1. Buka konten
  2. Buka menu utama
  3. Buka situs DW lainnya

Keamanan Masih Merupakan Masalah Terbesar Afrika Selatan

10 Juni 2010

Serangkaian aksi perampokan terhadap wartawan asing di Afrika Selatan semakin memanaskan perdebatan seputar situasi keamanan Piala Dunia. Apakah Piala Dunia mampu membawa perubahan, seperti yang dijanjikan FIFA.

https://p.dw.com/p/NnGm
Pendatang dari negara tetangga Afrika Selatan di tempat penampungan sementara di dekat Johannesburg, setelah pecahnya kekerasan rasial, Mei 2008Foto: AP

Sekitar pukul 4:30 pagi, sekelompok orang bersenjata menyelinap masuk ke dalam hotel Nutbush Boma Lodge yang terletak di pegunungan Magaliesburg, 120 Kilometer dari Johannesburg. Mereka menggeledah beberapa kamar, di antaranya milik wartawan Spanyol dan Portugal yang datang untuk meliput Piala Dunia.

"Satu orang menodongkan pistolnya ke kepala saya dan menyuruh diam," tutur Fotografer majalah "O Jogo", Antonio Simoes yang berasal dari Portugal. Rekannya Miguel Serrano, reporter harian "Marca" yang tertidur selama kejadian, kehilangan passpor, ponsel, laptop dan uang tunai sebesar 3000€ atau sekitar 33 juta Rupiah. "Mereka cuma menyisakan baju kotor dan kartu akreditasi," ujarnya.

Di tempat lain, empat wartawan Cina dirampok dalam kendaraannya ketika tengah dalam perjalanan pulang, hari Rabu (09/06). Duit sebesar 1300€ dan sebuah kamera lenyap dibawa pelaku. Tak lama kemudian, kantor konsulat Cina di Johannesburg mengeluarkan peringatan terhadap warganya di Afrika Selatan untuk waspada dan tidak membawa uang tunai dalam jumlah besar.

Kepolisian memastikan, tidak ada korban luka di kedua insiden yang terjadi dua hari menjelang pesta pembukaan Piala Dunia itu.

Jaminan Keamanan Piala Dunia?

Perkembangan terbaru dari Johannesburg ini semakin memanaskan pedebatan soal keamanan Piala Dunia. Sebagian perwakilan asing sebenarnya telah mendahului Cina dengan mewanti-wanti warganya terhadap situasi keamanan, khususnya di Johannesburg, "Tapi kami pikir tidak akan terjadi apapun," tukas Muguel Serrano kepada koran Spanyol, "El Mundo."

Nyatanya keamanan merupakan masalah terbesar yang dihadapi Afrika Selatan selama musim panas ini. Setiap hari tercatat terjadi 50 pembunuhan. Dengan 40 korban jiwa dari 100.000 penduduk, negeri di ujung selatan Afrika itu menurut Badan Keseharan Dunia (WHO) memiliki angka kematian kriminal tertinggi di dunia. Lebih dari 5300 senjata api dicuri dari gudang senjata milik polisi selama dua tahun terakhir.

Pertanyaannya adalah, apakah Afrika Selatan mampu melindungi lebih dari 370.000 wisatawan yang diperkirakan akan datang selama putaran final atau setidaknya mencegah terulangnya aksi perampokan seperti yang menimpa 39 pelancong selama Piala Confederasi, 2009 lalu? Jawabannya bisa ya, bisa juga tidak.

Tidak dapat disangkal, pemerintah Afrika Selatan sejak terpilih dua tahun lalu telah berbuat banyak untuk menjamin keamanan wisatawan asing. Sebanyak delapan milyar US-Dollar telah disiapkan untuk memerangi angka kriminalitas yang tinggi. 120 juta di antaranya dihabiskan untuk pendidikan dan perlengkapan sekitar 41.000 tenaga baru kepolisian. Menurut Kepala Kepolisian Afrika Selatan, Bheki Cele, pihaknya kini memiliki 186.000 polisi untuk 47 juta penduduk, atau dengan kata lain satu orang polisi untuk 250 penduduk. Belum ditambah dengan kamera pengawas dan satuan keamanan lain yang ditempatkan di sekitar "Zona Utama", yakni di bandar udara, hotel dan stadion.

