1. Buka konten
  2. Buka menu utama
  3. Buka situs DW lainnya

Keluarga Muslim Penjaga Makam Suci

Irris Makler26 April 2014

Gereja Makam Suci dibangun di lokasi di mana orang Kristen percaya bahwa Yesus disalibkan. Gereja itu dikelola enam golongan Kristen, namun kunci gereja dipegang keluarga Muslim – berabad-abad lamanya.

https://p.dw.com/p/1BoRL
Foto: picture-alliance/Marius Becker

Nusseibeh adalah keluarga Muslim Yerusalem kuno -- yang turun-temurun dari zaman Nabi Muhammad. Mereka memegang kunci Gereja Makam Suci di Yerusalem. Dua jam setelah matahari terbenam, mereka mengunci gereja dan membukanya sebelum fajar setiap pagi – sebuah tradisi sejak zaman nenek moyang mereka selama ratusan tahun.

Wajih Nusseibeh adalah penjaga pintu saat ini. Ia mengisahkan: "Itu pekerjaan yang diwariskan dari ayah ke anak, sejak zaman penaklukan Muslim pertama atas Yerusalem pada abad ketujuh," katanya kepada Deutsche Welle. "Kami telah melakukannya selama 1.300 tahun, meskipun ada satu celah selama 88 tahun, ketika Tentara Salib Kristen memerintah Yerusalem pada abad ke-12."

Sebelum mengambil peran sebagi penjaga gereja, Nusseibeh memiliki bisnis di bidang elektronik. Putranya yang akan mewarisi pekerjaan ini adalah seorang penata rambut. Pekerjaan ini membutuhkan komitmen , karena mereka tinggal di luar Kota Tua, di mana gereja itu terletak, dan harus berada di sini tiap pukul 04.00 pagi untuk membuka gereja: "Kadang-kadang bahkan lebih awal dari pukul 03:30, " kata Nusseibeh , "Tapi itulah kehidupan. Kita melihat orang-orang bahagia dan jadi kami puas. Dan tentu saja Yesus bukan hanya bagi orang Kristen, ia milik semua orang.

Gereja dibangun di dekat makam dimana Yesus diyakini bangkit. Para biarawan dari ordo Fransiskus melakukan prosesi setiap pagi di dekatnya. Pastur Fergus Clarke adalah imam Fransiskan yang hidup di dalam gereja lebih dari lima tahun. Ia menerangkan mengapa ia percaya kunci gereja sampai ada di tangan keluarga muslim: "Saat itu, muslim ingin menunjukkan superioritas Islam terhadap Kristen, sehingga mereka memberi kunci kepada sebuah keluarga muslim, menutup semua pintu kecuali satu, dan mereka dapat mengontrol satu-satunya pintu ke gereja terpenting dalam agama Kristen,” papar Clarke.

Enam golongan

Gereja ini dibangun di situs yang dipercaya merupakan lokasi Yesus disalibkan dan dibangkitkan. Gereja ini terbagi dalam enam denominasi Kristen - Ortodoks Yunani, Armenia, Katolik, Koptik, Suriah dan Ethiopia.

Keenam golongan itu merasa sulit untuk bersepakat dalam banyak hal praktis, seperti memperbaiki dan bahkan membersihkan gereja. Ada kekhawatiran bahwa jika salah satu dari mereka memegang kunci , mereka mungkin mengunci orang lain sehingga tak bisa keluar. "Setiap kelompok percaya bahwa mereka adalah pemilik gereja, dan jika Anda adalah pemilik, Anda dapat melakukan apa yang Anda inginkan, jadi sulit, sangat sulit ," kata Wajih Nusseibeh.

Para biarawan melakukan bentuk-bentuk ibadah tradisional, termasuk prosesi sehari-hari di sekitar makam di pusat gereja. Layanan ibadah dari berbagai kelompok sering tumpang tindih .

Pastor Fergus Clarke yang tinggal di gereja ini mengakui hal itu: "Kami punya enam kelompok Kristen, atau mungkin bisa disebut sebagai enam keluarga, yang berbagi gereja, itu adalah tanda yang luar biasa dari kesatuan," katanya. Biarawan dari gereja Armenia memulai prosesi di sekitar makam, sementara para biarawan Katolik berjarak tak jauh di depan mereka. Ibarat dua opera digelar bersebelahan, atau kompetisi bagi telinga Tuhan."Sekarang jika Anda bisa membayangkan menempatkan enam keluarga di dapur yang sama, Anda akan memerlukan pedoman dan batas-batas, dan jika mereka semua memiliki perayaan pada waktu yang sama atau pada hari yang sama, tentu akan ada beberapa perbedaan pendapat," ujar Pastor Clarke.

Kekerasan terjadi

Terkadang, perbedaan pendapat itu jatuh ke dalam kekerasan, seperti pada perayaan Paskah beberapa tahun silam. Biarawan ortodoks Yunani dan Armenia saling pukul. Seperti kebanyakan konflik di sini, kejadian itu merupakan sengketa wilayah. Yang satu takut yang lain mencoba melanggar batas wilayah yang bukan miliknya.

Pastor Fergus Clarke menjabarkan: "Tidak diragukan lagi, hal-hal seperti ini dapat terjadi dari waktu ke waktu. Dan kami semua merasa malu jika itu terjadi. Bayangkan, bahwa untuk 360 hari dalam setahun, ada kolaborasi di sini. Mengingat adanya perbedaan bahasa, budaya, dan pendekatan iman, itu benar-benar sebuah keajaiban."

Banyak peziarah mengunjungi gereja ini. Di sini, mereka terinspirasi oleh pesan perdamaian dan cinta kasih.