1. Buka konten
  2. Buka menu utama
  3. Buka situs DW lainnya
Sepak BolaJepang

Piala Dunia 2022: Jepang - Penderitaan dan Keajaiban di Doha

Hardimen Koto
Hardimen Koto
5 Desember 2022

Jepang, di Piala Dunia 2022 ini, memang menyita atensi dunia. The Samurai Blue meruntuhkan dua mantan juara dunia: Jerman dan Spanyol. Kolom pengamat sepak bola Hardimen Koto dari Qatar.

https://p.dw.com/p/4KTAW
Skuad Jepang melakukan selebrasi setelah berhasil menyamakan skor vs Jerman 1-1 di Khalifa International Stadium, Doha, Rabu (23/11)
Skuad Jepang melakukan selebrasi setelah berhasil menyamakan skor vs Jerman 1-1 di Khalifa International Stadium, Doha, Rabu (23/11)Foto: Ebrahim Noroozi/AP Photo/picture alliance

Doha, Qatar, 28 Oktober 1993,Khalifa International Stadium. Sore itu, Jepang hanya punya pilihan tunggal: mesti menang versus Irak dan lolos ke Piala Dunia AS 1994 sebagai satu dari dua wakil Asia.

Saya ada di Doha ketika itu, menyaksikan skuad Hans Marius Ooft dua kali memimpin via gol Kazuyoshi Miura dan Masashi Nakayama. Hingga menit 90. Ada tambahan waktu, saat sundulan Jaffar Omran mengubah skor 2-2.

Jepang lemas, mereka gagal ke AS 1994 sebab kalah produktif dari Korea Selatan. "Itu peristiwa kelam kami," ujar Hajime Moriyasu, bagian skuad Jepang saat itu.

Desember 2018, saat Moriyasu meneruskan tugas Akira Nishino, ia menuliskan "iklan" satu halaman di media Jepang, dengan nukilan penting: Doha 1993 kegagalan terbesar. Mimpi kami hancur. Sekarang, di Doha, tempat takdir buruk 1993, kami ingin Jepang kalahkan dunia.

Iklan itu mirip dengan iklan satu halaman Roberto Mancini saat dia minta maaf kepada fans saat meninggalkan Sampdoria menuju Lazio.

Oke, balik ke Moriyasu saat dia dengan sederet pemain, 8 nama beredar diBundesliga, mengubah 'Agony in Doha' menjadi 'Miracle in Doha'.

Jepang, di Piala Dunia 2022 ini, memang menyita atensi dunia: lolos ke perdelapan final dengan predikat juara grup!

Hebatnya, The Samurai Blue meruntuhkan dua mantan juara dunia: Jerman dan Spanyol, meski kalah vs Kosta Rika. Persis seperti tekad Moriyasu; Jepang, suatu saat, ingin menjadi terbaik. Setidaknya mencatatkan sejarah hebat, bahkan sangat hebat. Itulah saat Jerman dihajar 2-1, meski Jepang sempat ketinggalan. 0-1. Spirit Samurai dengan gaya Ganbatte membuat Jerman tersungkur. Jepang lalu kalah 0-1 kepada Kosta Rika, dan hanya keajaiban buat mereka sikat Spanyol, yang sebelumnya membantai Kosta Rika 7-0.

Yang terjadi? Jepang menang, luar biasa 2-1 atas La Furia Roja, dan lolos meski di game lain Jerman menang 4-2 atas Kosta Rika.

Heboh? Heboh. Jepang, yang dalam 10 tahun terakhir sudah menjadi Cahaya Asia, kini tetap begitu. Fase grup perdelapan final ini adalah pencapaian keempat Jepang setelah Jepang-Korea 2002, AfSel 2010 dan Rusia 2018.

Di Rusia 2018, saya juga saksi hidup saat di Rostov on-Don, dua jam terbang dari Moskow, Keisuke Honda sempat unggul 2-0 tapi kemudian dibalikkan oleh generasi emas Belgia.

Kini di Qatar 2022 dengan satu pertanyaan penting: bisakah mereka menjadi tim Asia pertama di Qatar 2022 yang menapak perempat-final?

Bisakah mereka meredam finalis Rusia 2018, Kroasia? Saya, lagi-lagi segera menjadi saksi hidup laga Jepang melawan Luca Modric cs di Al-Janoub Stadium, Qatar. Dan saya berdoa untuk Nippon, untuk Moriyasu dan untuk Maya Yoshida dkk.

Come on Asia. Ganbatte Jepang, bikin 'miracle' lagi. 'Miracle' berikut dari Doha.

 

Hardimen Kotopengamat, analis dan komentator sepak bola

*tulisan ini menjadi tanggung jawab penulis.

Hardimen Koto
Hardimen Koto Jurnalis dengan passion hebat untuk dunia olahraga.