1. Buka konten
  2. Buka menu utama
  3. Buka situs DW lainnya

Membenahi Pertamina dari Korupsi dan KKN

Hendra Pasuhuk2 Desember 2014

Presiden Joko Widodo berjanji membenahi pengelolaan Pertamina yang sarat dengan praktek kolusi dan korupsi. Beberapa langkah sudah dimulai, antara lain mengganti seluruh jajaran direkturnya.

https://p.dw.com/p/1Dy9A
Indonesien Benzin Tankstelle von Pertamina in Jakarta
Foto: R. Gacad/AFP/Getty Images

Pemerintah Indonesia akan membangun lebih banyak kilang minyak dan infrastruktur penyulingan untuk menggenjot produksi minyak. Presiden Jokowi berharap hal ini bisa mendukung suplai minyak di dalam negeri, menurunkan impor, sekaligus mencegah korupsi yang sering terjadi dalam prosedur pembelian minyak.

Direktur Pertamina yang baru, Dwi Soetjipto mengatakan baru-baru ini di Jakarta, salah satu upaya untuk meningkatkan nilai tambah Pertamina adalah dengan membangun kilang minyak sebanyak-banyaknya.

"Revitalisasi dan membangun kilang-kilang yang baru sangat penting. Jadi kita tidak terlalu dijepit situasi krisis," tandasnya. Ia mengatakan, pembangunan kilang yang baru bisa didanai sendiri, atau bekerja dengan mitra strategis lain.

Jika kapasitas penyimpanan dan penyulingan bisa ditingkatkan, kemungkinan besar Indonesia bisa menekan impor minyak dan gas yang harus dibeli dari luar negeri dengan harga mahal.

Sektor minyak dan gas adalah salah satu penopang utama perekonomian Indonesia dan menyumbangkan lebih dari 7% Produk Domestik Brutto (PDB).

Petral dan mafia minyak

Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Sudirman Said mengatakan, transaksi minyak harus lebih transparan tanpa perantara. "Setiap transaksi yang tersembunyi akan punya potensi untuk korupsi. Jadi perundingan langsung bisa menurunkan potensi korupsi dan mereduksi peran perantara.

Perantara transaksi minyak yang sedang ramai dibicarakan saat ini berkaitan erat dengan operasi Petral (Pertamina Energy Trading Limited), sebuah anak perusahaan Pertamina yang berbasis di Hongkong tapi beroperasi dari Singapura. Hampir seluruh perdagangan minyak mentah untuk Pertamina dilakukan melalui Petral.

Belakangan, banyak pihak menyebut adanya kelompok "mafia minyak" di belakang perdagangan itu. Para perantara minyak itu disebut-sebut mengeruk keuntungan besar dari bisnis impor minyak dan gas.

Salah satu direktur Petral, Simson Panjaitan, membantah perusahaannya terlibat korupsi. "Tidak ada bukti yang menyatakan kami korup, kami mafia", katanya.

Menurut laporan Petral, pendapatan mereka tahun 2011 mencapai US$ 31,5 miliar, dengan laba bersih US$ 47 juta. Inilah laporan tahunan terakhir yang dipublikasi di situs internetnya.

Pembenahan untuk cegah korupsi

Kalangan pengamat perminyakan memperkirakan, para "mafia minyak" setiap tahun berhasil mengeruk keuntungan sampai 400 juta dolar, karena sistem transaksi Petral yang tidak transparan.

Menteri BUMN Rini Soemarno baru-baru ini menyampaikan, kantor Petral di Hongkong dan Singapura akan dipindahkan ke Indonesia, agar kegiatannya lebih mudah diawasi.

Sebelumnya, Presiden Jokowi menunjuk aktivis antikorupsi Amien Sunaryadi untuk mengepalai Satuan Kerja Khusus Pelaksana Kerja Kegiatan Hulu Minyak dan Gas Bumi, yang lebih dikenal sebagai SKK Migas. Pemerintah juga mengganti seluruh jajaran direksi Pertamina.

Pengamat ekonomi dari Universitas Indonesia yang dikenal kritis, Faisal Basri, juga bergabung dalam tim ini. Mereka diharapkan bisa memberikan rekomendasi untuk membenahi sistem perizinan dan kontraktor.

"Kita akan membangun sistem yang kebih transparan. Jadi semuanya bisa kelihatan oleh setiap orang", kata Faisal Basri. Ia sering dengan lantang menyatakan adanya keterlibatan "mafia minyak" dalam bisnis Pertamina selama ini.

hp/vlz (rtr)