1. Buka konten
  2. Buka menu utama
  3. Buka situs DW lainnya

010411 Kunst der Aufklärung

12 April 2011

Di dekat Museum Nasional Cina, turis bisa melihat penjagaan ketat lapangan Tiannanmen. Sementara di museum itu berlangsung pameran lukisan era pencerahan Eropa

https://p.dw.com/p/10rtl
Foto: Staatliche Museen zu Berlin, Foto: Frank Barbian

Lapangan Tiannanmen di Beijing. Salah satu simbol kebesaran negara Cina, yang memiliki sistim satu partai. Sedikit serong di depan Museum Nasional Cina bergantung sebuah potret besar Mao Zedong. Persis di depannya, Jalan Damai Abadi yang pada tahun 1989 dilalui oleh panser-panser serta pasukan militer yang menghancurkan protes para mahasiswa yang pro-demokrasi. Sulit membayangkan bahwa karya segenerasi seniman dari era pencerahan Eropa dipamerkan di tempat ini.

Martin Roth, Dirjen Museum Seni Dresden, mengatakan dalam pameran di Beijing, tidak ada pesan politis yang eksplisit. "Karya seni yang ditampilkan memang memiliki lapisan-lapisan pemaknaan yang ganda atau mungkin bahkan hingga empat lapis pemaknaan. Pasalnya karyanya tidak plakatif, tidak dengan sengaja menyampaikan pesan kepada pengamatnya. Orang harus masuk dulu ke dalam temanya dan inilah yang kami upayakan di sini, agar pameran ini bisa dilihat dari berbagai aspek dan sisi."

China Deutschland Ausstellung Die Kunst der Aufklärung in Peking
Foto: CABR Architectural Design Institute, GMP International

"Saya kira tidak semua pengunjung akan mengerti mekna lukisan-lukisan ini. Tapi itu tak berbeda dengan di Jerman. Orang bisa masuk ke dalam temanya, tapi bisa juga senang saja melihat gambar-gambar yang indah itu“, demikian Martin Roth.

Tapi pameran ini memang bukan semata masalah keindahan. Ada sembilan tema besar yang menggambarkan aspek pencerahan yang berbeda-beda. Misalnya, lahirnya ilmu pengetahuan modern di abad ke 18, atau lahirnya ruang publik yang mandiri, dan dasar-dasar yang membentuk nilai-nilai perbedaan berpendapat dan pluralisme.

Tidak hanya itu, juga pandangan-pandangan seperti kembali ke alam atau pemahaman sejarah, penemuan kembali masa kanak-kanak serta kepekaan rasa merupakan konsep-konsep kunci dari manusia modern yang lahir pada masa pencerahan. Dan inipun bisa dijajaki dari apa yang ditampilkan leh karya-karya itu sendiri.

Ausstellung Kunst der Aufklärung in Peking: Marie-Gabrielle Capet: Atelierszene, 1808
Marie-Gabrielle Capet: Atelierszene, 1808Foto: Bay. Staatsgemäldesammlungen München, Foto: Sibylle Forster

Ada keinginan penyelenggaranya bahwa karya-karya seni yang dipajang bisa memancing diskusi. Harapan yang dipandang dengan skeptis oleh seniman Cina yang paling terkenal, Ai Weiwei. Ia melihat kemungkinannya sangat tipis untuk itu, "Di satu pihak bangsa Eropa pada abad ke 17 dan 18 memang berhasil mengembangkan nilai-nilai ini, tapi hingga kini Cina belum cukup berani untuk mendiskusikannya. Sebuah pameran lukisan-lukisan cat minyak bisa dipandang aman oleh pemerintah. Tapi perdebatan kritis yang menyangkut karya itu tidak diizinkan, ini memang cukup ironis."

Sejak tahun lalu di Cina, ruang untuk diskusi atau debat publik semakin ciut. Semakin banyak tema yang kini tabu. Ruang bebas untuk membahas secara kritis saat ini sudah lebih sempit daripada 30 tahun lalu. Begitu keluh filsof dan pakar pencerahan Xu Youyu, "Padahal justru Cina sekarang butuh mengalami pencerahan sendiri. Ide-ide yang ada sudah tua dan tidak kontekstual. Tentu saja ada berbagai definisi mengenai apa itu pencerahan. Yang paling saya sukai adaöah yang diformulasikan oleh Kant. Yang berbicara mengenai ketidak berdayaan manusia. Sehubungan dengan negara saya ini bisa didefinisikan, pencerahan sebagai penghirmatan dan perlindungan terhadap hak azasi manusia."

China Deutschland Ausstellung Die Kunst der Aufklärung in Peking
Caspar David Friedrich Hünengrab im Schnee, 1807Foto: Staatliche Kunstsammlungen Dresden, Foto: Jürgen Karpinski

Masalahnya meluncurkan perdebatan mengenai nilai-nilai dasar, yang tumbuh pada masa pencerahan hampir tidak mungkin mendapat dukungan dari Museum Nasional yang menjadi mitra penyelenggara. Sementara pihak resmi memang tidak berminat menyoroti aspek-aspek yang membangun kemandirian dalam pameran ini. Yang diangkat justru sebaliknya, yakni sisi gelap perkembangan Eropa, seperti kolonialisme yang telah menyebabkan Cina menderita.

Sementara nilai-nilai yang diutamakan oleh museum nasional Cina, mencuat dalam sebuah patung besar Konfuzius di gerbang utara. Patung filsof Cina ini tidak hanya melambangkan upaya menemukan kembali akar-akar budaya Cina. Melainkan sejak ratusan tahun melambangkan tunduknya individu terhadap keinginan si pemimpin.

Ruth Kirchner / Edith Koesoemawiria
Editor: Miranti Hirschmann