1. Buka konten
  2. Buka menu utama
  3. Buka situs DW lainnya

Konferensi Pengkajian NPT ke-8 Berakhir

28 Mei 2010

Konferensi Pengkajian Perjanjian Nonproliferasi Nuklir berakhir Jumat (28/05) di New York dengan kesepakatan untuk mengurangi persenjataan nuklir. Sebuah dokumen akhir disetujui setelah melalui perundingan yang alot.

https://p.dw.com/p/NcSe
Simbol senjata nuklirFoto: AP Graphics

Konflik utama dalam Konferensi Pengkajian Perjanjian Nonproliferasi Nuklir kali ini masih sama seperti pada tiga konferensi sebelumnya sejak tahun 1995, yaitu negara yang memiliki senjata nuklir AS, Rusia, Perancis, Inggris dan Cina menolak penetapan kebijakan yang dikaitkan dengan kewajiban untuk mengurangi sepenuhnya persenjataan nuklirnya. Semua rumusan terkait dalam rancangan awal bagi dokumen akhir yang dipaparkan pekan lalu oleh ketua konferensi dari Filipina, Libron Cabactulan harus dicoret atas tekanan delegasi dari Washington, Moskow, London, Paris dan Beijing pada hari-hari perundingan terakhir. Kewajiban itu mencakup kesediaan untuk tidak melakukan pengembangan baru senjata nuklir dan tidak lagi memproduksi elemen bakar bagi kepentingan militer.

Yang juga ditolak adalah tuntutan dari negara-negara yang tidak mempunyai senjata nuklir untuk melakukan perundingan mengenai konvensi larangan senjata nuklir di seluruh dunia. Sikap negara nuklir dikritik pedas oleh Ruth Acheson, juru bicara sejumlah besar NGO yang hadir sebagai pengamat: "Sikap kelima negara ini merupakan serangan terhadap semua rumusan pengurangan senjata bagi dokumen akhir. Sebuah serangan terorganisir dan sangat sistematis atas pengurangan senjata. Kelima negara tidak ingin ketetapan dan rumusan nyata yang merupakan kemajuan dibandingkan dengan dokumen akhir dari tahun 2000."

Penolakan perundingan mengenai konvensi internasional penghapusan semua senjata nuklir juga merupakan pukulan bagi Sekjen PBB, Ban Ki Moon yang pada awal konferensi dengan tegas mendukung tuntutan itu dan mengajukan lima butir usulan bagi pengurangan senjata nuklir di dunia. Mantan deputi sekjen PBB bagi masalah pengurangan senjata, Jayantha Dhanapala dari Sri Lanka yang juga merupakan ketua konferensi pengkajian tahun 1995, tidak melihat adanya alternatif lain bagi konvensi senjata nuklir: "Sebuah konvensi larangan senjata nuklir adalah penyelesaian yang jelas dan logis. 1972 kami menyepakati konvensi larangan senjata biologis dan awal tahun 90-an konvensi larangan senjata kimia. Hal yang sama juga harus dilaksanakan pada senjata nuklir, bila kita ingin menyingkirkan senjata pemusnah massal."

Negara-negara pemilik senjata nuklir menolak kritik terhadapnya. Duta besar Perancis Eric Dardon mengutarakan: "Kami sepenuhnya aktif. Sejak 15 tahun kami menunjukkan neraca pengurangan senjata yang terbaik di antara kelima negara nuklir. Apakah ada negara lain yang membongkar secara keseluruhan instalasi pengayaan nuklirnya? Kami telah melakukan hal itu."

Menanggapi penolakan kelima negara nuklir terhadap kewajiban pengurangan senjata secara nyata, mayoritas dari 184 negara yang tidak memiliki senjata nuklir menolak semua usulan-usulan kebijakan politik persenjataan yang diajukan di New York. Misalnya mengenai peningkatan ketetapan antiproliferasi NPT dan wewenang Badan Tenaga Atom Internasional IAEA atau mengenai multinasionalisasi produksi elemen bakar bagi PLTN dan mengenai penyulitan untuk keluar dari NPT.

Kemajuan kecil dibandingkan dengan dokumen terakhir konferensi pengkajian sebelumnya hanya terdapat dalam tema Timur Tengah. Resolusi yang disahkan 1995 bagi Timur Tengah yang bebas dari senjata pemusnah massal kimia maupun biologis lebih ditegaskan. Sekjen PBB ditugaskan untuk mengorganisir sebuah konferensi terkait tahun 2012. Israel dan dua negara nuklir tidak resmi lainnya, yaitu India dan Pakistan, didesak untuk menghapuskan senjata nuklirnya dan ikut dalam Perjanjian Nonproliferasi Nuklir.

Andreas Zumach/Christa Saloh

Editor. Vidi Legowo-Zipperer