1. Buka konten
  2. Buka menu utama
  3. Buka situs DW lainnya

Konferensi Internasional penangkapan ikan tuna

23 Januari 2007

Jepang, konsumen ikan tuna terbesar di dunia, mengundang lima organisasi internasional ke Kobe untuk membahas masalah penangkapan ikan tuna. Konferensi Internasional yang diharapkan menghasilkan pertukaran data dan kerjasama lebih erat akan dimulai Jumat (26.01) mendatang.

https://p.dw.com/p/CP9U
Ikan tuna merah diperkirakan akan punah dari Laut Tengah dalam dua tahun mendatang. Demikian peringatan kelompok lingkungan hidup internasional. Ikan yang di Indonesia secara umum dikenal sebagai ikan tongkol itu, oleh banyak orang khususnya di Jepang dianggap paling enak untuk sushi, sebuah hidangan tradisional negara itu. Pukul lima lima pagi di pasar ikan di Tokio, puluhan ikan tuna dilelang. Panjang ikan yang berbentuk torpedo ini mencapai 3 meter, dan berat bersihnya, yakni tanpa kepala dan jeroan, bisa sampai 300 kilogram. Bagian ikan yang paling diminati biasanya bagian perut yang agak berlemak, namanya bagian Toro. Untuk satu kilogram toro ikan tuna, para pedagang membayar sekitar 15.000 Yen yakni satu juta rupiah lebih. Namun belakangan harganya naik pesat. Shingo Konno, seorang pedagang ikan mengatakan, "Harga ikan berkwalitas menengah dan baik, naik 20 sampai 30%. Sedangkan yang kwalitas premium naik 10%." Di seluruh dunia sekitar 4 juta ton ikan tuna ditangkap setiap tahunnya. Akibatnya, ikan tuna terancam punah. Oleh sebab itu tahun lalu, sejumlah negara menyepakati kuota penangkapan untuk beberapa jenis ikan. Namun sampai kini, kesepakatan ini baru meliputi ikan yang dipancing. Tuna yang digunakan untuk membuat sushi juga termasuk ikan laut yang dipancing satu per satu, tetapi lebih dari separuh jumlah ikan tuna yang ditangkap diperdagangkan sebagai makanan kalengan. Untuk menangkap ikan sebanyak itu, digunakan satelit yang memantau lokasi rombongan ikan tuna di laut. Kemudian dengan jala besar, berukuran sampai 600 meter, ratusan ikan tuna diangkat dari kedalaman 300 meter. Tehnik penangkapan seperti ini makin meluas setiap tahunnya. Dibandingkan dengan tahun 2004, penggunaan tehnik ini di tahun 2005 sudah berlipat ganda. Di Eropa bahkan sudah meningkat empat kali lipat. Yoichoro Harada dari organisasi di Tokio untuk penangkapan ikan yang berkelanjutan mengeluhkan kesulitan mencapai kesepakatan internasional. Ia mengatakan: "Banyak negara yang telah membangun industri pengalengan ikan dan ingin mencari keuntungan dari ikan tuna." Sebagai negara konsumen ikan tuna terbanyak di dunia, Jepang mendesak agar industri ini lebih diperhatikan. Jepang mengusulkan agar nantinya ikan tuna hanya boleh diperjualbelikan bila memiliki keterangan penangkapannya. Bila upaya ini gagal dilaksanakan, dalam waktu dekat ikan tuna dalam bentuk apapun juga bukan saja akan mahal harganya, lebih penting dari itu, ikan tuna akan menjadi ikan yang langka.