1. Buka konten
  2. Buka menu utama
  3. Buka situs DW lainnya

Jerman Larang Penanaman Jagung Rekayasa Genetis

15 April 2009

Sejak 1998 jagung yang direkayasa genetis diijinkan ditanam di Jerman. Tapi pelindung lingkungan mengritik, dampaknya kurang diketahui. Karena itu Menteri Pertanian Aigner melarang penanaman berikutnya jagung jenis itu.

https://p.dw.com/p/HXgn
Menteri Pertanian Jerman Aigner saat konferensi pers di Berlin (14/04) tentang pelarangan jagung yang direkayasa secara genetisFoto: AP

Kementerian pertanian Jerman beberapa pekan lalu berulang kali mengalami tekanan. Beberapa hari lagi petani di Jerman akan mulai menebar benih jagung dan sampai saat itu Menteri Ilse Aigner harus mengambil keputusan mengenai bibit jagung yang direkayasa secara genetis, jagung jenis MON 810. Sebab dari partai Aigner sendiri, CSU dilontarkan kritik tajam terhadap penanaman jagung jenis tersebut yang dipakai untuk makanan ternak. Menjelang pemilihan umum parlemen Eropa dan Jerman CSU tidak ingin menghadapi kemarahan konsumen dan petani di negara bagian Bayern. Meskipun demikian Aigner mencoba menjelaskan bahwa keputusannya tidak berlatar belakang politis.

„Saya ingin menggarisbawahi, ini bukan keputusan mendasar untuk menyikapi rekayasa genetika hijau di masa depan. Ini menyangkut keputusan kasus tersendiri yang pro dan kontranya ditimbang secara seksama dan sebuah keputusan yang diambil berdasarkan landasan ilmiah. Banyaknya pertanyaan tentang satu-satunya organisme yang direkayasa secara genetis, yang diijinkan dibudidayakan di Eropa, justru menunjukkan pentingnya peningkatan penelitian keamanannya."

Menjelang pengambilan keputusan para politisi terutama dari Partai Hijau menyampaikan bahwa serbuk bunga dari jagung MON 810 sudah ditemukan dalam madu. Peternak lebah tidak boleh mengolah lebih lanjut produk alaminya jika di dalamnya terkandung unsur makanan ternak yang tidak memiliki ijin sebagai bahan makanan manusia. Namun argumen ini menurut pejabat kementrian pertanian Christian Grubel tidak menentukan.

“Apa yang tidak kami miliki saat ini adalah studi ilmiah yang membuktikan dampaknya terhadap lebah menimbulkan risiko kongkrit. Setidaknya saya tahu tidak ada studi yang membuktikan pengaruhnya terhadap lebah. Tapi kami memiliki situasi dimana sejumlah pertanyaan terbuka dari studi yang ada, tidak dapat terjawab secara jelas."

Kementerian pertanian melihat adanya risiko antara lain terhadap kumbang tertentu, kupu-kupu dan kutu air. Kini pemerintah Jerman harus memperhitungkan gugatan dari Monsanto. Juru bicara perusahaan tersebut sudah mengumumkannya, demikian menurut laporan sejumlah kantor berita. Menteri pertanian Aigner menunjukkan sikap tenang dalam masalah ini, karena negara-negara Eropa lainnya juga sudah melarang bibit jagung yang direkayasa secara genetis. Terhadap sejumlah negara Eropa sudah diajukan gugatan tapi hingga sekarang belum ada keputusan dalam proses dalam kasus-kasus tersebut.

„Terhadap Austria, Hungaria dan Yunani tidak diajukan gugatan, juga terhadap Luksemburg tidak ada gugatan. Tahun 2008 diajukan gugatan terhadap Perancis, yang tidak diputuskan dalam proses cepat melainkan diteruskan sebagai proses biasa. Dan sekarang juga juga belum diputuskan.“

Dari lingkungan politik Jerman muncul reaksi yang berbeda setelah pernyataan Menteri Aigner. Politisi partai CDU sekaligus menteri riset Jerman Annette Schavan, partai oposisi FDP dan sektor bioteknologi mengingatkan kemunduran bagi posisi Jerman sebagai tempat penelitian ilmiah. Sebaliknya organisasi perlindungan lingkungan dan alam menyambut keputusan tersebut. Persetujuan juga datang dari SPD, Partai Kiri dan Partai Hijau. Perhimpunan petani Jerman juga menolak jagung yang direkayasa, karena tidak banyak keuntungan dari penanamannya. Sekretaris Jendral Adalbert Kienle:

"Yang terkena dampaknya hanya sejumlah kecil petani di Jerman. Permohonan yang diajukan meliputi 3600 hektar lahan penanaman jagung. Suatu lahan yang meliputi 0,02 persen lahan pertanian di Jerman. Meskipun demikian ada petani yang tekena dampaknya."

Zacharias Zacharakis/ Dyan Kostermans

Editor: Hendra Pasuhuk