Kerusuhan di Swedia Dipicu Ketegangan Sosial
27 Mei 2013Swedia dikenal sebagai panutan untuk keadilan sosial dan integrasi. Tapi beberapa hari terakhir, di kawasan pinggiran kota-kota negara di utara Eropa itu mobil-mobil terbakar akibat kerusuhan remaja. Suasana tenang di Swedia diguncang kerusuhan di kawasan Husby di Stockholm. Kawasan berpenduduk 12 ribu orang itu, 85 persennya berlatar belakang migran. Lebih dari sepertiga warga di sana yang berusia antara 20-25 tahun adalah pengangguran.
Pemerintah Swedia pasca krisis ekonomi 2008/2009 terpaksa melakukan program penghematan. Dengan reformasi, negara itu cepat bisa mengatasi masalah ekonomi, tapi dengan demikian dampak paling hebat dirasakan lapisan penduduk yang lemah. "Pemerintah melakukan pemotongan tunjangan pengangguran dan dana kesehatan," tutur Tobias Etzold dari Stiftung Wissenschaft und Politik untuk Proyek Eropa Utara. Lebih lanjut kepada DW Etzold mengatakan, "Juga negara yang dipandang panutan seperti Swedia dengan kesejahteraan yang berfungsi baik dan penduduk yang relatif makmur, tidak aman dari krisis ekonomi dan keuangan di Eropa." "Dan itu memicu semakin besarnya jurang antara miskin dan kaya dalam masyarakat," kata Almut Möller dari Lembaga Jerman untuk Politik Luar Negeri kepada DW.
Di Husby orang bisa melihat jelas masalahnya. Kawasan kota itu dibangun sekitar tahun 1960, 70-an untuk menyediakan ruang tinggal murah. Di rumah-rumah sosial bagi lapisan ekonomi lemah, dulu yang tinggal adalah warga Swedia, tapi lama-lama makin banyak imigran. "Swedia punya politik imigrasi liberal, sehingga kuota warga migrannya amat tinggi," ujar Möller. Sementara warga Swedia meninggalkan kawasan itu, warga migran tetap tinggal di situ. Seandainya pengangguran secara keseluruhan naik, kerusuhan di kawasan-kawasan di mana akses untuk peluang mendapat pendidikan dan pekerjaan lebih sulit, semakin besar. "Dan di Swedia tingkat kuota pengangguran warga muda 24 persen, jauh di atas rata-rata Uni Eropa," jelas Möller.
Bahaya Kesediaan Melakukan Tindak Kekerasan
Pemicu kerusuhan adalah penembakan imigran berusia 69 tahun oleh polisi sebagai tindakan membela diri. "Tanpa kejadian ini kemungkinan besar tidak akan terjadi eskalasi," pendapat pakar sosiologi Martin Diewald dari Universitas Bielefeld. Sering kejadian semacam itu pecah menjadi kerusuhan, akibat sudah terpendamnya kesediaan melakukan tindak kekerasan.
Sementara ini menurut keterangan polisi, kerusuhan lambat laun berhasil diatasi. Untuk jangka panjang, kerusuhan itu dapat mengubah situasi di kawasan pinggiran melalui perbaikan-perbaikan, kata Etzold. "Politisi terkejut atas kekerasan itu, karena mereka mengabaikan cukup lama masalah di kawasan tersebut. Kemungkinan situasi itu menimbulkan kesadaran bahwa pemerintah harus bertindak lebih banyak." Di masa depan Swedia harus lebih berinvestasi pada pendidikan dan pasar tenaga kerja. Hanya dengan cara itulah citra Swedia sebagai negara panutan imigrasi dapat kembali pulih.