1. Buka konten
  2. Buka menu utama
  3. Buka situs DW lainnya

Kisah Pasien Ebola yang Sembuh

13 Oktober 2014

Nancy Writebol seorang pasien Ebola sembuh dan lolos dari kematian, setelah terinfeksi virus saat bekerja sebagai misionaris di Liberia. Ia diterbangkan ke AS, dirawat intensif dan mendapat obat eksperimental ZMapp.

https://p.dw.com/p/1DU67
Foto: DW/R. Walker

DW: Bisa menceritakan saat merasa sakit di Liberia.

Nancy Writebol: Mula-mula terasa seperti serangan malaria. Demam tinggi dan sakit kepala, itu simptom normal serangan malaria. Saya pergi dokter dan dites malaria. Hasilnya: positif malaria, jadi saya pulang ke rumah dan makan obat anti malaria. Tapi saya tetap tidak sembuh. Dokter kemudian mengatakan, "Nancy, saya akan melakukan tes Ebola." Dokter menambahkan, "Saya pikir ini bukan Ebola, karena tidak ada gejalanya. Tapi supaya jelas, kita lakukan saja tes Ebola." Petang harinya saya menerima hasilnya : saya positif terinfeksi ebola.

DW: Kondisi Anda sangat serius. Apakah saat itu masih tetap sadar?

Nancy Writebol: Antara sadar dan tidak. Suami saya David terus mendampingi selama beberapa hari. Saya disuruh makan. Saya bisa mengingat beberapa hal kecil, tapi sebagian besar tidak sadar. Yang bisa saya ingat, saya tidur terus, badan terasa sangat lemah dan tidak bisa bangun sendiri. Dokter dan perawat membantu saya. Makin hari, saya semakin lemah. Penyakit bertambah berat.

DW: Sebagai bagian pengobatan Anda mendapat serum eksperimental ZMapp. Anda salah seorang dari enam pasien yang mendapat serum itu. Apakah ada konflik mengenai hal itu?

Nancy Writebol: Saat itu tidak ada! Karena itu obat eksperimental, yang saya pikirkan adalah, apakah saya siap menerima obat tersebut? Saya lalu menelpon Dr. Kent Brantly seorang rekan yang juga terinfeksi Ebola. Saya bertanya,"Anda mau menggunakannya, kalau tidak, saya juga tidak". Tapi muncul pemikiran,"OK, ini obat eksperimental, belum ada yang mengujicobanya. Apa dampaknya? Jika setelah menggunakan saya kembali sehat, itu bagus. Kalau tidak, dan saya meninggal, itu juga tidak apa-apa, karena tanpa obat itupun, mungkin saya juga akan meninggal. Jadi saat itu muncul dilema terkait apa yang akan terjadi."

Awal bulan Agustus Nancy Writebo diterbangkan pulang ke Amerika Serikat dan dirawat di Emory Hospital Atlanta. Kondisinya lambat laun membaik.

Nancy Writebol: Saya ingat, suatu hari dokter datang dan mengatakan,"Nancy, Anda memenangkan pertempuran, dan pasti terus hidup. Tes menunjukkan tidak terlacak lagi virus Ebola." Saya hanya mengatakan,"Terimakasih Tuhan." Saya bahagia, karena bisa melihat lagi cucu dan suami saya David. Semua mengubah cara berpikir saya mengenai berbagai hal, mengenai orang dan apa yang saya kerjakan. Saya tahu, ada obat Zmapp, ada perawatan intensif, ada transfusi darah dan tentu saja ada Tuhan, yang mengizinkan saya tetap hidup. Saya sangat berterima kasih.

DW : Apakah warga lain merasa cemas saat Ada kembali ke aktivitas harian?

Nancy Writebol: Ada sejumlah orang engenal saya, dan tridak mau mendekat. Pertama kali hal itu saya alami, saya kaget. Tapi kemudian saya memikirkan rekan-rekan di Liberia yang mendapat perlakuan serupa. Khususnya petugas kesehatan dan petugas pemakakaman, di ana keluarganya mengatakan, jangan pulang dulu ke rumah. Itu karena mereka takut tertular Eola.

DW : Anda pasien Ebola yang lolos dari dari kematian, dan punya derajat kekebalan terhadap virusnya. Apakah Ada akan kembali bertugas di Liberia?

Nancy Writebol: Dokter mengatakan, tidak tahu seberapa lama kekebalan tubuh saya bertahan. Atau sekuat apa kekebalan tubuh itu. Memang saya pikir, ini hal yang penting untuk kembali ke Libaria. Tapi saya juga berpikir, ada hal penting lainnya untuk tetap mengabdi (memerangi Ebola), dengan berbicara dan meningkatkan kepedulian mengenai krisis di Afrika Barat. Dengan harapan, bisa dibuatnya serum dan vaksin. Jadi jika Ebola kembali mewabah, ada bantuan bagi Afrika.

Interview dilakukan reporter DW Richard Walker, di Charlotte, North Carolina.