1. Buka konten
  2. Buka menu utama
  3. Buka situs DW lainnya

Nenek Korban Kejahatan Polisi Prancis Minta Rusuh Dihentikan

3 Juli 2023

Keluarga remaja yang ditembak mati polisi di Prancis meminta agar kerusuhan dihentikan. Aksi demonstrasi selama lima hari terjadi sebagai bentuk protes penembakan tersebut.

https://p.dw.com/p/4TKwu
Petugas polisi antihuru-hara Prancis
Kerusuhan terjadi antara pihak kepolisian dan demonstran di Paris, Minggu (02/03) malam akibat penembakan terhadap remaja di NanterreFoto: Firas Abdullah/AA/picture alliance

Nenek dari Nahel, korban yang ditembak mati oleh polisi meminta agar kerusuhan berturut-turut di Paris dihentikan. 

Berdasarkan informasi dari Menteri Dalam Negeri Prancis Gerald Darmanin, setidaknya 45.000 petugas kepolisian tambahan dikerahkan pada Minggu (02/07) malam. Upaya ini dilakukan demi mencegah para demonstran yang sudah mulai membakar mobil, menjarah toko, hingga menargetkan penyerangan ke tempat publik seperti balai kota dan markas polisi, termasuk rumah Wali Kota Paris yang diserang saat mereka sekeluarga tengah tertidur.

Akibat kejadian ini, Presiden Prancis Emmanuel Macron juga membatalkan kunjungan kenegaraan ke Jerman. Macron dijadwalkan untuk bertemu dengan lebih dari 220 wali kota yang terdampak akibat kerusuhan sejak Selasa (27/06).

Kementerian Dalam Negeri Prancis melaporkan telah menangkap setidaknya 719 orang usai pemakaman Nahel di daerah pinggiran Paris, Nanterre. Jumlah ini menurun dibandingkan pada penangkapan Jumat (30/06) dan Kamis (29/06) malam, yakni sebanyak 1.311 dan 875 orang.

Wali Kota Vincent Jeanbrun
Wali Kota Vincent Jeanbrun usai kediamannya menjadi target para demonstranFoto: Yves Herman/REUTERS

Namun, pemerintah mengingatkan bahwa masih terlalu cepat untuk mengatakan jika kerusuhan telah berakhir.

"Memang kerusakan yang terjadi tidak terlalu parah, tetapi kami masih akan tetap bergerak dalam beberapa hari ke depan. Kami sangat fokus, tidak ada yang mengklaim kemenangan," kata Kepala Kepolisian Paris Laurent Nunez.

"Minta agar kerusuhan berhenti"

Nadia, nenek dari Nahel, menyebut para demonstran yang telah beraksi sejak Selasa (27/06) itu menggunakan kematian Nahel sebagai alasannya untuk membuat kekacauan. Dia mengatakan bahwa pihak keluarga meminta para demonstran untuk tenang.

"Saya minta para demonstran untuk berhenti," kata Nadia saat diwawancara oleh BFM TV.

"Nahel sudah meninggal. Putri saya merasa kehilangan ... dia seperti sudah tidak punya kehidupan lagi." 

Petugas kepolisian Prancis dan seorang anak muda
Petugas kepolisian tengah melakukan identifikasi terhadap seorang remaja saat aksi demonstran akibat penembakan NahelFoto: Juan Medina/REUTERS

Saat ditanyakan soal kampanye penggalangan dana, yang telah terkumpul hingga 670.000 Euro (setara Rp10.990 miliar) untuk polisi yang didakwa melakukan pembunuhan secara sukarela, Nadia menjawab "saya merasa sedih."

Kerusuhan ini jadi krisis terparah yang dialami Macron sejak aksi protes "Yellow Vest" yang terjadi hampir di sebagian besar wilayah Prancis pada akhir 2018.

Kemudian, pada pertengahan April lalu, Macron menjanjikan 100 hari kerja untuk rekonsiliasi dan penyatuan negara yang terpecah usai adanya mogok dan demonstrasi yang diikuti dengan kekerasan atas kenaikan usia pensiun yang dijanjikan Macron dalam masa kampanye.

Gas air mata di Marseille

Titik kerusuhan terbesar dalam semalam terjadi di Marseille. Saat itu polisi menembakkan gas air mata dan melawan para anak muda di sekitar pusat kota hingga larut malam. Kerusuhan juga terjadi di Paris, Kota Riviera, Nice, hingga Strasbourg bagian timur.

Sejumlah negara Barat dan Cina telah memperingatkan para warganya untuk waspada akibat kerusuhan tersebut, yang diduga bakal menimbulkan tantangan signifikan bagi Prancis di puncak musim pariwisata musim panas jika kerusuhan terjadi di tempat-tempat wisata yang terkenal.

Kerusuhan tengah berlangsung di Marseille pada Sabtu (01/07)
Kerusuhan yang terjadi pada Sabtu (01/07) di MarseilleFoto: Naseer Turkmani/AA/picture alliance

Konsulat Cina juga telah mengajukan keluhan resmi setelah bus yang membawa kelompok wisatawan Cina dipecahkan kacanya pada Kamis (29/06) yang menyebabkan beberapa orang luka ringan.

Di Paris, sejumlah toko-toko terkenal di Avenue des Champs-Elysees menutup fasadnya menggunakan papan. Selain itu, juga terjadi bentrokan yang sporadis di tempat lain, disebutkan enam bangunan publik rusak dan lima petugas terluka.

Di kawasan Paris, rumah Wali Kota konservatif L'Hay-les-Roses, Vincent Jeanbrun, ditabrak dengan menggunakan sebuah kendaraan. Serta, istri dan anaknya diserang menggunakan kembang api saat hendak melarikan diri. 

Alasan aksi protes di Prancis

Protes ini dipicu oleh kematian Nahel, remaja berusia 17 tahun. Saat mengemudikan mobil, Nahel ditembak dan dibunuh oleh seorang polisi dari jarak dekat di lampu merah di pinggiran kota Paris Barat, Nanterre.

Kematian Nahel memicu kerusuhan, bentrokan hingga serangan pembakaran di beberapa daerah pinggiran Paris. Kejadian ini juga meluas ke seluruh wilayah dengan massa protes dan kerusuhan di malam hari yang dapat berubah menjadi kekerasan.

Para demonstran ingin menyoroti diskriminasi hingga kekerasan yang sering akli dialami oleh kaum minoritas Prancis di tangan polisi.

Presiden Prancis Emmanuel Macron menggambarkan insiden penembakan ini sebagai hal yang "tidak dapat dimaafkan". Namun, Macron juga menentang kerusuhan dan kekerasan.

mh/ha (AFP, AP, Reuters)