Kampanye Pemilu dalam Bayangan Teror
20 April 2013Kampanye di Irak bisa membahayakan jiwa. Sejauh ini 14 kandidat yang akan maju dalam pemilu regional Sabtu (20/04/13) tewas dibunuh. Selain itu serangan bom atas aparat keamanan dan warga sipil meningkat tegas. Senin lalu saja, tercatat 50 orang tewas.
Serangan teror diduga dilatarbelakangi pendukung Al Qaeda, yang ingin mencegah jalannya pemilu yang lancar. Untuk mengantisipasi gangguan, polisi dan tentara sudah diijinkan memberikan suara sepekan sebelumnya, agar dapat menjaga keamanan di hari pemilu.
Pemilihan umum anggota Dewan Provinsi dianggap ujian bagi PM Nuri al Maliki, dari kelompok Syiah, sebelum pemilu Irak tahun depan. Saat ini, ketegangan antara warga minoritas Suni dan mayoritas Syiah kembali menajam.
Di beberapa propinsi aksi protes terhadap Maliki tidak kunjung surut. "Warga berdemonstrasi menentang penyalahgunaan kekuasaan", kata gubernur provinsi Ninive, Athiel al-Nujafi, dalam wawancara dengan Deutschen Welle. "Warga Suni di Irak didiskriminasi oleh pemerintah di Bagdad", demikian pendapat Al Nujafi.
Maliki Dianggap Otoriter
Para pengritik menganggap Maliki semakin otoriter. Perdana menteri yang berusia 62 tahun itu juga merangkap menteri pertahanan dan dalam negeri.
Tetapi Stephan Rosiny dari Institut GIGA di Hamburg menekankan, peta politik Irak sangat terpecah-pecah, sehingga sebuah kekuatan potitik tidak dapat menjadi penguasa otoriter.
Maliki juga punya saingan keras di kubu Syiah, yakni ulama Muktada al Sadr. Al Sadr menyatakan solidaritas bagi warga Sunni yang didiskriminasi. Sebagai protes terhadap Maliki, para menteri dari partai Al Sadr akan meninggalkan kabinet.
Pemilu Sabtu (20/04/13) diduga tidak akan memberikan gambaran sempurna mengenai situasi di Irak. Enam dari 18 provinsi di Irak untuk sementara tidak menggelar pemilu. Di Ninive dan Anbar pemilu ditunda atas perintah pemerintah pusat karena alasan keamanan. Tetapi warga berdemonstrasi menuntut pemilu dilaksanakan, demikian keterangan utusan khusus PBB untuk Irak, Martin Kobler.
Di Kirkuk, pemilu tidak bisa diadakan. Warga Arab, Kurdi dan Turkmenistan bertahun-tahun memperebutkan kekuasaan di wilayah yang kaya minyak itu. Sementara tiga provinsi Kurdi di utara akan mengadakan pemilu September mendatang, sesuai jadwal. Di 12 provinsi lainnya, 8.000 orang mencalonkan diri untuk berebut 37 kursi. Sesuai kuota seperempat mandat akan diperoleh perempuan.
Menurut konstitusi, Irak adalah negara federal. Oleh sebab itu pemilu di tingkat provinsi, seperti pemilu tingkat negara bagian di Jerman, memiliki pengaruh bagi pemerintah pusat.
Keamanan Isu Utama bagi Rakyat
Tema paling penting bagi rakyat Irak adalah keamanan, di samping masalah suplai aliran listrik yang tidak berfungsi, dan jalanan serta sistem kanalisasi yang harus diperbaiki.
Dalam situasi seperti ini, menurut Rosiny, pakar Timur Tengah dari Institut GIGA, kemungkinan partai terkuat di bawah Maliki akan terpilih. Menurutnya, perasaan takut memegang peranan. Banyak orang mungkin berpikir, perpecahan akan mengakibatkan destabilisasi.
Menurut pendapat Rosiny, partai-partai tidak hanya berusaha memenuhi keinginan kelompok etnis tertentu atau agama tertentu. "Politik sudah semakin sekuler, walaupun banyak partai Islam berkuasa atau ingin berkuasa," kata Rosiny. Karena setiap provinsi didominasi kelompok tertentu, kampanye hanya terjadi di masyarakat itu saja. Jadi pemilu lokal mendorong pluralisasi kekuatan politik.