1. Buka konten
  2. Buka menu utama
  3. Buka situs DW lainnya

080909 China Uiguren Konflikt

9 September 2009

Situasi di kota Urumqi dua bulan setelah kerusuhan berdarah tetap tegang. Aantara pukul 21 sampai 9 pagi mobil dilarang memasuki kawasan kota. Dan di siang hari jalanan kota Urumqi dipadati polisi.

https://p.dw.com/p/JYvX
Polisi turun tangan saat kerusuhan di Urumqi, Juli 2009Foto: ap

Mayoritas penduduk di Urumqi adalah warga Han Cina, tapi di kota itu juga hidup minoritas Uigur yang beragama Islam. Dua bulan lalu konflik antar etnis di Urumqi menewaskan 200 orang. Menurut keterangan pihak berwenang, kebanyakan di antaranya warga Han Cina. Pemerintah Cina menurunkan lebih banyak polisi ke kota itu karena kuatir bentrokan berdarah kembali pecah. Pemerintah Cina memilih intimidasi dan tidak mempertanyakan apa yang memicu bentrokan berdarah di Urumqi. Ulrich Delius, wakil Kongres Uigur yang bermarkas di kota München, Jerman:

"Seharusnya dicari jalan untuk mencegah bentrokan seperti itu kembali terjadi. Misalnya dengan lebih melibatkan warga Uigur, menghidupkan otonomi yang saat ini hanya eksis di atas kertas dan menyesuaikannya dengan keadaan saat ini."

Keluhan warga Uigur kerap terdengar. Mereka merasa dinomorduakan dalam soal ekonomi. Selain itu, mereka tidak bebas dalam menjalankan agamanya. Keluhan lainnya adalah budaya Uigur perlahan tergeser dan lenyap karena makin banyak warga Han Cina menetap di Provinsi Xinjiang. Kembali Ulrich Delius:

Xinjiang adalah provinsi dengan persediaan gas bumi terbesar Cina, untuk minyak bumi Xinjiang adalah pemasok terbesar kedua. Selain itu, Xinjiang memiliki tambang emas, 40 persen persediaan batu bara Cina berasal dari sana. Secara ekonomi, provinsi ini sangat penting. Karena itu Beijing merasa perlu pengawasan ketat, agar Cina tetap memiliki akses pada sumber daya alam yang murah."

Tapi, tegangnya situasi di provinsi Xinjiang pekan lalu membuktikan bahwa upaya pengawasan pemerintah Cina belum berhasil. Sejumlah serangan terjadi pekan lalu, sekitar 500 pejalan kaki diserang dengan jarum suntik olek pelaku tak dikenal. Jarum suntik itu memang tidak beracun, tapi rentetan serangan tersebut mencekam penduduk warga setempat.

Pihak berwenang Cina menuduh, serangan dilakukan ekstremis Muslim. Tuduhan sepihak ini adalah ladang subur bagi kebencian antar etnis, kata Woerse, seorang penulis Tibet. Situasi di Xinjiang mengingatkannya pada Tibet. Di kedua provinsi ini pemerintah Cina seolah menutup mata dan tiak mau melihat kenyataan.

"Sangat sulit untuk memperkirakan apa yang akan terjadi. Xinjiang bagai bom waktu. Baik Tibet maupun Xinjiang adalah kawasan otonomi, tapi di dua daerah ini istilah tersebut hanya kata-kata kosong."

Pemerintah Cina menurunkan 7.000 anggota Partai Komunis yang bertugas untuk berkeliling Urumqi. Melalui dialog dengan warga setempat mereka diharapkan mengurangi ketegangan antar warga Uigur dan Cina. Tapi, di saat yang sama, Beijing menuduh tokoh Uigur Rebiya Kadeer yang hidup di pengasingan mendalangi kerusuhan di Xinjiang. Perempuan Uigur yang bertahun-tahun mendekam di penjara Cina kini hidup di Amerika Serikat. Sikap ini menyebabkan warga Uigur di Xinjiang tak percaya pada pemerintah Cina di Beijing.

Petra Aldenrath/Ziphora Robina
Editor: Hendra Pasuhuk