1. Buka konten
  2. Buka menu utama
  3. Buka situs DW lainnya

071011 Afghanistan Rückblick

7 Oktober 2011

Sepuluh tahun setelah Amerika Serikat dan aliansinya menggulingkan rezim Taliban di Afghanistan. eforia serta harapan muluk rakyat lenyap, digantikan ketakutan kembalinya Taliban.

https://p.dw.com/p/12ndk
Rakyat Afghanistan sudah kehilangan harapan dan ketakutan merebak.Foto: Basir Seerat

Taliban dengan cepat berhasil ditumbangkan. Harapan muluk berkaitan janji Amerika, yang muncul pada kebanyakan rakyat Afghanistan, juga dapat dimengerti. Karena rakyat sudah muak dengan perang dan perang saudara yang telah berlangsung lebih dari 20 tahun di Afghanistan. Washington ketika itu menegaskan, serangannya tidak diarahkan pada rakyat Afghanistan, melainkan terhadap organisasi teror Al Qaida dan pendukungnya, Taliban. Rezim Taliban di bawah Mullah Omar, akan diganti dengan pemerintahan yang dipilih secara bebas oleh rakyat Afghanistan sendiri. Kepercayaan kepada barat ketika itu amat besar. Dimana-mana muncul perasaan eforia.

Di ibukota Kabul terlihat antrian panjang di depan tukang cukur. Seorang warga Kabul menceritakan : ”Dalam semalam Taliban kabur dari ibukota. Keesokan harinya semua lenyap. Tidak ada kekangan lagi. Setiap orang ingin segera mencukur jenggotnya, yang sebelumnya diwajibkan oleh Taliban. Saya milihat banyak orang mencukur jenggotnya di pinggir jalan. Eforia merebak.“

Rezim Taliban pada saat berkuasa menetapkan aturan amat ketat. Semua lelaki harus memelihara jengot panjang. Perempuan dilarang bekerja dan anak perempuan tidak boleh sekolah. Perempuan hanya diperbolehkan keluar rumah, jika didampingi lelaki anggota keluarganya. Mendengar musik diharamkan, bermain layang-layang dan sepakbola juga dilarang. Rakyat samasekali tidak memiliki hak untuk mengenakan pakaian yang disukainya.

Eforia Lenyap Ketakutan Merebak

Ketika aliansi militer yang dipimpin AS melakukan intervensi, mayoritas rakyat Afghanistan berharap, semua mimpi buruk itu akan lenyap. Buktinya, disusun sebuah konstitusi demokratis. Dan untuk pertama kalinya dalam sejarah Afghanistan, digelar pemilu demokratis. Presiden transisi yang ditunjuk barat, Hamid Karzai, pada tahun 2004 dikukuhkan sebagai presiden yang terpilih secara demokratis.

Akan tetapi, setelah kemenangan cepat pasukan aliansi di bawah AS, situasi di Afghanistan dari tahun ke tahun justru semakin buruk. Gerakan Taliban bangkit kembali. Perdamaian semakin menjauh. Jutaan warga Afghanistan mempertanyakan, seperti diungkapkan seorang warga  Kunduz. ”Bagaimana mungkin, negara adidaya sedunia berperang lawan Taliban, tapi tidak mampu menundukkannya? Bagi rakyat Afghanistan ini teka-teki yang tidak terpecahkan,“ ujarnya.

Faktanya, sekitar 150.000 serdadu asing di bawah komandi NATO, tidak mampu menjamin keamanan di Afghanistan. Selain itu rasa tidak puas di kalangan warga semakin memuncak, menyaksikan maraknya korupsi, kolusi dan nepotisme. Milyaran Dolar dana bantuan mengalir ke Afghanistan. Tapi uangnya hanya dinikmati segelintir orang yang menjadi super kaya. Sementara di sisi lainnya 7 juta warga kelaparan, demikian laporan PBB. Sekarang ketakutan justru merebak. Rakyat mencemaskan, jika semua pasukan tempur asing ditarik akhir tahun 2014, Taliban akan kembali berkuasa.

Ratbil Shamel/Agus Setiawan

Editor : Andriani Nangoy