1. Buka konten
  2. Buka menu utama
  3. Buka situs DW lainnya

Kesepakatan Paris, Arah Tepat Tapi Aksi Amat Kecil

Grahame Lucas15 Desember 2015

Kesepakatan Iklim yang ditandatangani di Paris akhir pekan lalu, disambut meriah di seluruh penjuru dunia sebagai kesepakatan bersejarah. Tapi apakah ini sudah layak? Opini Grahame Lucas.

https://p.dw.com/p/1HNbz
Frankreich Cop21 Klimagipfel in Paris
Foto: Reuters/S. Mahe

Kita mulai dengan yang positif. Setelah rangkaian kegagalan beberapa tahun silam dari para delegasi peradaban dalam menegosiasi dan meratifikasi kesepakatan, untuk melindungi masa depan kehidupan di Bumi, kesepakatan Paris adalah sebuah langkah maju. Merunut ke beberapa dekade silam, para pihak yang dulu menolak gagasan bahwa perubahan iklim sudah jadi kenyataan dan fenomena ini adalah akibat aktivitas manusia, sekarang kehilangan semua argumen mereka.

Kubu radikal partai Republik di Amerika Serikat menyatakan, akan tetap menolak kesepakatan perlindungan iklim. Kandidat presiden Republik bahkan sesumbar akan merobek kesepakatan Paris jika mereka terpliih. Tapi semua itu hanya menunjukkan, bahwa semua itu akan mendarat di tempat sampah sejarah.

Cina dan India yang merupakan dua produsen terbesar emisi karbon dioksida, kini mengubah sikapnya. Mayoritas negara barat kini mulai bergerak, walau lamban, untuk menerima kewajiban mereka. Kesiapan untuk bertindak lebih banyak dalam ekonomi hemat karbon juga meningkat.

Lebih jauh lagi kesepakatan menargetkan pembatasan pemanasan global pada kisaran 1,5 derajat Celsius. Tentu sangat penting menentukan target ini, walaupun kelihatannya sudah terlambat untuk mencapainya. Para ilmuwan sudah meyakini, suhu global akan naik antara dua hingga 3 derajat Celsius di akhir abad ini. Konsekuensinya tentu amat serius. Kita sudah mengamati kemarau panjang dan kekeringan dalam skala yang belum pernah terjadi selama ini. Badai dan taufan makin kerap melanda dengan intensitas makin dahsyat. Muka air laut naik, dengan dampak banyak yang terpaksa mengungsi, karena pulaunya karam ditelan laut. Ini bukan fenomena yang kebetulan. Melainkan dampak dari perubahan iklim.

Lucas Grahame Kommentarbild App
Grahame Lucas kepala redaksi South-East Asia.

Jadi pada tatanan apa kesepakatan Paris akan dapat mencegah dampak perubahan iklim yang sudah melanda? Patut disayangkan, bahwa kesepakatan Paris tidak mewajibkan target nyata dan bentuk sanksi. Tidak ada komitmen untuk menghentikan penggunaan bahan bakar fossil dengan tenggat jelas. Tidak ada ancaman sanski buat negara yang masih terus membakar batubara dan minyak, karena negara ini ingin meningkatkan taraf hidup rakyatnya.

Para penandta tangan kesepakatan henya berjanji mereduksi emisi, menetapkan sendiri targetnya dan menyatakan akan mendorong penggunaan energi terbarukan. Tidak ada pihak yang bertugas mengecek pencapaian target, atau memberikan sanksi bagi mereka yang melanggar kesepakatan.

Realitasnya, kesepakatan Paris sama gagalnya dengan kesepakatan Kopenhagen yang dibuat enam tahun silam. Memang arahnya sudah tepat, tapi aksinya terlalu kecil. Akan tiba saatnya, ketika rakyat di dunia menengok balik ke kesepakatan Paris dan mengatakan: Itulah saatnya ketika dunia menyadari apa yang terjadi ketika itu. Tapi ini juga sebuah tragedi, karena kita tidak punya niat untuk melakukan lebih banyak pada saat tersebut.