1. Buka konten
  2. Buka menu utama
  3. Buka situs DW lainnya

Jepang Aktif Dukung Proses Perdamaian di Filipina

Edith Koesoemawiria3 Maret 2007

Bantuan senilai 3 juta dolar guna mendorong proses perdamaian antara pemerintah Filipina dan kelompok separatis Moro, yang selama 40 tahun berada dalam konflik dan sampai kini telah menewaskan sedikitnya 120 ribu orang.

https://p.dw.com/p/CP8N
Gencatan senjata sejak 2003
Gencatan senjata sejak 2003Foto: AP

Filipina bukan saja merupakan mitra dagang bagi Jepang, melainkan juga tetangga yang penting. Demikian menurut Kazuya Otsuka dari bagian kerjasama pembangunan Kedutaan Jepang di Berlin. Otsuka menuturkan:

„secara politis kami berusaha agar dalam jangka panjang akan terbangun sebuah masyarakat Asia, yang tentunya termasuk negara-negara ASEAN dan karenanya kerjasama yang erat dengan Filipina. Filipina itu penting sebagai negara tetangga.”

Bermula dari kesepakatan Jepang untuk pembuatan studi ekonomi komprehensif mengenai pembangunan komunitas Islam di selatan Filipina. Studi yang berlangsung selama dua tahun ini membuka kesempatan untuk merealisasi sejumlah proyek jangka pendek yang dibutuhkan masyarakat lokal. Antara lain proyek pembangunan jalan, sistem perairan serta fasilitas pendidikan dan klinik.

Kesepakatan bantuan pembangunan Jepang itu ditandatangani hari Jumat di Manila oleh ketua panel perdamaian pemerintahan dan ketua misi lembaga kerjasama internasional Jepang, JICA. Selain itu juga ditandatangai oleh Lembaga Pembangunan Bangsamoro, Taskforce Mindanao dan tim pemantau Internasional, IMT sebagai saksi. Disamping membantu dengan studi ekonomi, Jepang juga diwakili di IMT oleh seorang penasehat senior.

Masyarakat Muslim di selatan Filipina dan kelompok Moro menyambut bantuan Jepang ini. Di mata masyarakat sipil Filipina, IMT memiliki nama baik karena telah sejumlah kali membuktikan independensinya. Dukungan Jepang di IMT akan memperkuat pengaruh tim itu dalam proses perdamaian di Filipina. Bagi mereka, bantuan Jepang merupakan dukungan konkret menuju perdamaian. Terutama karena sebelumnya bantuan pembangun yang dijanjikan oleh pemerintahan Filipina maupun donatur internasional tidak pernah direalisasi. Padahal bantuan itu sudah dijanjikan sejak tahun 1996, ketika penandatangan kesepakatan perdamaian pertama antara Moro Nasional Liberation Front MNLF dan pemerintah Filipina. Hal ini telah membangkitkan rasa frustrasi antara masyarakat Islam di selatan Filipina yang sekarang menuntut referendum untuk menentukan nasibnya sendiri. Baik sebagai bagian Filipina yang federal ataupun dalam bentuk otonomi khusus.

Sejak 2001 Malaysia bertindak sebagai penengah utama dalam proses perdamaian antara Filipina dengan kelompok separatis terbesar di Filipina Selatan, Moro Islamic Liberation Front, MILF. Sebuah gencatan senjata berhasil disepakati tahun 2003, yang kemudian diikuti dengan kehadiran IMT di Mindanao untuk memantaunya. Tim IMT ini terdiri dari 60 orang dari berbagai negara, dengan mayoritas dari Malaysia, Brunei dan Lybia