1. Buka konten
  2. Buka menu utama
  3. Buka situs DW lainnya

Kosovo Nyatakan Diri sebagai Negara Berdaulat

17 Februari 2008

Hari Minggu (17/02), Kosovo menyatakan diri berpisah dengan Serbia. Dengan itu, provinsi Serbia yang dihuni mayoritas etnis Albania tersebut resmi berdiri sebagai negara berdaulat.

https://p.dw.com/p/D8vc
PM Kosovo Hashim Thaci (kanan) dan Presiden Kosovo Fatmir Sejdiu (kiri)memperkenalkan bendera baru Kosovo usai pernyataan kemerdekaan negaranya.
PM Kosovo Hashim Thaci (kanan) dan Presiden Kosovo Fatmir Sejdiu (kiri)memperkenalkan bendera baru Kosovo usai pernyataan kemerdekaan negaranya.Foto: picture-alliance/ dpa

Dengan berpisahnya Kosovo dari Serbia, berakhir pula kisah penderitaan panjang warga etnis Albania di salah satu negara bekas Yugoslavia tersebut.

"Kami, para pemimpin Kosovo menyatakan Kosovo sebagai negara yang merdeka dan demokratis.“

Tepuk tangan menutup pernyataan kemerdekaan yang dibacakan perdana menteri Kosovo, Hashim Thaci.

Kembang api mewarnai langit Kosovo dan puluhan ribu warga Kosovo turun ke jalan-jalan di ibu kota Pristina untuk merayakan kemerdekaannya. Bersamaan dengan musik yang mengalun dari panggung-panggung jalanan, massa yang berpesta mengibarkan bendera Amerika Serikat, Inggris, Prancis, Jerman, Italia dan bendera negara Eropa lainnya untuk menghormati jasa pada negara-negara yang membantu pemisahan Kosovo dari Serbia.

Sementara warga Kosovo bersuka ria merayakan kemerdekaannya, awan kelam menggantung di Serbia. Dengan tegas pemerintah Serbia menentang pemisahan Kosovo. Perdana Menteri Serbia Vojislav Kostunica menuding Kosovo sebagai ’negara palsu’. Presiden Serbia Boris Tadic menyatakan bahwa negaranya tidak akan pernah mengakui kedaulatan Kosovo.

Lebih lanjut Presiden Boris Tadic, "Ini merupakan saat yang berat bagi kita semua, saya meminta semua warga Serbia untuk memahami kami. Serbia sebagai negara ingin melakukan langkah penting di lingkup wewenangnya untuk menentang pemisahan Kosovo. Serbia tidak akan menerima kedaulatan Kosovo. Serbia akan mencari jalan damai, diplomatis dan menempuh jalan hukum untuk membatalkan keputusan itu. Saat ini yang paling penting adalah keselamatan warga. Saya meminta KFOR dan UNMIK untuk melindungi warga Serbia, tapi kita juga harus menjaga diri. Serbia tidak akan menggunakan kekerasan. Serbia akan berjuang sekuat tenaga dan secara legitim untuk mempertahankan integritas negara dan itu dilakukan hingga pemisahan Kosovo dibatalkan.“

Sekutu penting Serbia, Rusia, juga menentang pemisahan provinsi di kawasan selatan Serbia tersebut. Rusia menyatakan pernyataan kemerdekaan sepihak oleh Kosovo tidak sah dan meminta Dewan Keamanan Perserikatan Bangsa-Bangsa untuk tidak menerima pernyataan itu serta mendesak dilakukannya perundingan antara warga etnis Albania Kosovo dengan pemerintah di Beograd.

Kementerian Luar Negeri Rusia secara resmi mengeluarkan pernyataan mendesak PBB untuk membatalkan pernyataan Kosovo dan memperingatkan ancaman peningkatan kekerasan etnis di wilayah Balkan. Hari Minggu kemarin (17/02), atas permintaan Rusia Dewan Keamanan PBB mengadakan sidang darurat tertutup. Rusia dan Cina merupakan negara anggota Dewan Keamanan PBB yang menentang pemisahan Kosovo dari Serbia.

Sebelum sidang darurat Dewan Keamanan PBB, duta besar Rusia di PBB Vitaly Churkin mengatakan pada pers bahwa negaranya dan Serbia juga meminta pertemuan terbuka dengan PBB pada hari Senin (18/02) dan menghadirkan Presiden Serbia Boris Tadic.

Churkin menuturkan, "Hari ini, delegasi Rusia di PBB meminta digelarnya pertemuan konsultatif Dewan Keamanan dan juga delegasi Serbia dan Rusia menulis surat untuk Ketua Dewan Keamanan meminta pertemuan darurat besok dan kami berharap Presiden Serbia hadir dalam pertemuan itu. Di pertemuan hari Minggu ini, kami mengharapkan Resolusi 1244 dan dokumen relevan lainnya diimplementasikan oleh misi PBB di Kosovo, UNMIK. Dengan itu UNMIK seharusnya menyatakan pernyataan kemerdekaan sepihak Kosovo sebagai tidak sah.“

Sekretaris Jenderal PBB Ban Ki Moon dijadwalkan hadir dalam sidang darurat tertutup Dewan Keamanan PBB tersebut di New York. Hingga sesaat menjelang sidang tertutup Dewan Keamanan PBB, kantor Sekjen PBB tidak mengeluarkan pernyataan apa pun mengenai kemerdekaan Kosovo dan menyerahkan semua keputusan kepada Dewan Keamanan.

Delegasi negara-negara barat di PBB menyatakan bahwa Dewan Keamanan sejak lama mengalami kebuntuan dalam menangani masalah Kosovo. Salah seorang diplomat negara barat mengatakan bahwa resolusi 1244 mengenai pemerintahan administrasi Kosovo di bawah misi PBB dan NATO sama sekali tidak menghalangi dinyatakannya kemerdekaan.

Negara-negara barat mendukung permintaan dua juta warga etnis Albania di Kosovo untuk mendirikan negara yang berdaulat, sembilan tahun sejak NATO terlibat dalam perang antara Serbia dan Kosovo.

Uni Eropa akan mengirimkan misi pengawas untuk menggantikan misi PBB. Hari Senin ini (18/02) rencananya menteri-menteri luar negeri Uni Eropa akan mengadakan rapat di Brüssel membicarakan masalah Kosovo. Sejumlah anggota Uni Eropa termasuk Inggris, Jerman, dan Bulgaria menolak mengeluarkan pernyataan sebelum rapat tersebut.

Inggris, Jerman, Prancis, dan Italia menyatakan segera mengakui kedaulatan Kosovo. Sementara Yunani, Siprus, Rumania, Slovakia dan Spanyol menolak kedaulatan Kosovo. Anggota Uni Eropa lainnya, termasuk Malta dan Portugal menyerahkan keputusan kepada Dewan Keamanan PBB. (ls)