1. Buka konten
  2. Buka menu utama
  3. Buka situs DW lainnya

Konflik Bayangi Kemenangan Kaum Sosialis Venezuela

16 April 2013

Ribuan pendukung oposisi memenuhi jalanan Caracas, memukul panci, membakar kantong sampah sambil berteriak “curang” sebagai protes atas hasil pemilu yang menyatakan pendukung Hugo Chavez sebagai pemenang.

https://p.dw.com/p/18GVk
Foto: Reuters

Demonstrasi dipicu setelah Dewan Pemilu Nasional CNE, menyatakan bahwa presiden sementara Nicolas Maduro menang tipis atas kandidat oposisi Henrique Capriles. Oposisi menolak mengakui kekalahan dan menuntut penghitungan ulang secara menyeluruh.

Di salah satu titik, polisi membubarkan sekelompok demonstran dengan menggunakan gas air mata. Tumpukan sampah dibakar sepanjang boulevard pusat. Pada malam hari para pendukung Capriles melanjutkan aksi dengan pawai sepeda motor sambil membunyikan klakson.

“Kami ada di sini karena mereka mencuri kemenangan kami. Mereka telah mencurangi kami,“ kata Selma Orjuela, 60 tahun sambil memukuli panci. “Kami perlu Capriles untuk menjadi presiden. Itulah alasan kami ikut memilih, dan kami yakin kami menang.“

Demonstrasi Tandingan

Dengan rencana oposisi untuk melanjutkan protes pada Selasa dan Rabu, waktu setempat, Maduro menyerukan kepada para pendukungnya untuk turun ke jalan pada hari yang sama dan “berperang dengan damai” di seluruh negeri.

Maduro -- yang sebelumnya menyuarakan dukungan bagi sebuah audit sesaat setelah hasil pemilu diumumkan -- kini mengatakan bahwa tuntutan Capriles untuk penghitungan suara ulang adalah “keinginan kaum borjuis.”

Sebelumnya CNE telah menyerahkan hasil akhir resmi pemilu kepada Maduro, yang menyatakan bahwa Maduro menang tipis atas Capriles dengan suara 50,75% berbanding 48,97% -- atau hanya berbeda 265 ribu suara.

Selisih akhir ini adalah yang hasil terbaik yang bisa dibuat oposisi melawan “Chavisimo”, yang selama lebih dari 14 tahun terakhir mendominasi bangsa yang memiliki cadangan minyak terbesar di dunia itu.

Tolak Hitung Ulang

“Saya adalah anak Chavez,” kata Maduro. ”Saya adalah presiden Chavista (pendukung Chavez-red) pertama setelah Hugo Chavez Frias, dan saya akan meneruskan warisannya untuk melindungi orang miskin, untuk melindungi kemerdekaan.”

Bekas menteri luar negeri berusia 50 tahun itu menuduh kelompok oposisi mempunyai “mental kudeta.”

“Mereka ingin mencoba membatalkan kehendak mayoritas demokratik, apa yang sedang mereka lakukan adalah melaksanakan atau mendorong sebuah kudeta,” tuduh Maduro.

“Saya melaporkan bahwa Venezuela kini sedang berada di jalan untuk mempersiapkan sebuah aksi yang akan melecehkan lembaga-lembaga demokrasi,” kata Maduro memperingatkan.


Namun dengan Amerika Serikat dan Organisasi Negara-negara Amerika OAS mendukung tuntutan penghitungan suara ulang, Capriles menyebut Maduro “presiden yang tidak sah.“

Jalur Hukum

Capriles yang ingin CNE menghitung ulang semua kertas suara cadangan dengan mesin penghitung suara, menyerukan kepada para pendukungnya untuk bergabung dan memprotes “agar dunia tahu kemarahan kita.”

Gubernur Negara bagian berusia 40 tahun itu meminta rakyat Venezuela untuk melakukan aksi damai di depan kantor CNE pada Selasa dan Rabu menuntut penghitungan ulang secara menyeluruh.

Namun presiden CNE Tibisay Lucena membela sistem penghitungan suara elektronik, sambil mengatakan kepada oposisi bahwa mereka sebaiknya menggunakan “jalur hukum” ketimbang “ancaman” jika ingin mempersoalkan hasil pemilu, sambil mengutip bahwa hasil pemilu Amerika tahun 2000 juga diputuskan melalui Mahkamah Agung.

Organisasi Negara-negara Amerika mendukung penghitungan ulang, sementara Gedung Putih mengatakan bahwa audit penuh adalah sebuah “langkah yang penting, hati-hati dan diperlukan.“

“Dalam pandangan kami, terburu-buru dengan hasil dalam situasi seperti ini tidak konsisten dengan harapan rakyat Venezuela yang menginginkan hasil yang jelas dan demokratis,“ kata juru bicara Gedung Putih Jay Carney.

Sekutu Chavez di seluruh dunia -- dari Kuba hingga Ekuador, Brazil dan Rusia -- memberi selamat kepada pewaris sahabat mereka, satu bulan setelah pemimpin kharismatik itu wafat dalam perjuangannya melawan kanker di usia 58 tahun.

ab/hp (afp/dpa/ap)