1. Buka konten
  2. Buka menu utama
  3. Buka situs DW lainnya

Kasus Yayasan Supersemar Bukan Satu-Satunya

11 Agustus 2015

Mahkamah Agung akhirnya mengoreksi salah ketik dari lima tahun lalu soal Yayasan Supersemar. Penyelewengan dana serupa juga diduga terjadi pada yayasan-yayasan lain milik keluarga Suharto.

https://p.dw.com/p/1GDPj
Ex Diktator Suharto ist tot
Foto: AP

Juru bicara MA Suhadi dalam konferensi pers hari Selasa (11/08) menerangkan, putusan MA tersebut hanya memperbaiki salah ketik tentang jumlah ganti rugi yang harus dibayar Yayasan Supersemar kepada negara.

"Kekeliruan itu manusiawi, tidak bisa disalahkan pada panitera saja", kata Suhadi dalam junmpa pers di Gedung MA di Jakarta, hari Selasa (11/08). Angka yang tadinya tertulis adalah Rp. 184 juta, padahal nilai nominal dendanya adalah Rp. 185 milyar.

Kasus Yayasan Supersemar berasal dari proses tahun 2007. Ketika itu Kejaksaan Agung menduga ada penyelewengan dana, yang seharusnya ditujukan untuk pengelolaan pendidikan. Tapi Yayasan Supersemar menggunakan dana untuk memberi pinjaman atau penyertaan modal ke perusahaan untuk mengeruk keuntungan.

Kasus lama Peninjauan Kembali (PK) dan salah ketik

Suharto sebagai Pembina Yayasan Supersemar kemudian digugat telah menyalahgunakan dana sebesar US$ 420 juta, dan 185 miliar, plus ganti rugi imaterial sebesar Rp. 10 triliun.

Maret 2008, Pengadilan Negeri Jakarta Selatan memutus Yayasan Supersemar bersalah menyelewengkan dana beasiswa. Putusan dikuatkan oleh Pengadilan Tinggi DKI Jakarta. Jaksa yang belum puas lalu mengajukan kasasi.

Pada 2010 MA akhirnya memutuskan, Soeharto dan Yayasan Supersemar bersalah dan harus membayar kepada negara dana sebesar 315 juta dolar AS, yaitu 75 persen dari 420 juta dollar AS, dan Rp 139,2 miliar,yaitu 75 persen dari Rp 185 miliar.

Persoalan muncul ketika terjadi kesalahan dalam pengetikan putusan. MA tidak menuliskan Rp 139,2 miliar, tetapi Rp 139,2 juta, kurang tiga angka nol. Atas putusan itu, Kejaksaan dan Yayasan Supersemar sama-sama mengajukan Peninjauan Kembali (PK). 8 Juli 2015, Mahkamah Agung menyatakan mengabulkan PK dari Kejaksaan Agung.

Masih ada yayasan-yayasan lain

Yayasan Supersemar bukan satu-satunya lembaga dana yang dimiliki dan dikelola keluarga Suharto. Menurut catatan majalah TEMPO, masih ada lima yayasan lain yang kemungkinan melakukan penyelewengan dana.

Yayasan-yayasan itu adalah: Yayasan Dana Abadi Karya Bhakti (Dakab), Yayasan Dharmais, Yayasan Amalbhakti Muslim Pancasila, Yayasan Damandiri dan Yayasan Trikora.

Yayasan Dakab didirikan untuk membantu keluarga besar Golkar. Semenjak tahun 1998 yayasan diubah tujuannya untuk membantu pengentasan kemiskinan. Tapi dana yayasan yang terhimpun ternyata diklucurkan kepada perusahaan-perusahaan swasta, antara lain ke PT Sempati Nusantara Airlines milik Tommy Soeharto.

Penyelewengan dana serupa itu diduga juga terjadi pada yayasan-yayasan lain milik keluarga Suharto.

hp/vlz (rtr, afp, tempointeraktif)