1. Buka konten
  2. Buka menu utama
  3. Buka situs DW lainnya

141209 Klima Kopenhagen Entwicklungsländer

15 Desember 2009

Baik negara G77, negara-negara kepulauan kecil maupun negara-negara Afrika. Banyak negara berkembang menunjukkan kepercayaan diri yang baru.

https://p.dw.com/p/L2vF
Negara-negara kepulauan seperti Tuvalu perlu keputusan mengikat dari konferensi iklim untuk bertahan hidup.Foto: AP

Seorang anggota delegasi negara Tuvalu dalam perundingan di konferensi iklim internasional mengatakan, “Terima kasih ibu ketua dan terima kasih juga bahwa Anda telah mempertimbangkan kekhawatiran kami. Tetapi sayangnya kami tidak dapat menerima keputusan Anda. Masalah ini terlalu penting bagi kami sehingga kami tidak dapat menerima proses informal saja. Maka kalau isu ini tidak dapat dibahas dalam pembicaraan formal, kami akan meminta penangguhan kesepakatan.“

Ada diskusi hebat di pleno. Tuvalu ingin menghentikan perundingan karena pertanyaan mengenai keterikatan kesepakatan iklim tidak dapat diselesaikan di dalam pleno. Dulu hampir tidak ada yang tahu ada negara Tuvalu, sebuah negara kepulauan di Lautan Pasifik dengan 12 ribu penduduk. Tetapi setelah negara-negara di Lautan Pasifik menarik perhatian dunia, kebanyakan peserta konferensi iklim sadar, bahwa negara-negara kecil juga mempunyai suara di perundingan ini.

Tidak hanya negara-negara kepulauan, tetapi juga negara berkembang dan negara ambang industri yang tergabung di kelompok G77 serta negara-negara termiskin tampil dengan percaya diri baru di konferensi iklim ini. Satu negara, satu suara: inilah prinsipnya. Dan bagi banyak negara berkembang, keputusan di Kopenhagen ini akan menentukan hidup atau matinya. Kesepakatan yang berguna bagi negara-negara berkembang adalah kesepakatan yang mengikat. Konvensi iklim dan lingkungan harus jadi kewajiban, seperti konvensi hak asasi manusia PBB. Demikian dikatakan Pablo Soron Romero Orozca, duta besar Bolivia di markas PBB di New York.

Bolivia adalah salah satu negara yang tidak hanya menantikan angka-angka penurunan emisi atau janji bantuan dana dari perundingan iklim. Perubahan iklim bukanlah masalah teknis yang dapat diselesaikan dengan angka-angka. Ini adalah masalah terstruktur yang akarnya jauh lebih dalam. Yang diinginkan adalah perubahan cara pikir secara global.

Banyak negara berkembang dan negara ambang industri tahu benar, bahwa negara-negara industri kaya bertanggung jawab secara moral. Dan mereka juga harus tahu, perubahan iklim tidak akan bisa dibendung tanpa keterlibatan negara-negara berkembang. Demikian ditegaskan Jan Kowalzik, utusan urusan iklim dari organisasi kemanusiaan Oxfam Jerman.

Persetujuan yang mengikat. Inilah yang dituntut di konferensi iklim oleh negara-negara G77 dan Cina, serta negara-negara kepulauan dan negara-negara termiskin. Karena merekalah yang sekarang harus menanggung akibat perubahan iklim.

Helle Jeppesen/Anggatira Rinaldi

Editor: Hendra Pasuhuk