1. Buka konten
  2. Buka menu utama
  3. Buka situs DW lainnya

Kesepakatan Hampir Tercapai di Nagoya

29 Oktober 2010

Konferensi PBB di Nagoya, Jepang, tentang keanekaragaman hayati berakhir Jumat (29/10). Walaupun banyak perbedaan pendapat, sampai detik akhir diusahakan tercapainya kesepakatan.

https://p.dw.com/p/PsHC
Walikota Nagoya Takashi Kawamura (kiri) wakil Jerman Jochen Flasbarth (tengah) and Menteri Lingkungan Hidup Jepang Ryu MatsumotoFoto: picture alliance/dpa

Konferensi PBB tentang keanekaragaman hayati yang diadakan di Nagoya, Jepang berakhir hari ini (Jumat, 29/10) dan segera akan mencapai kesepakatan yang mengatur penggunaan kekayaan alam, misalnya yang dapat ditemukan di hutan Amazona, di Amerika Selatan. Para menteri yang hadir tetap tidak sependapat tentang seambisius mana target yang ingin dicapai, setelah tujuan mengurangi kepunahan secara signifikan sampai tahun ini tidak berhasil dicapai.

Namun demikian Menteri Lingkungan Hidup Jepang, Ryu Matsumoto mengatakan kepada delegasi, sebuah rancangan keputusan sudah disetujui oleh wakil dari kelompok-kelompok regional. Pembicaraan tentang penerimaan rancangan itu juga akan diadakan.

Kesepakatan dengan 20 Ketetapan

Para negosiator yang terlibat dalam perundingan sebelumnya telah mengatakan, jika berhasil, kesepakatan akan mencakup rencana dengan 20 ketetapan yang bertujuan untuk menjaga ekosistem baik di tanah maupun di laut, dan memperlambat punahnya spesies binatang dan tumbuhan.

Sejauh ini delegasi masih mempertikaikan masalah angka dan perincian kata-kata. Namun Jane Smart, direktur bidang penjagaan keanekaragaman hayati dari persatuan internasional untuk penjagaan alam (IUCN) mengatakan, kesulitan ini menunjukkan bahwa dunia sudah menanggapi masalah keanekaragaman hayati dengan serius.

Pembagian Keuntungan

Brazil dan sejumlah negara berkembang masih menolak untuk menandatangani kesepakatan mengenai tujuan yang akan dicapai tahun 2020 mendatang, jika tidak ada perjanjian yang menjamin mereka dapat ikut memperoleh keuntungan milyaran dari perusahaan-perusahaan besar yang menggunakan kekayaan alam mereka untuk membuat obat-obatan, kosmetika atau produk-produk lain yang menghasilkan keuntungan besar.

Untuk itu setiap negara masih harus menyetujui apa yang disebut protokol pembagian akses dan keuntungan atau ABS (Access and Benefits Sharing Protocol). Tetapi banyak negara masih mempermasalahkan cakupan protokol itu, dan cara mengetahui asal usul sebuah spesies.

Tidak Dapat Ijin

Tove Ryding, penasehat organisasi lingkungan hidup Greenpeace untuk kebijakan tentang keanekaragaman hayati dan perubahan iklim, menandaskan, kesepakatan ABS sangat penting. Negara yang tidak bersedia menandatangani berarti tidak mau membagi keuntungan, jadi tidak akan mendapat ijin mengambil kekayaan dari hutan tropis. Demikian Tove Ryding.

Sejumlah perusahaan khawatir, kesepakatan ABS akan menyebabkan peningkatan biaya dan prosedur yang lebih rumit, seperti untuk mendapatkan hak paten, yang mereka katakan akan menghambat inovasi. Dalam hal ini, Menteri Lingkungan Hidup Jepang Ryu Matsumoto juga menegaskan kepada wartawan, pihaknya akan berusaha sebaik mungkin sampai detik terakhir, agar para delegasi tidak meninggalkan konferensi di Nagoya dengan tangan hampa.

Rantai Makanan

Berkaitan dengan kawasan hutan Amazon, yang sebagian besar masuk wilayah Brazil, sebuah laporan PBB menyatakan pembalakan dan pembuatan jalanan dapat merusak ekosistem dan menyebabkan kepunahan.

Pada konferensi di Nagoya tersebut ditekankan juga bahwa keanekaragaman hayati bukan hanya tentang penghitungan jenis spesies melainkan tentang kestabilan rantai makanan yang juga penting bagi manusia. Di samping itu, keanekaragaman hayati di dunia masih belum terdokumentasi secara lengkap. Terutama spesies yang hidup di dalam tanah dan di bawah laut.

Marjory Linardy/afp/rtr

Editor: Hendra Pasuhuk