1. Buka konten
  2. Buka menu utama
  3. Buka situs DW lainnya

Kampanye Hitam Semakin Sengit

23 Juni 2014

Kampanye hitam marak menjelang pemilihan presiden, di mana salah satu kandidat dituduh beragama Kristen, sementara lainnya dituding berkerwarganegaraan asing sehingga tak layak memimpin negeri.

https://p.dw.com/p/1COC4
Foto: ROMEO GACAD/AFP/Getty Images

Seiring mengetatnya kompetisi antar dua calon presiden, saling tuding diantara pendukung, baik Joko Widodo maupun Prabowo Subianto semakin meningkat, dan bahkan memaksa polisi untuk terlibat.

Tim Jokowi bulan ini meminta polisi menangkap penerbit tabloid yang secara sengaja melempar fitnah bahwa Jokowi beragama Kristen dan berasal dari etnis Cina.

Juru bicara kepolisian nasional mengatakan pihak keamanan sedang menyelidiki kasus “Obor Rakyat”, yang dibagi-bagikan secara gratis di pesantren-pesantren dan mesjid-mesjid di seluruh pulau Jawa.

Fitnah SARA

Jokowi dipaksa membela diri atas serangan fitnah, yang terutama difokuskan pada isu ras dan agama – sebuah isu panas di Indonesia.

Sejumlah jajak pendapat menunjukkan Jokowi yang sebelumnya jauh memimpin dibanding Prabowo kini hanya menyisakan jarak dukungan satu digit, sebuah penurunan tajam yang disebut berbagai lembaga survei sebagai sukses kampanye kotor atas gubernur Jakarta itu menjelang pemilihan 9 Juli.

”Orang-orang di pedesaan dan kelas dengan tingkat pendapatan dan pendidikan menengah ke bawah cenderung percaya dengan kampanye hitam (atas Jokowi). Itulah kenapa elektabilitas Jokowi turun secara signifikan,” kata Burhanuddin Muhtadi, direktur eksekutif lembaga jajak pendapat Indonesian Political Indicator.

Partai utama pendukung Jokowi yakni PDI Perjuangan, beberapa waktu lalu menyebarkan di media sosial, sebuah foto yang memperlihatkan kandidat presiden itu diantara para jamaah haji pada 2003, sebagai bukti, bahwa Jokowi adalah seorang Muslim.

Isu HAM tidak berpengaruh

Sementara, sejumlah pendukung Jokowi juga meningkatkan kampanye negatif atas Prabowo.

Wimar Witoelar, yang mendukung Jokowi dan dikenal sebagai salah seorang aktivis dan intelektual yang pernah menjadi juru bicara bekas presiden Abdurrahman Wahid, pekan lalu meminta maaf karena mengirimkan sebuah foto di akun Facebook dan Twitter miliknya yang menggambarkan tim Prabowo bersama Osama bin Laden, Soeharto dll. Postingan itu mendapat banyak protes karena memasukkan gambar organisasi muslim Muhammadiyah sebagai pendukung Prabowo.

Serangan terhadap Prabowo juga termasuk dengan mempertanyakan kesehatan mentalnya dan tuduhan bahwa ia berkewarganegaraan Yordania.

Namun sebagian besar kampanye negatif itu didasarkan pada catatan hak asasi manusia Prabowo sebagai seorang jenderal orde baru, khususnya dalam kasus penculikan dan orang hilang pada 1997-1998 serta kerusuhan Mei 1998 yang akhirnya membuat mertuanya yakni presiden Soeharto lengser dari kekuasaan.

Wiranto, bekas komandan Prabowo dan kini mempimpi partai kecil yang ikut mendukung Jokowi, telah mengeluarkan rincian temuan Dewan Kehormatan Militer yang menyimpulkan bahwa Prabowo secara sengaja menyalahartikan perintah dan memerintahkan pasukan yang tidak berada dalam garis komando dia untuk menangkap para aktivis politik yang menentang Suharto.

Wiranto berkeras bahwa ia tidak mengumumkan masalah ini tidak dalam kapasitasnya sebagai seorang politisi.

Burhan Muhtadi, mengatakan serangan atas catatan HAM Prabowo tidak benar-benar mempengaruhi prilaku pemilih jika dibandingkan kampanye kotor atas Jokowi, karena masa lalu jenderal itu telah secara luas diketahui masyarakat.

“Isu HAM Prabowo tidak betul-betul mempengaruhi sikap pemilih jika dibandingkan kampanye hitam atas Jokowi,” kata Burhan.

”itu sebabnya sulit memprediksi siapa yang akan menang dalam pemilu nanti.”

ab/rn (afp,ap,rtr)