1. Buka konten
  2. Buka menu utama
  3. Buka situs DW lainnya

Kondisi Keluarga Miskin di Wilayah Bencana Jauh Lebih Baik

17 Desember 2009

Menurut Gabungan Aksi Bantuan Bencana Jerman, Aktionsbündnis Katastropehnhilfe, bantuan pembangunan kembali setelah bencana tsunami di Asia akhir tahun 2004 cukup berhasil.

https://p.dw.com/p/L64C
Murid sekolah dasar di Banda Aceh yang kembali sudah mulai beljar beberapa minggu setelah bencana TsunamiFoto: picture-alliance/ dpa

Bencana tsunami lima tahun lalu menewaskan sekitar 230 ribu orang di Indonesia, Sri Lanka, India utara dan Thailand dan membuat sekitar 1,5 juta orang kehilangan tempat tinggal. Demikian disampaikan Direktur UNICEF Jerman Regine Stachelhaus, hari Rabu (16/12) di Berlin. Proses pembangunan kembali bisa dikatakan sudah selesai.

Kualitas pendidikan di sekolah-sekolah, pelayanan kesehatan dan penyediaan air jauh lebih baik dibandingkan sebelum terjadinya tsunami. Selain itu banyak orang yang dulu dikucilkan, sekarang lebih terintegrasi. Demikian Stachelhaus. Ribuan rumah dibangun, ratusan kapal nelayan disediakan dan ratusan sekolah serta lembaga kesehatan juga didirikan. Dalam bidang tindakan pencegahan bencana juga dicapai kemajuan. Selain UNICEF dan Palang Merah Jerman, organisasi bantuan gereja Diakonie dan Caritas juga tergabung dalam gabungan aksi bantuan ini.

Setelah terjadi tsunami, UNICEF, Palang Merah, Diakonis dan Caritas berhasil mengumpulkan dana bantuan sebesar lebih dari 330 juta Euro untuk proses pembangunan kembali. Solidaritas internasional yang besar ini turut memberikan kontribusi sehingga tidak ada anak-anak di kawasan bencana yang meninggal karena wabah penyakit atau kekurangan gizi. Stachelhaus memaparkan, setengah tahun setelah bencana tsunami, hampir semua anak bisa kembali bersekolah di bangunan-bangunan sementara.

Ini terutama juga berkat bantuan para pekerja lokal yang tidak harus diterbangkan dari tempat jauh. Demikian ditegaskan pemimpin Caritas Internasional, Oliver Müller. Pelajaran penting dari neraca tsunami ini adalah: organisasi-organisasi kemanusiaan yang dapat membantu dengan cepat dan efektif adalah organisasi-organisasi yang sebelum terjadinya bencana sudah aktif di tempat tersebut. Mereka memiliki jaringan lokal yang baik. Karena itu di masa depan pembangunan struktur organisasi lokal tetap menjadi prioritas keempat organisasi ini. Juga peningkatan kapasitas organisasi lokal untuk mengorganisir pihak-pihak yang terkena dampak bencana di Asia, Afrika dan Amerika Latin akan jadi prioritas utama.

Pemimpin organisasi bantuan Diakonie, Cornelia Füllkrug-Weitzel, menyayangkan turunnya semangat masyarakat Barat dalam memberi bantuan setelah bencana tsunami. Jumlah korban yang begitu besar dalam bencana di tahun 2004 ini telah mengubah gambaran tentang bencana, sehingga banyak krisis kemanusiaan yang tidak mendapat perhatian, ujar Füllkrug-Weitzel. Padahal bagi pihak yang terkena dampak bencana, akibatnya sama buruknya. Bantuan profesional adalah bantuan yang datang jika ada situasi darurat, dan bukan jika ada kamera, kata Füllkrug-Weitzel.

Sebagai contoh bencana yang terlupakan, pemimpin palang merah Jerman Rudolf Seiters antara lain menyebut situasi di Kongo, Kolombia dan Haiti. Setiap korban tsunami 2004 rata-rata mendapat bantuan dana, termasuk dalam bentuk pembangunan kembali, senilai 6000 Euro. Tapi bagi bencana angin ribut di Haiti tahun 2008, Palang Merah Jerman hanya bisa mengumpulkan dana seluruhnya sebanyak 23.000 Euro.

AR/HP/ap/epd