1. Buka konten
  2. Buka menu utama
  3. Buka situs DW lainnya

Konflik di Afghanistan dan Pakistan Akan Berlarut

6 April 2010

Berbagai serangan terbaru merupakan pertanda, bahwa perang di Afghanistan yang mengimbas ke Pakistan tidak akan berakhir dalam waktu dekat.

https://p.dw.com/p/MoMR
Serangan terhadap konsulat AS di Peshawar menunjukan konflik berdarah di Pakistan sebagai imbas perang Afghanistan semakin meluas.Foto: Faridullah Khan


Situasi di Pakistan dan Afghanistan setelah serangan bom terhadap konsulat Amerika Serikat di Peshawar dan tewasnya tiga serdadu Jerman di Kunduz, menjadi sorotan dalam tajuk harian internasional dan Jerman.

Harian liberal kiri Spanyol El Pais yang terbit di Madrid dalam tajuknya berkomentar : Perang di Afghanistan berarti juga perang di Pakistan. Atau lebih tepat lagi perang di kawasan perbatasan kedua negara. Dan perang berdarah ini terus meluas ke seluruh Pakistan. Medan perang baru melawan apa yang disebut terorisme internasional, mencuatkan masalah baru pula, yakni tidak akan dapat dimenangkan secara militer. Tapi presiden AS, Barack Obama kelihatannya tidak memiliki strategi alternatif, selain pemecahan secara militer. Karena itulah, perangnya akan semakin memicu pertumpahan darah di Pakistan, walaupun konfliknya hanyalah dampak samping dari perang di Afghanistan.

Harian Luxemburg Luxemburger Wort berkomentar : Misi negara barat khususnya AS dan Eropa di Afghanisan dan Pakistan semakin tidak mendapat dukungan dari rakyatnya. Akan tetapi, di balik semakin meragukannya alasan penugasan militer di kawasan itu, semakin terlihat kepentingan yang sangat jelas. Barang siapa hendak menjadi negara adi daya di dunia, haruslah menguasai kawasan yang strategis penting. Keberadaan AS dan Eropa di perbatasan paling barat China, hendak memutuskan pengaruh Beijing ke Iran, Turki atau Rusia lewat kawasan luas Eurasia. Dengan cara menguasai front Pakistan dan Afghanistan, barat hendak merebut hegemoni di kawasan Eurasia.

Sementara harian-harian Jerman lebih menyoroti konflik di Afghanistan dikaitkan dengan strategi penugasan pasukan Eropa di negara itu, khususnya pasukan Jerman-Bundeswehr. Harian Rhein Zeitung yang terbit di Koblenz berkomentar : Terutama AS kini menyadari kesalahannya dalam misi di Afghanistan dan dengan bersemangat melakukan perubahan haluan. Yakni dengan menambah jumlah pasukan, berupaya menciptakan keamanan yang langgeng dan mendorong pembangunan kembali. Akan tetapi, Eropa sudah bosan berperang sehingga tidak ada dukungan tambahan. Disamping itu tidak ada mitra terpercaya di Afghanistan. Presiden Hamid Karzai terkenal korup dan hanya tertarik pada kelanjutan karier politiknya. Di Eropa kini terdapat tren, berbicara manis dengan berdalih akan meningkatkan pendidikan pasukan keamanan Afghanistan. Tujuannya adalah agar dapat secepatnya menarik pulang pasukannya dari negeri yang tidak habisnya dilanda konflik itu. Terutama bagi Eropa yang terpenting adalah, terus menutupi kekalahannya di Afghanistan. Kedengarannya memang tidak jujur. Tapi kejujuran samasekali tidak pernah menjadi landasan bagi strategi penugasan militer di Afghanistan.

Terakhir harian Westdeutsche Zeitung yang terbit di Düsseldorf berkomentar : Istilah perang, yang dilontarkan menteri pertahanan Jerman Guttenberg, paling tidak menjelaskan kepada warga mengenai apa yang sehari-hari dihadapi serdadu Bundeswehr dan petugas bantuan di Kunduz. Tapi pilihan kata-kata itu hanya berlaku untuk para politisi. Bagi semua orang di luar politisi, realitas yang terjadi di Afghanistan adalah perang kotor, dengan serangan pembunuhan, penyergapan dan lawan yang sulit dibedakan dari kawan. Tentara dari barat, berhadapan dengan orang-orang yang bersedia direkayasa dan dikendalikan menjadi senjata pembunuh. Sasarannya, agar di Afghanistan tercipta struktur yang tidak memungkinkan tercapainya perdamaian dan kemakmuran.

AS/AR/dpa/afpd