antara Liga Awami dan partai BNP yang meluap menjadi kerusuhan.

Ada dugaan bahwa upaya reformasi Perdana Menteri Fakhruddin Ahmed merupakan strategi agar tetap berkuasa atau bahkan guna membuka jalan bagi pemerintahan militer. Sejumlah pengamat menilai, perkembangan saat ini dikendalikan oleh militer Bangladesh. Di pihak lain, pakar politik Harun-ur Rashid menilai,

„Aksi sapu bersih ini akan menjadi tekanan bagi pemerintahan yang nanti dipilih untuk menjalan politik yang bebas suap dan bersih dari pengaruh kekuasaan“

Dengan optimisme itu, Bangladesh menjelang pemilihan mendatang. Ketua Komisi Pemilu Bangladesh dan wakilnya sudah dipilih dan mulai menjalankan tugasnya hari Selasa 6 Februari.