1. Buka konten
  2. Buka menu utama
  3. Buka situs DW lainnya

Kapolri: Aparat Menembak Sesuai Prosedur

24 Juli 2015

Kepala Kepolisian RI (Kapolri) Jendral Badrodin Haiti menerangkan, aparat yang melepaskan tembakan dalam insiden di Tolikara sudah diperiksa. Mereka semua diyakini tidak melakukan pelanggaran prosedur.

https://p.dw.com/p/1G4FQ
Indonesisches Militär in Papua
Foto: T. Eranius/AFP/Getty Images

Proses pengamanan di Tolikara berakibat jatuhnya 11 korban penembakan dan satu remaja berusia 15 tahun tewas. Kapolri Badrodin Haiti mengatakan di Markas Besar Polri di Jakarta, anggota aparat keamanan yang melakukan penembakan sudah diperiksa, dan mereka diyakini bertindak sesuai prosedur keamanan.

Insiden Tolikara terjadi pada Hari Raya Idul Fitri, Jumat minggu lalu. Sekelompok massa menurut Polri menyerang dan bermaksud membubarkan jemaah Shalat Id dan melakukan pembakaran bangunan.

Itu sebabnya aparat keamanan yang terdiri dari Polri dan TNI, setelah melepaskan tembakan peringatan ke udara, akhirnya menembak ke tanah. Namun sebelumnya Kepala Dinas Penerangan TNI AD Brigjen TNI Wuryanto memberi keterangan lain.

"Tembakannya dilakukan aparat gabungan TNI dan Polri, diarahkan ke kaki mereka," kata Wuryanto awal minggu ini di Jakarta, ketika ditanya tentang jatuhnya korban di pihak warga Papua yang memprotes penggunaan pengeras suara dalam acara Shalat Ied warga muslim.

Dua tersangka insiden Tolikara dibawa ke Jayapura

Kepolisian Daerah Papua sudah menangkap dua tersangka insiden Tolikara hari Kamis (23/07/). Keduanya dibawa dengan pengawalan ekstra ketat ke Markas Kepolisian Daerah (Mapolda) Papua di Jayapura hari Jumat (24/7/2015) siang, untuk menjalani pemeriksaan lanjutan. Kedua tersangka adalah Arianto Kogoya (26 tahun) dan Jundi Wanimbo (31 tahun).

Indonesien Polizeichef Badrodin Haiti
Kapolri Jendral Badrodin HaitiFoto: R. Gacad/AFP/Getty Images

Menurut laporan media, Arianto Kogoya bekerja di salah satu bank di Karubaga, sedangkan Jundi Wanimbo adalah pegawai negeri sipil di Kabupaten Tolikara.

Kepala Kepolisian Daerah (Kapolda) Papua, Jendral Yotje Mende menyatakan, keduanya ditangkap berdasarkan keterangan awal para saksi dan bukti rekaman video pada hari kejadian yang dimiliki kepolisian. Menurut Yotje, kedua tersangka membantah ikut melakukan penyerangan, mereka mengaku justru berusaha membendung massa.

Keduanya "diamankan berdasarkan keaktifan mereka dalam kejadian tersebut", kata Kapolda Papua kepada wartawan di Mapolda Jayapura, Jumat (24/07).

Jangan ada gelombang penangkapan

Menurut Kapolda Yotje Mende, kedua tersangka diduga melakukan tindak pidana penghasutan dan penyerangan secara bersama. Mereka melanggar Pasal 160 dan Pasal 170 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) dengan ancaman penjara 4 tahun dan 5 tahun 6 bulan.

Polda Papua masih akan "menggali informasi lebih jauh mengenai motif penyerangan dan kemungkinan keterlibatan aktor intelektual dalam kasus itu,” kata Yotje.

Forum Kerukunan Umat Beragama (FKUB) Papua menyatakan, pihaknya berharap tidak ada gelombang penangkapan di Papua. Ketua FKUB Pendeta Lipiyus Binilub juga berharap pihak kepolisian mau melepaskan dua tersangka anggota dari Gereja Injili di Indonesia (GIDI).

Menurut Lipiyus, sesungguhnya insiden di Tolikara hanyalah masalah kegagalan komunikasi.

"Dua orang ini anggota GIDI. Pada umumnya kami dari pihak agama dan gereja (minta) kalau boleh tidak perlu ada penangkapan. Ini karena komunikasi yang tidak jalan," kata Lipiyus usai bertemu Presiden Jokowi di Istana Kepresidenan, Jakarta, Jumat (24/07).

Ketua FKUB itu khawatir, penangkapan tersebut bisa menimbulkan ekses negatif, karena pada dasarnya keluarga korban dan warga setempat telah menerima semua insiden ini dengan ikhlas.

hp/rn (kompas, detikcom, CNN Indonesia)