Ketakutan terhadap keamanan Piala Dunia tidak lain adalah buah hasutan media, tulis sebuah harian Inggris dalam halaman editorialnya. Memang jika dibandingkan, Inggris hanya menyediakan satu orang polisi untuk sekitar 400 penduduk. Sebuah jajak pendapat menyimpulkan, wisatawan Inggris menempatkan Afrika Selatan di posisi ke-sepuluh dalam daftar negara paling berbahaya di dunia. "Pemerintah Afrika Selatan seperti bersiap-siap perang. Mereka tidak bisa berbuat lebih dari itu," ujar Franz Bekcenbauer yang menjadi ketua panitia Piala Dunia 2006 di Jerman, mengenai jaminan keamanan di Piala Dunia.

Wisatawan kulit putih jarang menjadi korban kriminalitas, begitu kesimpulan media-media Eropa yang merujuk pada laporan beberapa perwakilan asing di Afrika Selatan.

Kemiskinan Berujung Xenofobia dan Tindak Kriminal

Bahaya kriminal sebaliknya mengancam sekitar 80.000 pengunjung yang datang dari negeri jiran. Kebanyakan diperkirakan akan menginap di rumah kerabat yang kemungkinan terletak di wilayah kumuh yang menjadi jantung kriminalitas di kota-kota besar seperti Johannesburg. Menurut Gareth Newham, pengamat di Institut Studi Keamanan (ISS), pendatang Afrika merupakan kelompok masyarakat yang paling sering menjadi korban kriminalitas atau kejahatan rasial. "Di Afrika Selatan, sekitar 80 persen pembunuhan terjadi di antara orang yang mengenal satu sama lain dan lebih dari 50 persen dilakukan di bawah pengaruh alkohol," ujar Newham.

Bahwa kesenjangan sosial dapat memicu tindak kriminal juga telah diakui oleh pemerintah Afrika Selatan. Belum pupus dari ingatan, bagaimana kerusuhan antara warga kulit hitam di sebuah Township di Johannesburg dua tahun lalu telah menewaskan lebih dari 25 pendatang Afrika. "Kemiskinan yang meradang di kalangan warga kulit hitam memang menjadi masalah sosial yang sulit ditanggulangi," kata Newham.

Di antara kaum pendatang yang juga banyak menjadi sasaran kelompok kriminal adalah perempuan. Sejak beberapa tahun terakhir, prostitusi ilegal berkembang menjadi bisnis yang menjanjikan. Pemerintah meperkirakan, tahun ini jumlah pekerja seks komersil akan bertambah sebanyak 41.000 orang. Modus yang diterapkan tidak jauh berbeda dengan di kota lain, yakni penculikan, begitu tulis kelompok pemuda Afrika, CYPSA dalam laporannya. Lagi-lagi kebanyakan kasus terjadi di kawasan kumuh. Langkah pencegahan justru muncul dalam bentuk inisiatif warga. Sejumlah lembaga swadaya masyarakat seperti WLSA dan SWEAT, aktif memberikan penyuluhan kepada perempuan di kawasan-kawasan kumuh Afrika Selatan.

Belum lama ini Presiden FIFA, Sepp Blatter berjanji, walau setengah berharap, Piala Dunia akan ikut berperan dalam mengurangi angka kemiskinan dan kriminalitas di Afrika Selatan. Pembuktiannya masih harus ditunggu, karena baru bulan Agustus markas besar kepolisian Afrika Selatan berencana memublikasikan data statistik kriminalitas selama Piala Dunia.

Rizki Nugraha/afp/sid/dpa

Editor: Yuniman Farid