1. Buka konten
  2. Buka menu utama
  3. Buka situs DW lainnya

"Jerman Milik Semua Orang"

Anne Allmeling21 Maret 2013

Selama Pekan Internasional Menentang Rasisme, banyak warga di Jerman aktif menentang diskriminasi dan kebencian terhadap orang asing. Sejumlah acara digelar untuk anak-anak.

https://p.dw.com/p/180kI
Aksi menentang Rasisme di Bonn
Aksi menentang Rasisme di BonnFoto: DW/A.Allmeling

Beberapa anak perempuan duduk di "Nähcafe" di Bonn. Ruangan cafe disulap beberapa jam untuk kegiatan pekerjaan tangan. Yang menjadi fokus adalah anak-anak dan bahasa yang mereka tuturkan. Bagi Mechthild Kleine-Salgar ini sesuatu yang penting. Ia bekerja pada bagian untuk pendidikan dan konsultasi internasional (FIBB) di Bonn dan mengorganisir acara semacam itu secara teratur. Mula-mula dengan rekan kerjanya Mona Kheri El Din ia membacakan cerita dalam Bahasa Jerman dan Bahasa Arab. Kemudian anak-anak boleh melukis dan membuat pekerjaan tangan.

Yang menjadi tujuan bagi kami adalah mendukung keragaman bahasa," kata Kleine-Salgar. "Masyarakat kami memiliki beragam bahasa, dan kami ingin berpartisipasi agar anak-anak mempelajari bahasa keluarganya sendiri dengan baik." Itu juga dasar yang penting, untuk mempelajari Bahasa Jerman sebagai bahasa kedua, kata Kleine-Salgar. Tapi saat membacakan cerita dan melakukan pekerjaan tangan, tidak hanya anak-anak berlatar belakan migran yang boleh datang. "Bagi kami juga penting, agar anak-anak yang hanya berbicara Bahasa Jerman, mendengar bagaimana bahasa lain."

Aktif menentang Rasisme

Dengan perhimpunannya, Kleine-Salgar dan koleganya ingin membantu mengurangi diskriminasi dan pembatasan. Sebuah alasan mengapa FIBB pada Pekan Internasional menentang Rasisme ikut ambil bagian. Sampai 24 Maret 2013, di seluruh Jerman digelar 1.000 acara untuk memobilisir kegiatan menentang rasisme dan diharap memperkuat kebersamaan dalam masyarakat.

Apa artinya dipandang rendah dan dicemooh, sudah sering dialami Emine Aswab (33). Perempuan asal Turki itu datang ke Nähcafe dengan tiga anaknya dan tinggal hampir 20 tahun di Jerman. Sejak umur 23 tahun ia memakai kerudung. "Sejak itu saya selalu mendengar ungkapan bernada diskriminasi," katanya. "Sebelumnya saya tidak pernah mengalami itu, dan itu menyakitkan."

Kedua anak perempuannya, selain berbahasa Jerman dan Turki, juga berbicara Bahasa Arab, karena ayah mereka berasal dari Marokko. "Secara terarah saya mencoba mengajari anak-anak saya, bahwa semua menjadi bagian," kata Emine Aswab. "Tidak peduli warna kulit apa yang mereka miliki, bahasa apa yang diucapkannya atau apakah mereka duduk di kursi roda." Dan sikap inilah yang ingin didorong Mechthild Kleine-Salgar dan Mona Kheir El Din. Sebagai anak dari orang tua campuran Jerman-Mesir, Mona Kheir Eldin dibesarkan dengan dua bahasa. "Suatu kekayaan, jika orang menguasai lebih dari satu bahasa," katanya. "Anak-anak dapat bangga karenanya."