1. Buka konten
  2. Buka menu utama
  3. Buka situs DW lainnya

Keributan dalam Proses terhadap Aktivis HAM Cina

13 Agustus 2009

Akibat gempa bumi Mei 2008 ribuan sekolah runtuh dan sejumlah besar anak tewas. Kecerobohan pembangunan sekolah juga menjadi penyebab runtuhnya bangunan. Tema ini tabu di Cina. Yang menyelidiki dihadapkan ke pengadilan.

https://p.dw.com/p/J92B
Seniman dan aktivis HAM Cina, Ai WeiweiFoto: DW/Ruth Kirchner

Proses pengadilan diadakan terhadap seorang aktifis hak asasi, Tan Zuoren, yang berusaha menyelidiki kebenaran tentang runtuhnya banyak bangunan sekolah dalam gempa bumi di provinsi Sichuan. Orang-orang yang mendukung aktifis itu diancam oleh polisi. Di antaranya juga seorang seniman yang terkenal di dunia internasional, Ai Weiwei.

Polisi Menekan Aktivis

Apa yang dialami Ai Weiwei sebelum proses terhadap aktivis hak asasi Tan Zuoren di Chengdu menyebabkannya putus asa. Ia menuturkan: "Malam itu lebih dari 30 polisi datang ke hotel kami, membangunkan kami dan memerintahkan kami untuk membuka pintu. Kami dimaki-maki dan dipukuli. Mereka menahan kami tanpa penjelasan, hingga proses pertama berakhir. Mereka polisi yang mengenakan seragam dan yang berbaju sipil. Beberapa membawa senjata, yang lainnya pentungan. Antara polisi dari provinsi Sichuan dan gangster tidak ada perbedaan sama sekali."

Ai Weiwei mengatakan, polisi mengancam akan memukulinya sampai mati dan melukai wajahnya. Ia pergi ke Chengdu dari ibukota Beijing untuk hadir dalam proses terhadap Tan Zuoren, seperti halnya 500 aktivis lainnya. Mereka dilarang masuk ke ruang sidang, padahal petugas pengadilan sudah memberikan ijin, demikian laporan kantor berita AP.

Menyelidiki Runtuhnya Bangunan

Eingestürzte Schule nach Edbeben in China Sichuan
Salah satu sekolah yang rubuh dalam gempa bumi 20 Mei 2008 lalu.Foto: AP

Tan Zuoren yang berusia 55 tahun dituduh ingin menggulingkan kekuasaan pemerintah, karena di masa lalu ia berhubungan via e-mail dengan seorang aktivis terkenal perlawanan mahasiswa tahun 1989 lalu. Tan menampik tuduhan tersebut. Seperti banyak orang lainnya di China Ai Weiwei yakin, Tan Zuoren sebenarnya dihadapkan ke pengadilan karena soal lain.

Sejak gempa bumi bulan Mei 2008 lalu, sejumlah besar orang di provinsi Sichuan yang melontarkan pernyataan kritis ditangkap. Terutama dalam pekan-pekan belakangan ini. Ai Weiwei mengatakan, dari penyelidikannya Tan Zuoren menarik kesimpulan, bahwa saat gempa gedung sekolah rubuh karena tidak dibangun dengan baik. Penyelidikian Ai Weiwei juga membenarkan pendapat Tan Zuoren.

Pemerintah Ingkar Janji

Beberapa hari setelah gempa bumi terjadi, orang tua korban telah menuduh sejumlah pegawai pemerintah dan perusahaan bangunan bertanggungjawab atas runtuhnya bangunan sekolah di Sichuan. Waktu itu pemerintah berjanji akan menyelidiki perkara.

Janji itu sampai sekarang tidak dipenuhi. Sebaliknya, sejak beberapa bulan lalu orang tua korban diawasi dan ditekan polisi. Sekarang Ai Weiwei akan kembali ke Sichuan, karena seorang aktifis dari kelompoknya masih ditahan tanpa penjelasan apapun. Itu ilegal, demikian Ai Weiwei.

Negara Tidak Bisa Dipercaya Lagi

documenta Der chinesische Konzeptkünstler Ai Weiwei steht am 17.04.2007 in seinem Atelier.
Seniman Ai Weiwei di ruang pamernya (17/04/07)Foto: picture-alliance/dpa

Menurut Ai Weiwei, kehakiman Cina semakin memburuk. Tidak ada keadilan. Proses terhadap Tan Zuoren hanya lelucon. Pembela Tan tidak punya kesempatan membela, karena semua saksi tidak diijinkan hadir dalam pengadilan. Bukti-bukti yang diajukannya tidak ditanggapi dengan serius.

Hakim juga sangat tidak sopan terhadap Tan Zuoren. Ia kerap mengatakan, tidak perlu mendengarkan pernyataan Tan Zuoren lagi, karena ia sudah tahu masalahnya. Pembela Tan kemudian menjawab, dari mana anda tahu sesuatu yang belum dikatakan. "Negara tidak bisa dipercaya lagi," demikian Ai Weiwei.

Kepercayaan atas Cina Diragukan

Pakar Cina asal Inggris, Kerry Brown berpendapat, kepercayaan atas Cina dapat menjadi masalah besar tahun-tahun mendatang. Tanpa transparensi, stabilitas yang dijaga dengan penuh ketakutan itu tidak mungkin bisa dipertahankan.

Kerry Brown mengatakan, tantangan terbesar adalah untuk menarik batas antara kekuasaan partai, pemerintah, militer dan pengadilan. Keputusan penting pengadilan sangat bersifat politis. Banyak hakim mengatakan sendrii, mereka sering tidak dapat mengambil keputusan karena undang-undangnya tidak jelas. Brown menambahkan, banyak hal-hal mendasar harus dijabarkan dengan jelas.

Di sekolah-sekolah partai ada orang-orang yang memikirkan hal itu. Ada yang menyukai sistem Jerman yang berdasar pada pembagian kekuasaan. Tetapi masalahnya, mereka sampai sekarang belum menemukan model, yang menurut mereka dapat digunakan di Cina. Demikian Brown. Tetapi Brown juga yakin, selambatnya dalam 15 tahun mendatang tekanan rakyat Cina akan sangat tinggi, sehingga sistem di negara itu akan membuka diri bagi hak untuk ikut menentukan.

Astrid Freyeisen / Marjory Linardy

Editor: Asril Ridwan