1. Buka konten
  2. Buka menu utama
  3. Buka situs DW lainnya

251010 Afghanistan Sicherheitsfirmen Verbot

25 Oktober 2010

Di Barat kembali muncul keraguan, apakah Hamid Karzai dengan kebijakannya melarang operasi perusahaan keamanan swasta itu, tetap dapat dijadikan mitra yang dapat dipercaya?

https://p.dw.com/p/PnGz
Pejabat pemerintah Afghanistan memeriksa senjata milik perusahaan kemanan swasta yang disitaFoto: picture-alliance/dpa


Presiden Afghanistan Hamid Karzai, melarang operasi perusahaan keamanan swasta di negaranya. Negara-negara donor, terutama diplomat AS berusaha mempengaruhi Karzai untuk mengubah sikapnya. Sebab pelarangan menyeluruh perusahaan keamanan swasta akan berdampak bencana terhadap keamanan dan proyek pembangunan di negara tersebut. Disebutkan, investasi lebih dari satu milyar Dolar AS terancam bahaya. Di Kabul pekan ini perundingan krisis dilakukan secara intensif.

Karzai sekali lagi menegaskan keputusannya, “Sejak lima tahun kami telah menyadari masalah ini. Kami sudah membicarakannya dengan PBB dan duta besar masyarakat internasional ketika itu. Kami menjelaskan, bahwa perusahaan-perusahaan ini justru menimbulkan ketidak amanan, memicu ledakan bom dan melecehkan manusia.“

Dalam kenyataannya memang banyak perusahaan keamanan swasta di Afghanistan, baik yang berasal dari luar maupun dalam negeri, beroperasi dalam wilayah yang bebas hukum. Sejumlah perusahaan bahkan tidak mendaftarkan diri.

Karzai menyasar seluruh perusahaan keamanan swasta, karena tidak ada satupun institusi yang bertanggung jawab atas kegiatannya. Sehingga kasus-kasus pembunuhan dan pelanggaran hak asasi manusia di masa lalu, banyak yang tidak diproses secara hukum. Kejengkelan warga Afghanistan dari hari ke hari juga semakin meningkat. Pengungkapan kasus terbaru lewat WikiLeaks, menyangkut keterlibatan perusahaan keamanan swasta dalam hal serupa di Irak, juga memberikan kontribusi tambahan.

Terdapat praduga, bahwa Karzai dengan kebijakan pelarangan perusahaan keamanan swasta ini, hendak meraih dukungan dari rakyat Afghanistan. Pelarangannya akan mulai diberlakukan tanggal 17 Desember mendatang.

Pakar masalah kemiliteran di Kabul, Abdullah Walwalgi justru sebaliknya, mengkhawatirkan pemerintah Karzai tidak dapat melaksanakan keputusannya, “Hampir semua perusahaan keamanan swasta memang harus ditutup. Tapi siapa yang dapat menggantikan 40.000 orang ini? Pemerintah Afghanistan harus mengerahkan tentaranya. Tapi hal ini juga problematis, karena tambahan 40.000 tentara memerlukan biaya. Dan gaji seorang pegawai keamanan swasta, rata-rata 400 Dollar.“

Namun juru bicara pemerintah Afghanistan, Wahid Omar, berusaha untuk menenangkan situasi, “Pesan dari presiden Karzai kepada semua pegawai perusahaan keamanan swasta adalah, mereka tidak akan diabaikan. Dalam waktu dekat akan dibentuk jawatan, yang menempatkan para pegawai ini sesuai kualifikasinya, pada posisi lain.“

Akan tetapi para diplomat, militer asing dan petugas bantuan sipil di Afghanistan mencemaskan rencana tersebut. Mereka berargumentasi, pasukan keamanan negara biasanya korup, pelatihannya buruk dan dicurigai memiliki hubungan dengan Taliban. Sebuah gelombang protes tertulis pertama, kelihatannya menunjukkan hasil. Kedutaan-kedutaan asing dan pangkalan NATO disetujui akan tetap dijaga petugas keamanan swasta.

Tapi yang harus menelan pil pahit dari kebijakan terbaru Hamid Karzai itu adalah organisasi bantuan sipil. Sejumlah organisasi sudah mengancam akan hengkang. Karena itulah, para diplomat Amerika Serikat mengharapkan pengalihan tanggung jawab secara bertahap.

Markus Kaim dari yayasan ilmu pengetahuan dan politik di Berlin menyatakan, pada dasarnya ia dapat mengerti posisi presiden Afghanistan itu, “Artinya juga, bahwa monopoli kekuasaan di Afghanistan harus berada di tangan negara. Kita juga tidak akan menerima, jika di Jerman selain polisi dan Bundeswehr, juga ada kekuasaan bersenjata lain yang beroperasi di negeri ini.“

Karena pemerintah dan negara donor dalam pelatihan pasukan keamanan Afghanistan, tidak mencapai kemajuan seperti yang diharapkan, kini terjadi kekosongan keamanan. Sama halnya seperti di Irak, situasi ini memicu berkembangnya pasar keamanan dengan keuntungan menggiurkan tapi sulit dikendalikan. Saat ini di Afghanistan terdapat sekitar 50 perusahaan keamanan swasta, yang ditaksir mempekerjakan hingga 40.000 pegawai yang kebanyakan adalah mantan tentara.

Gerner/Karimi-Alekozai/Hasrat-Nazimi/Agus Setiawan

Editor: Ayu Purwaningsih