1. Buka konten
  2. Buka menu utama
  3. Buka situs DW lainnya

Kembali Bentrokan Demonstran dan Polisi di Cina

15 Juni 2011

Akhir pekan lalu, ribuan orang berdemonstrasi di kota Zengcheng Cina menentang aksi kekerasan pemerintah. Gelombang demonstrasi yang menghantam Cina mulai mengkhawatirkan para pemegang kekuasaan.

https://p.dw.com/p/11adx
Kesatuan polisi Cina di XintangFoto: AP

Pengerahan ribuan polisi anti huru-hara lengkap dengan gas air mata dan senjata sepertinya berhasil mengembalikan ketenangan pada kota Zengcheng di selatan Cina usai mengalami kerusuhan selama berhari-hari. Tetapi baik para pekerja migran mau pun pemerintah tahu keadaan bisa berubah kembali, jika para pemimpin negara gagal menemukan solusi bagi kekhawatiran para migran. Hingga Selasa malam (14/6), satuan polisi masih berpatroli di jalan-jalan utama, mendirikan pos pengawasan di hampir setiap persimpangan jalan, serta memeriksa kartu identitas para pengemudi kendaraan dan pejalan kaki.

Kerusuhan bermula dari aksi protes Jumat lalu (10/6) di distrik Xintang. Petugas keamanan Cina mendorong seorang migran yang tengah hamil, Wang Lianmei, hingga terjatuh, saat mencoba memindahkan stan jualan makanannya dari jalanan. Kemudian tersiar kabar, Wang cidera karena nya dan suaminya bahkan tewas. Bentrokan pun tak terhindarkan. Saksi mata mengatakan ada hingga 1000 demonstran yang terlibat. Kendaraan milik pemerintah dibakar, gedung-gedung pemerintah daerah dirusak.

Menurut media resmi pemerintah Cina, 25 orang telah ditangkap. Dalam konferensi pers, pemerintah lokal menegaskan, bahwa cidera migran yang tengah hamil dan kematian suaminya hanyalah gosip belaka. Kesatuan khusus yang baru dibentuk akan menyelidiki kasus ini. Jurnalis dan pakar ekonomi Cina Guo Zhongxiao berpendapat, kerusuhan terjadi karena semakin bertambahnya masalah sosial Cina : "Tingkat perkembangan negara yang disebut sebagai meja kerja dunia mencapai titik kritis. Perbedaan antara kota dan desa semakin tajam. Perbedaan pemasukan antara pekerja migran dan lokal semakin besar. Ini menyebabkan masalah sosial yang tidak terselesaikan."

Baru beberapa hari yang lalu, sekitar 1500 orang berdemonstrasi di kota Lichuan, setelah seorang pria tewas saat berada dalam tahanan. Di akhir pekan, dua orang tewas dalam ledakan bom di Tianjin. Motif pelaku adalah 'balas dendam terhadap masyarakat'. Ding Xueliang, profesor sosiologi di Universitas Hongkong mengatakan, kemarahan warga semakin menumpuk. Sedikit percikan api sudah bisa menyebabkan ledakan emosi besar. Ding juga mengeritik, peluang melakukan protes yang sesuai dengan hukum di Cina hanya tertulis di atas kertas. "Undang-undang bukan sarana yang melindungi orang biasa di jalanan Cina dan bisa digunakan untuk melawan ketidakadilan atau penyalahgunaan kekuasaan pejabat."

Bagi pemerintah Beijing, aksi protes yang terus bertambah mengkhawatirkan. Para pimpinan Cina waspada, mengingat pergolakan yang terjadi di dunia Arab. Lagi pula kerusuhan ditakutkan bisa membuat para investor di wilayah ekspor merasa tidak aman. Konsep propaganda pemerintah Cina tentang 'harmoni masyarakat' tidak berfungsi. Mereka terus menggunakan jumlah besar pasukan keamanan untuk menangani demonstran. Di waktu bersamaan mereka memecat pejabat lokal atau kadang juga membayar ganti rugi kepada rakyat. Namun, menurut Ding Xueliang, dengan ini pemerintah hanya memerangi gejala namun tidak sumber masalah yang ada. "Jika Cina juga mengimpor sama banyaknya sistem masyarakat yang modern dan demokratis seperti mereka mengimpor teknologi dan pengetahuan, maka kemarahan dan perlawanan warga tidak akan sebesar sekarang."

Christoph Ricking / Vidi Legowo-Zipperer

Editor : Dyan Kostermans