1. Buka konten
  2. Buka menu utama
  3. Buka situs DW lainnya

Kerusuhan di Thailand Kembali Renggut Korban Jiwa

15 Mei 2010

Tanpa mengindahkan peringatan internasional agar tidak memperuncing situasi, Perdana Menteri Thailand Abhisit Vejjajiva membela langkah keras yang diambil pemerintah untuk menghadapi demonstran anti pemerintah.

https://p.dw.com/p/NP0Q
Tentara Thailand menembak ke arah demonstran anti pemerintah setelah mendapat serangan dari demonstranFoto: AP

Kerusuhan berdarah di ibukota Thailand tak kunjung reda. Menurut tim penyelamat, delapan orang tewas dalam bentrokan antara demonstran oposisi dan militer Thailand, Sabtu (15/05). Sejak kerusuhan hari Kamis (13/05) hingga Sabtu (15/05) korban jiwa meningkat menjadi 24 orang.

Menurut fotograf kantor berita AFP, tiga jenazah tergeletak di jalan setelah terjadi bentrokan antara oposisi baju merah dan tentara di sebelah utara kawasan yang diduduki oleh kelompok penentang pemerintah. Seorang penduduk setempat mengatakan, tentara melepaskan tembakan ketika sekitar 20 demonstran berjalan menghampiri mereka sambil melambaikan bendera Thailand.

Unruhe und Gewalt in Thailand
Pemrotes pemerintah lepaskan roket buatan sendiri ke arah tentara di BangkokFoto: AP

Abhisit: "Teroris" bersenjata di antara baju merah

Hari Kamis (13/05) militer mengepung kawasan bisnis yang diduduki baju merah untuk memaksa mereka mengakhiri pendudukan di kawasan tersebut. Tembakan dengan peluru tajam sewaktu-waktu dilepaskan dan demonstran melempari tentara dengan bom Molotov. Granat juga terdengar meledak. Tim penyelamat mengatakan, sejak awal bentrokan tercatat 24 warga sipil tewas dan lebih dari 180 orang luka-luka.

Meskipun demikian, Perdana Menteri Abhisit menegaskan tekadnya untuk membubarkan kamp pemrotes di kawasan bisnis. "Yang menentukan adalah bahwa kami tidak boleh berubah pendapat dan tidak mengizinkan orang-orang yang melanggar UU yang mengerahkan pejuang bersenjata untuk menakut-nakuti pemerintah", ujar Abhisit dalam pidatonya di televisi. Selanjutnya dikatakan bahwa terdapat "teroris" bersenjata yang menyusup di tengah-tengah baju merah yang menyerang aparat keamanan dan demonstran lainnya. Mereka tidak boleh "menyandera kota Bangkok", ujar PM Thailand.

Dalam pidato televisinya hari Sabtu (15/05), Abhisit mengkritik oposisi yang tidak mau menerima persyaratan rencana perdamaiannya. Ini adalah "satu-satunya jalan perdamaian dan kejujuran". "Penolakan rencana ini kelihatan jelas bertujuan mengakomodasi sekelompok kecil warga yang ingin memicu perang saudara dan jatuhnya korban-korban", tambah Abhisit.

Thailand Unruhen in Bangkok
Asap dari ban yang dibakar demonstran anti pemerintahFoto: AP

Jatuporn sebut "perang saudara"

Hari Rabu lalu (12/05) para demonstran tidak mengindahkan batas ultimatum yang ditetapkan Abhisit untuk mengakhiri pendudukan. Setelah itu PM Abhisit Vejjajiva menarik tawarannya untuk melaksanakan pemilihan parlemen November mendatang.

Hari Sabtu (15/05), tidak jauh dari barikade terdiri dari tumpukan tongkat bambu, ban-ban mobil dan kawat berduri yang dipasang penentang pemerintah, tembakan-tembakan dan sebuah ledakan keras kembali terdengar. Sebuah papan pengumuman dari militer mengingatkan bahwa peluru tajam kini digunakan. Para demonstran menyerang tentara dengan ban mobil yang dibakar dan helikopter-helikopter ditembaki dengan petasan. Salah seorang pemimpin aksi protes, Jatuporn Prompan berbicara tentang "perang saudara".

Menurut keterangan militer, jumlah demonstran di kawasan yang sekarang diblokade, kini menurun separuh. Seorang juru bicara pemerintah mengatakan, jumlah demonstran baju merah yang masih bertahan di kawasan itu sekitar 6.000 orang.

Unruhe und Gewalt in Thailand
Tentara Thailand mendekati demonstran anti pemerintahFoto: AP

Ban Ki Moon serukan dialog perdamaian

Sementara itu, Sekretaris Jenderal PBB Ban Ki Moon mengimbau pihak yang bertikai untuk kembali melakukan pembicaraan. Menteri Luar Negeri jerman Guido Westerwelle (FDP) menyatakan "sangat cemas melihat peningkatakn kekerasan di Bangkok". Kementrian Luar Negeri Jerman mengeluarkan peringatan perjalanan ke ibukota Thailand.

Amerika Serikat dan Vietnam yang kini memimpin ASEAN juga menunjukkan kekhawatiran. Sebagian dari anggota kedutaan besar AS di Bangkok kini telah dievakuasi.

CS/RN/afpd/rtre/dpa